EPISODE 11 - Tentang kehidupan

Dua hari kemudian, Roter kini telah sampai di Bandara Internasional Jerman setelah sekian lama menunggu untuk menginjakkan kakinya kembali di negara tercinta. Disana ia dijemput oleh kakeknya yang sudah menunggu hampir 30 menit disana.

"Haaah.... Sampai juga akhirnya disini" ucap Roter.

"Bagaimana perjalananmu, nak? apakah lancar?" tanya si kakek.

"Lancar, tak ada kendala, hanya saja transitnya lama sekali"

"Ya sudah, ayo masukkan barang-barangmu ke bagasi mobil, ada sebuah kejutan dirumah"

"Kejutan apa, kek?"

"Ada lah.... Kamu lihat saja nanti"

"Okeh...." Roter kemudian memasukkannya kedalam sembari dibantu oleh kakeknya.

"Kakek, boleh aku menyetir mobilnya?" tanya Roter.

"Silahkan"

"Baik, kek..."

Roter dan si kakek pun akhirnya pergi meninggalkan bandara internasional tersebut. Beberapa menit kemudian, mereka berdua kini telah sampai dirumah setelah menempuh jarak yang cukup jauh.

"Ahhh... Sampai juga" ucap Roter.

"Ayo angkat semua barang-barangmu" kata si kakek.

"Oh, baik, kek...."

Disela-sela mengeluarkan barang bawaannya, Daniel datang menghampiri dan menyapanya.

"Roter? itu kau?"

"Ahh, Daniel..." mereka berdua berjabat tangan.

"Kakek Marshall, bagaimana kabar Anda?"

"Baik-baik saja"

"Roter, kakek masuk kedalam dulu, yah, kalau butuh bantuan panggil saja kakek" tambahnya.

"Iya, kek...."

"Yo, kenapa kembali lagi? bukannya keputusanmu sudah bulat buat pindah ke Jepang?" tanya Daniel.

"Ada masalah dengan pekerjaan disini, jadi aku harus kembali"

"Bukannya kau sudah meningggalkan tugas kemiliteran?"

"Ini tentang masalah bisnis, kau tahu? peninggalan ayahku"

"Apa peninggalan ayahmu? apakah berupa uang yang banyak? hehehe...."

"Aku tak mau memberitahukannya, intinya bisnis, yaaa.... Semacam bekerja di perusahaan atau lain-lainnya"

"Ohhh, rupanya begitu"

"Ngomong-ngomong lagi apa disini? bolos kerja kah?" tanya Roter.

"Aku hanya ingin mengambil barang yang tertinggal di rumah, lagi pula hari ini pelanggan sedikit, jadi kami punya waktu bebas"

"Kira-kira bagaimana hubunganmu dengan Stefanie?"

"Yo, kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanya balik Daniel.

"Aku penasaran, bagaimana hubungan kalian sekarang?"

"Emmm.... Lumayan baik, aku ingin lihat seberapa jauh hubungan kami akan bertahan"

"Sini ku beritahu. Satu-satunya cara agar hubungan kalian langgeng adalah dengan peka terhadap satu sama lain, jika tidak yaa akan renggang dan putus" kata Roter.

"Satu hal lagi, jika Stefanie sering meminta ini dan itu padamu sebaiknya akhiri hubungan tersebut, karena tak baik untuk mental dan dirimu sendiri" tambahnya.

"Dapat dipahami, terima kasih"

"Oh yah, Roter, kira-kira berapa lama kau akan disini?" tambahnya.

"Entah, mungkin seminggu atau dua minggu, bosan juga di Jepang, tak ada pekerjaan hanya diam dirumah memandangi TV atau bermain konsol game"

"Jika kau punya waktu, bagaimana kita jalan-jalan menikmati malam di kota ini? akan ku ajak Herold dan Stefanie"

"Hmmm... Ide yang bagus, Herold mungkin tak akan menyendiri dan diam dirumah terus kalau kita mengajaknya"

"Akan ku beritahu kapan kita akan pergi nanti"

"Sip..."

"Butuh bantuan buat angkat barang-barang ini?" tanya Daniel.

"Tidak, terima kasih"

"Kalau begitu, aku lanjut jalan dulu"

"Iya, hati-hati...."

Daniel pun pergi dari sana. Roter mengangkat barang-barang bawaannya kedalam rumah.

Berada disana, ia melihat seorang perempuan cantik dengan rambut pirang diikat kebelakang dan tengah duduk santai di sofa. Perempuan itu sedang menikmati acara televisi