Ein Weg Zur Familie

Ein Weg Zur Familie

EPISODE 1 - Pensiun

Kota Köln, Jerman

Seseorang berbadan tinggi dan sedikit kekar, berambut pirang, bermata biru, memiliki codet pada pipi kirinya, serta berkulit putih. Ia sedang melakukan upacara pencopotan pangkat di kantor lapangan militer Angkatan Darat Jerman. Dia bernama Roter Schädel.

Upacara itu disaksikan banyak orang termasuk teman-temannya. Satu persatu pangkat di seragamnya dilepaskan.

Beberapa saat kemudian, upacara itu akhirnya selesai. Roter tengah mengeluarkan bagasinya untuk pergi dari sana, meninggalkan tempat pengabdiannya sebagai militer.

Ia sangat senang sebab terbebas dari tugas yang bertahun-tahun diembannya. Tak hanya itu, Roter juga mendapatkan uang pensiun yang terbilang banyak. Sebelum pergi, ia menyempatkan diri untuk mengobrol dengan rekannya.

"Setelah ini kau akan kemana, Roter?" tanya Peter.

"Untuk sementara waktu mungkin tinggal di rumah kakekku dulu di Berlin"

"Apa Kau punya rencana lain?" tanya Krubs.

"Emm... Mungkin pindah ke Jepang"

"Tunggu, apa? Jepang?" Peter terkejut.

"Yeah, ibu dan adik perempuanku tinggal di sana. Sekarang adikku sudah kelas 1 SMA"

"Kalau boleh tahu, adikmu lahir di sana?" tanya Krubs.

"Yep, hanya selisih 12 tahun dariku"

"Kau lahir tahun berapa?" tanya Peter.

"Hmmm.... Antara tahun 1997 sama 1996"

"Mungkin 1997" jawab Peter

"Kurasa begitu"

"Lalu Teramiter bagaimana jika kau pergi?" tanya Krubs.

"Tenang saja..... Itu mudah"

"Mudah dari mana? kami kehilangan kepimpinanmu" kata Peter.

"Yo, aku ke Jepang sekalian bertemu sahabat ayahku, dia pemimpin Kuromogramo bagian Jepang. Aku akan mengajaknya kerja sama dan menghapus kenangan buruk Teramiter dan Kuromogramo ketika ayahku dan Havontz menjabat"

"Kau serius? Kuromogramo rival abadi kita! Franklin, pemimpin utama itu pasti tak akan menerimanya. Dia orang yang keras kepala!"

"Yeah, aku setuju denganmu, Peter" sambung Krebs.

"Dia sudah tak menjabat lagi. Kini pemimpinnya sekarang adalah mantan Jenderal Amerika Serikat, George Arley W.. Mungkin dia akan menerimanya selama Kuromogramo diuntungkan. Intinya kita jalani kesepakatan dengan sahabat ayahku dulu"

"Dan Franklin bukanlah pemimpin pertama Kuromogramo" tambahnya.

"Aku tak yakin, kau pasti akan terkena jebakan. Mereka itu sangat licik sekali" kata Peter.

"Itu hanya propaganda, Peter.... Aku yakin dia mau menerima ajakan kita"

"Semisal dia tak mau?"

"Berarti bukan rejeki kita"

"Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu nanti di Jepang" sahut Krubs.

"Mungkin kembali jadi pelayan kafe semasa SMA, haha..." jawab Roter.

"Selama visa kerjaku masih aktif, aku bisa mendapatkan pekerjaan yang layak" tambahnya.

"Ssst... Dia punya Teramiter, penghasilannya cukup untuk membeli lima villa mewah" bisik Peter pada Krubs.

"Ahh.... Aku lupa"

Disela-sela itu, teman-temannya yang lain datang untuk memberikan salam perpisahan.

"Roter" panggil Albert.

"Ya?"

"Ada bingkisan untukmu, semoga kau tetap kuat menjalani hidup baru, haha...."

"Ini untukmu" Krebs memberikannya.

"Dan ini ada sedikit bunga untukmu" sambung Burgdorf.

"Wahh.... Terima kasih banyak, aku sangat menyukainya....." Roter tersenyum ramah menerimanya.

"Sama-sama" jawab Krebs.

"Oh iya, ini earphone yang kemarin ku pinjam" kata Albert.

"Ambil saja, aku tak memerlukannya lagi" jawab Roter

"Oke, terima kasih" Albert tersenyum bahagia.

"Oh yah, Krebs, 85 persen gaji ku di Teramiter kalian boleh mengambilnya atau diberi ke yang lain atau boleh juga disumbangkan ke badan amal" kata Roter.

"Untuk gaji berikutnya bagaimana?"

"Aku tak perlu mengambilnya, lagipula nanti aku tak berada di Teramiter"

"Itu artinya kau mengundurkan dari Teramiter?" tanya Peter.

"Tidak, aku hanya tak aktif untuk beberapa bulan ke depan. Aku juga sudah mengabari Erika, bahwa selama aku tak ada, dia memegang kepemimpinan Teramiter. Tapi akan ku pantau dari jauhnya perkembangannya"

"Semisal uangmu tiba-tiba habis, bagaimana kau akan hidup di sana?" tanya Peter.

"Tenang saja, aku bisa bekerja yang lain. Jangan khawatir, aku bisa bertahan hidup selama satu tahu di sana, haha...." jawab Roter.

"Baiklah, sudah waktunya untuk pergi, sampai bertemu lagi" tambahnya. Ia mulai mengangkat barang bawaan menuju ke luar kawasan.

"Hati-hati dijalan" kata Albert.

"Jangan lupa untuk mampir ke rumahku di Jepang, kawan-kawan, hahaha...." jawab Roter.

Keluar dari kawasan itu, ia memberhentikan taksi pergi meninggalkan tempat itu. Selepas kepergiannya, teman-teman Roter langsung sangat gembira karena bisa bebas di Teramiter nanti. Disela-sela itu, datang Erika yang berlari menghampiri mereka berlima.

"Haah... Haah... Haah... Ke-kemana Roter?" tanyanya, terengah-engah.

"Baru saja pergi tadi" jawab Albert.

"Apa? dia sudah pergi?"

"Yeah....."

"Sial, aku baru aja ingin memberi bingkisan"

"Kenapa tak berikan ke kami saja?" tanya Peter.

"Sure....."

"Eh? seriusan?"

"Iya, mubazir kalau dibuang"

"Wahh... Terima kasih banyak...."

Tiba-tiba saja, ponsel milik Erika berbunyi. Ia mendapatkan sebuah pangggilan dari Roter.

"Halo, Roter..."

"Erika, tolong awasi mereka nanti. Aku tahu mereka senang jika aku pergi"

"Hahaha... Oke, aku akan pantau mereka" Erika tersenyum jahat melihat teman-teman Roter yang bahagia.

"Baiklah... Aku titip amanah sama kamu"

"Kira-kira kau sudah dimana?" tanya Erika.

"Lagi berhenti di lampu merah, aku akan ke pergi Berlin"

"Ke Berlin?"

"Yeah, aku mau ke rumah kakekku dulu untuk minta izin pindah ke Jepang"

"Eh? kau mau pindah?"

"Iya, rencananya begitu kalau aku dapat izin"

"Hati-hati di jalan"

"Baiklah, kita akhiri dulu, nanti akan ku lanjut"

"Oke..."

Roter pun akhirnya mematikan panggilan itu.

"Tuan, tolong berhentikan saya di stasiun kereta" kata Roter pada sang sopir.

"Dimengerti"

Beberapa saat kemudian, ia akhirnya sampai sampai di sebuah stasiun kereta. Sambil mengangkat barang bawaannya keluar dari mobil, Roter dibantu oleh sang sopir untuk meringankannya.

"Ini uangnya, pak... Kalau ada kembaliannya, Anda bisa mengambilnya" ucap Roter, memberikan uang pada sang sopir.

"Terima kasih banyak, tuan..."

"Sama-sama... Kalau begitu, saya pergi, yah"

"Iya, semoga selamat sampai tujuan" sang sopir tersenyum ramah padanya.

"Amin..."

Roter pun berjalan meninggalkan sang sopir. Setelah itu, ia menghampiri sebuah mesin untuk membeli tiket kereta menuju Berlin. Setelah mendapatkan tiketnya, ia berjalan menuju peron untuk menunggu kereta yang akan datang.

Beberapa menit berlalu, kereta akhirnya sampai pada peron. Roter berdiri dari tempat duduknya dan berjalan masuk kedalam kereta. Disana ia duduk bersebelahan dengan seorang wanita muda. Tak lama kemudian, kereta itu mulai bergerak meninggalkan stasiun.

Berada disepanjang perjalanan, Roter berbincang-bincang dengan wanita muda tersebut.

"Apa kamu pergi ke Berlin juga?" tanya Roter.

"Iya, saya pergi kesana"

"Ternyata jalur kita sama"

"Ahaha... Saya juga tak menyadarinya" si wanita menjadi canggung.

"Kalau boleh tahu, tujuan kamu kesana untuk apa?" tanya Roter.

"Saya ingin mengunjungi keluarga, kebetulan hari ini merupakan libur semester"

"Kamu seorang mahasiswi?"

"Ya, saya mahasiswa dari sebuah universitas di Kota Cologne,"

"Ahh... Ternyata kamu kuliah disana, yah"

"Iya, ini adalah tahun pertama saya. Kalau Anda sendiri bagaimana?"

"Selepas upacara pencopotan pangkat pagi tadi, saya ingin pulang ke Berlin"

"Whoa... Anda seorang tentara?"

"Tapi sekarang tidak, saya memutuskan untuk berhenti"

"Kenapa?"

"Masalah pribadi"

"Ngomong-ngomong, saya juga punya kakak laki-laki yang jadi tentara seperti Anda"

"Ahh... Benarkah itu?"

"Iya, sekarang dia ada di Kota Leipzig. Kakakku sering mengirimkan banyak foto tentang militer dan kebersamaan bersama rekan-rekannya. Saya iri dengannya bisa mempunyai teman yang serasi"

"Cepat atau lambat kamu juga akan mendapatkannya, intinya kamu harus giat belajar karena orang-orang sekarang hanya mau berteman dengan yang pintar dan bisa diajak kompromi"

"Baik, mulai detik ini saya akan belajar dengan giat untuk menjadi seorang dokter"

"Anak pintar" Roter tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.

Empat jam berlalu, Roter dan wanita itu akhirnya sampai di Stasiun Utama Kota Berlin pada pukul 12.10 siang.

"Pak" panggil si wanita itu pada Roter.

"Terima kasih banyak karena mau mengobrol dengan saya" tambahnya.

"Oh iya, sama-sama"

"Anda tak ingin makan siang dulu?"

"Tidak, saya harus cepat-cepat pulang ke rumah"

"Baiklah, kalau begitu saya pamit dulu, semoga bisa bertemu kembali"

"Iya, kamu juga"

Mereka berdua kemudian berpisah ke jalannya masing-masing.

"Pak? aku dipanggil pak? apakah wajahku terlihat tua?" Roter merasa aneh dengan percakapan tadi.

"Mungkin karena penampilanku seperti orang tua, itu bisa jadi" tambahnya.

Ia kemudian memesan sebuah taksi. Setelah itu ia pergi keluar membawa barang bawaannya dan menunggu taksi yang akan datang.

Beberapa menit berlalu, taksi pun akhirnya datang. Roter dengan dibantu oleh sang sopir memasukkan barang bawaannya kedalam bagasi. Setelah itu, mereka berdua pun pergi menuju pinggir kota di dekat Danau Hundekehlesee.

Tak berselang lama, Roter akhirnya sampai di rumah ayahnya yang kini ditempati oleh kakek dan neneknya. Barang bawaan mulai dikeluarkan dari bagasi, Roter kemudian membayar tumpangan taksi yang ia naiki. Si sopir memutar mobilnya lalu pergi meninggalkan Roter disana.

Selepas kepergian si sopir, Roter tiba-tiba merasa sangat gugup.

"Duh... Kok jadi gugup, yah?" ucapnya.

Ia melangkah maju secara perlahan dan menaiki tangganya.

Ding, dong...

Roter menekan bel rumah itu.

"Siapa disana?" intercom rumah itu berbunyi, menandakan bahwa ada orang didalamnya.

"Ini aku, kek, Roter... Cucumu, kakek lupa denganku?"

"Roter? cucu aku?" si kakek bergumam kebingungan mengingatnya.

"Aku Roter Schädel, kek, cucumu dari Royen dan Arabell. Masa kakek gak kenal"

Pintu kemudian terbuka, kakeknya Roter menampakkan dirinya dan menyambut Roter dengan hangat.

"Selamat datang, cucuku.... Kakek baru ingat, kakek suka lupa akhir-akhir ini, hehe...."

"Minum teh rosemary yang banyak, kek"

"Kakek akan usahakan. Mari masuk, silahkan masuk"

"Dimana kamarku?" tanya Roter.

"Seperti biasa"

"Ohh oke.."

Roter kemudian naik ke lantai atas menuju kamar yang pernah ia tempati ketika kecil. Ia masuk kedalamnya, menggantikan pakaiannya menjadi pakaian yang santai. Setelah itu, ia turun kebawah menuju ruang keluarga.

Ia duduk santai disebuah sofa sambil melepaskan lelahnya.

"Ahh... Akhirnya ada waktu untuk bersantai..." ucapnya.

"Jadi bagaimana dengan pekerjaanmu sebagai militer sekarang?" tanya si kakek, menghampirinya sambil membawa secangkir kopi dan duduk berhadapan.

"Aku memutuskan pensiun"

"Apa? pensiun?"

"Yeah, aku pensiun. Jam 8 pagi tadi, aku sudah melakukan upacara pencopotan pangkat dan resmi menjadi warga sipil kembali"

"Tapi mengapa kau harus pensiun, Roter? bukankah menjadi militer bagus? aliran keluarga kita berasal dari kalangan militer"

"Ada dua faktor aku memutuskan hal ini"

"Apa saja?"

"Pertama, aku tak bisa jauh-jauh dari Cologne ataupun Berlin. Rencananya aku bakal dipindahtugaskan ke Nürnberg dan aku tidak mau. Yang kedua, aku sangat sibuk mengurus usaha ayah semenjak ia menghilang. Jika usaha itu ku biarkan, maka aku merasa tak amanah"

"Apa usahanya Royen selama ini? kakek tak pernah mendengarnya?"

"Ya, umm... Itu... Anu... A– hahaha...." Roter tiba-tiba menjadi canggung dan kesulitan menjawabnya dikarenakan sangat rahasia.

"Katakan saja, tak perlu ragu"

"Anu... Usaha ayah adalah... Adalah..."

"Adalah apa?"

"Adalah perusahaan kecil yang bersektor pada bidang alat-alat dapur" Roter pun akhirnya memberanikan diri.

"Ya Tuhan.... Sebenarnya aku ingin bilang bahwa warisan atau usaha ayah adalah Teramiter" tambahnya, bergumam didalam hati dengan ekspresi wajah canggung.

"Itu saja?" tanya si kakek.

"Iya, hanya itu saja"

"Kemana ibumu, Roter?" tanya si kakek.

"Katanya dia sibuk, jadi untuk perayaan Natal bulan depan dia tak bisa datang"

"Lalu adikmu?"

"Kalau itu, aku belum mau bolehkan dia pergi sendiri ke Jerman. Bahaya nantinya. Tunggu umurnya mencukupi baru aku izinkan"

"Ngomong-ngomong, Roter... Apakah kau masih tahu kemana Royen pergi?"

"Soal itu, aku juga tak tahu kemana ayah pergi. Dia menghilang saat hendak pergi membeli perkakas"

"Ini sudah 7 tahun lebih, kakek berharap dia dapat ditemukan. Kakek ingin melihat wajahnya, dia pasti bahagia bertemu kembali denganmu juga Arabell dan adikmu"

"Aku juga berharap begitu, aku masih memikirkan apakah dia masih hidup atau gugur"

Disela-sela itu, pintu rumah terbuka, seorang nenek terkejut melihat Roter ada disana.

"Roter?"

"Nenek?"

"Wahh... Sudah pulang kamu, yah?" si nenek merasa sangat bahagia.

"Haha... Iya, nek. Senang bertemu kembali dengan nenek" Roter tersenyum mencium tangan si nenek.

"Nenek habis darimana?" tambahnya.

"Nenek tadi habis pergi dari supermarket"

"Nenek ke dapur dulu, yah" tambahnya.

"Iya, nek.... Silahkan"

Si nenek kemudian pergi dari sana menuju dapur.

"Jadi sekarang gimana, Roter?"

"Apanya?"

"Maksudnya apakah kau sudah punya pacar atau semacamnya?"

"Emm.... Sepertinya aku harus fokus pada pekerjaan dulu, soal pasangan itu urusan belakang"

"Yakin? teman-teman kamu yang tinggal disini sudah banyak yang punya pacar bahkan menikah dan punya rumah. Adiknya Royen juga sudah menikah, masa kamu belum" si kakek meyakinkan Roter.

"Aku belum terlalu siap untuk membangun rumah tangga apalagi menjadi seorang ayah. Akhir-akhir ini aku banyak memiliki kesibukan, aku khawatir jika kesibukan itu akan menghilangkan waktu berkumpul bersama anak dan istri?"

"Kamu tahu, Roter?" kata si kakek.

"Hubungan antara Royen dan Arabell sebenarnya kakek tak merestuinya" tambahnya.

"Benarkah itu?" Roter menjadi terkejut.

"Dengarkan kisah ini. Royen dan Arabell sudah dekat sejak masa pertengahan SMA. Selepas SMA dan memiliki pekerjaan, mereka memutuskan untuk menikah. Tapi kakek tak merestuinya dikarenakan suatu hal pribadi. Mendengar jawaban tersebut, keduanya menjadi sangat kecewa"

"Lalu bagaimana mereka bisa menikah, kek?" tanya Roter dengan penasaran.

"Heh... Mereka menggunakan cara kotor, yaitu hamil diluar nikah. Mau tak mau kakek harus merestui keduanya menikah secara sah. Beberapa bulan kemudian, kamu akhirnya lahir ke dunia ini"

Mendengar jawaban itu, Roter menjadi terkejut. Raut wajahnya berubah seakan-akan tak percaya apa yang telah ayah dan ibunya lakukan.

"Jadi aku adalah anak hasil hubungan terlarang?" Roter berdiri dari tempat duduknya.

"Bisa jadi" si kakek tersenyum lalu tertawa.

"Ahh sial! ini tak mungkin! ini mustahil!" Roter bergumam dengan merasa sangat kecewa.

"Apakah itu benar, kek?" tambahnya.

"Marshall...." tegur si nenek dari dapur

"Jangan percaya itu, Roter....! kakekmu pendongeng handal....!" tambahnya.

Si kakek pun tertawa puas dapat mengerjai cucu kesayangannya.

"Kek, itu tak lucu" ucap Roter.

"Hahahaha.... Kakek ingin tahu ekspresimu. Sebenarnya mereka berdua sangat cocok, aku bangga ayahmu memiliki pasangan sejati"

"Bikin tegang saja...." Roter menggelengkan kepalanya dan kembali duduk.

"Arabell sangat mencintai ayahmu, begitu juga sebaliknya. Semenjak Royen menghilang, dia masih memikirkan ayahmu dan tak memutuskan untuk menikah lagi"

"Jadi sekarang aku tahu kenapa ibu selalu tak menjawab jika ditanya ingin menikah lagi"

"Kau benar-benar beruntung punya orang tua seperti itu. Apalagi keduanya masih saling mencintai sampai sekarang" kata si kakek.

"Lalu bagaimana dengan kehidupan kakek?"

"Heh... Cukup pahit"

"Ceritakan saja"

"Waktu masih muda dan jadi anggota Wehrmacht bagian Heer (Angkatan Darat), kakek sudah berkali-kali dikirim ke medan tempur, entah itu front timur atau front barat. Banyak rekan-rekan kakek yang tewas, tapi hanya kakek yang selamat dan kembali ke keluarga. Jadi separuh kehidupan kakek digunakan untuk bertempur. Tangan ini masih bisa merasakan berbagai macam tekstur setiap senjata"

"Apakah kakek pernah tertangkap sebelumnya?"

"Yap, kakek pernah tertangkap oleh satu kompi infanteri ke-17 Amerika Serikat, mereka juga menangkap sebagian anggota SS lalu menembaknya ditempat. Untung saja waktu itu kakek tak ditugaskan di front timur

"Memangnya ada apa dengan front timur, kek?"

"Cerita yang beredar saat perang berlangsung disana sangat menyeramkan. Banyak tentara merah Soviet yang siap merobek perutmu atau dikirimkan ke penjara Gulag. Dikatakan teriakan serangan serbu mereka cukup membuatmu kena mental"

"Bagaimana bunyi teriakannya?" Roter semakin penasaran.

"Mereka berteriak Ura! dalam bahasa Rusia artinya hore dengan cukup keras dan maju kedepan beramai-ramai melewati hujan peluru. Skalanya mirip dengan serangan banzai atau kamikaze yang dilakukan Jepang dulu" jawab si kakek

"Dulu kakek dan kawan kakek yang kebetulan adalah penembak runduk terkenal dimasanya akan dikirimkan ke Stalingrad untuk menghalau tentara Soviet dibawah pimpinan Jenderal Zhukov" tambahnya.

"Terus gimana? kakek berhasil melumpuhkan banyak dari mereka?"

"Tidak, kami berdua malah keringat dingin mendengarnya karena disana ada penembak runduk yang sangat terkenal"

"Wow.... Siapa namanya, kek?"

"Vassily Zaitsev"

"Bagaimana rupa orang itu, kek?"

"Uuuiss... Mengerikan! dia orang Soviet, penembak handal, banyak yang mati ditangannya, kalau kau dikirim kesana, huuuu... Mendengar namanya saja sudah cukup buat bikin kakek ketar-ketir setengah mati"

"Kira-kira skor kakek berapa?"

"Emmm... Kalau tak salah sekitaran 340 korban yang kakek tembak"

"Tunggu apa? sebanyak itu?"

"Yeah, kira-kira segitu"

"Lalu skornya penembak runduk dari Soviet itu berapa?"

"200-an, kakek tak tahu pasti berapa jumlahnya, tapi kakek dengar korbannya 200 lebih"

"Kalau rekan kakek gimana?"

"Rekan yang mana?"

"Rekan sniper kakek"

"Ohh Allerberger?"

"Iya" Roter pura-pura tahu.

"Heh... Dia lebih rendah dari kakek. Walaupun begitu, kami berdua masih sama seperti dahulu, sifat kekanak-kanakan tak bisa hilang dari diri kami. Kakek punya banyak kenangan manis bersamanya dimedan perang dulu. Kami masih dapat bercanda tawa walau keadaan sangat bombastis hingga tertangkap oleh tentara Amerika"

"Apa yang terjadi setelah kakek dan rekan kakek tertangkap?"

"Kami berdua dibawa ke kamp tahanan dan menetap di Perancis. Ketika pemimpin Jerman Reich ketiga bunuh diri dan pasukan Uni Soviet dari timur sudah menduduki Berlin, Jerman akhirnya kalah lalu menyerah tanpa syarat ke pasukan merah (Uni Soviet) dan Sekutu, kami di kamp tahanan masih belum dibebaskan"

"Kira-kira berapa lama kakek menetap di kamp itu?"

"Kalau tak salah.... Di bulan Februari 1945 hingga Juni 1947, berarti 3 tahun"

"Tapi pada akhirnya kakek bebas?"

"Yah, hanya 200 tawanan saja bersamaan dengan rekan kakek, Allerberger"

"Pasti cukup pedih masa-masa itu, yah"

"Pesan moral dari kisah kakek adalah, jangan sia-siakan hidup yang berharga. Ikuti kata hati dan ambilah sebuah jalan yang benar untuk menuntun dirimu ke masa depan yang cerah. Hidup hanya sekali dan tak ada orang yang bisa menjual nyawa"

"Sekarang aku paham, aku akan mengikuti arahan dari kakek"

"Bagus... Tetap berada di jalan yang lurus" kata si kakek

"Walaupun begitu, sebagai veteran perang kakek tak pernah mendapatkan keadilan dimasa sekarang setelah melayani banyak tugas negara" tambahnya.

"Yaiyalah... Kakek kan tentara Jerman, apalagi jadi negara terjahat pada masanya. Mana mungkinlah kakek bisa dapat diskon saat pergi belanja sebagai veteran, haha..."

"Tapi tiap tahun kakek merayakan hari veteran sedunia, meskipun kakek adalah bekas anggota Wehrmacht. Yang penting kakek bukan anggota Schutzstaffel" jawab kakek

"Ngomong-ngomong, Roter, apa kamu punya rencana lain" tambahnya.

"Emmm..... Mungkin pindah ke Jepang, aku punya beberapa tujuan di sana"

"Pergilah, kakek mengizinkanmu. Tapi ingat, kamu harus bisa jaga diri, jangan mudah percaya dengan warga lokalnya"

"Halah.... Mana mungkin warga lokalnya begitu"

"Kakek punya pengalaman buruk di sana"

"Itu hanya oknum, oknum, oknum dan oknum"

"Intinya jaga diri saja, lindungi ibu dan adikmu. Kakek masih tak bisa berharap Monika bisa menjaga dirinya"

"Haha.... Siap, kek! itu beres, akan ku awasi dia nanti"

"Kapan kamu berangkat?" tanya kakek.

"Entahlah, aku butuh istirahat dulu sebelum berangkat. Soal tiket itu bisa diatur"

"Hati-hati dalam perjalanan, dan jangan lupa dengan kewajiban agama" kata

"Siap...." Roter tersenyum mengacungkan jempolnya.

"Oh yah, ini ada sedikit uang, jumlahnya lumayan. Setengahnya aku berikan ke kakek dan nenek" ia mengeluarkan uang dari amplop.

"Tidak usah, Roter..... Itu uangmu, kamu bisa menabungnya untuk masa depan. Kehidupan kakek sudah terpenuhi disini"

Si kakek lalu berdiri dari tempat duduknya.

"Kakek mau kemana?" tanya Roter.

"Menemui rekan kakek"

"Ngomong-ngomong... Kamarnya ayah ada dimana?"

"Seperti biasa"

"Oke...."

Terpopuler

Comments

Fisyahr Juan Kelvin

Fisyahr Juan Kelvin

Qtar Qtir gw kira main character anak haram beneran

kakek bener"

2021-11-11

1

lihat semua
Episodes
1 EPISODE 1 - Pensiun
2 EPISODE 2 - Alien dan kafe
3 EPISODE 3 - Persiapan
4 EPISODE 4 - Berangkat
5 EPISODE 5 - Jepang
6 EPISODE 6 - Memulai kehidupan
7 EPISODE 7 - Teman lama
8 EPISODE 8 - Sebuah arti penting
9 EPISODE 9 - Kekacauan
10 EPISODE 10 - Pekerjaan
11 EPISODE 11 - Tentang kehidupan
12 EPISODE 12 - Musuh
13 EPISODE 13 - Konflik
14 EPISODE 14 - Permainan
15 EPISODE 15 - Rapat
16 EPISODE 16 - Mata-mata
17 EPISODE 17 - Great Purge
18 EPISODE 18 - Timur Tengah
19 EPISODE 19 - Eksekusi
20 EPISODE 20 - Pembahasan
21 EPISODE 21 - Licik!
22 EPISODE 22 - Kisah
23 EPISODE 23 - Penyakit
24 EPISODE 24 - Kecurigaan
25 EPISODE 25 - Kegiatan kotor
26 EPISODE 26 - Pulang
27 EPISODE 27 - Hari yang biasa
28 EPISODE 28 - Kunjungan
29 EPISODE 29 - Obrolan
30 EPISODE 30 - Seseorang
31 EPISODE 31 - Hari cerah
32 EPISODE 32 - Rumah
33 EPISODE 33 - Do Svidaniya
34 EPISODE 34 - Nostalgia
35 EPISODE 35 - Perjalanan
36 EPISODE 36 - Telah sampai
37 EPISODE 37 - Perkara sulit
38 EPISODE 38 - Sankt Petersburg
39 EPISODE 39 - Motivasi
40 EPISODE 40 - Pertemuan
41 EPISODE 41 - Veteran
42 EPISODE 42 - Aktivitas biasa
43 EPISODE 43 - Rencana
44 EPISODE 44 - Ketakutan
45 EPISODE 45 - Kesalahan
46 EPISODE 46 - Dokumen
47 EPISODE 47 - Jangan Gegabah!
48 EPISODE 48 - Masalah Besar
49 EPISODE 49 - Resolusi
50 EPISODE 50 - Awal
51 EPISODE 51 - Rutinitas
52 EPISODE 52 - Kegiatan
53 EPISODE 53 - Latihan
54 EPISODE 54 - Draft
55 EPISODE 55 - Gelagat
Episodes

Updated 55 Episodes

1
EPISODE 1 - Pensiun
2
EPISODE 2 - Alien dan kafe
3
EPISODE 3 - Persiapan
4
EPISODE 4 - Berangkat
5
EPISODE 5 - Jepang
6
EPISODE 6 - Memulai kehidupan
7
EPISODE 7 - Teman lama
8
EPISODE 8 - Sebuah arti penting
9
EPISODE 9 - Kekacauan
10
EPISODE 10 - Pekerjaan
11
EPISODE 11 - Tentang kehidupan
12
EPISODE 12 - Musuh
13
EPISODE 13 - Konflik
14
EPISODE 14 - Permainan
15
EPISODE 15 - Rapat
16
EPISODE 16 - Mata-mata
17
EPISODE 17 - Great Purge
18
EPISODE 18 - Timur Tengah
19
EPISODE 19 - Eksekusi
20
EPISODE 20 - Pembahasan
21
EPISODE 21 - Licik!
22
EPISODE 22 - Kisah
23
EPISODE 23 - Penyakit
24
EPISODE 24 - Kecurigaan
25
EPISODE 25 - Kegiatan kotor
26
EPISODE 26 - Pulang
27
EPISODE 27 - Hari yang biasa
28
EPISODE 28 - Kunjungan
29
EPISODE 29 - Obrolan
30
EPISODE 30 - Seseorang
31
EPISODE 31 - Hari cerah
32
EPISODE 32 - Rumah
33
EPISODE 33 - Do Svidaniya
34
EPISODE 34 - Nostalgia
35
EPISODE 35 - Perjalanan
36
EPISODE 36 - Telah sampai
37
EPISODE 37 - Perkara sulit
38
EPISODE 38 - Sankt Petersburg
39
EPISODE 39 - Motivasi
40
EPISODE 40 - Pertemuan
41
EPISODE 41 - Veteran
42
EPISODE 42 - Aktivitas biasa
43
EPISODE 43 - Rencana
44
EPISODE 44 - Ketakutan
45
EPISODE 45 - Kesalahan
46
EPISODE 46 - Dokumen
47
EPISODE 47 - Jangan Gegabah!
48
EPISODE 48 - Masalah Besar
49
EPISODE 49 - Resolusi
50
EPISODE 50 - Awal
51
EPISODE 51 - Rutinitas
52
EPISODE 52 - Kegiatan
53
EPISODE 53 - Latihan
54
EPISODE 54 - Draft
55
EPISODE 55 - Gelagat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!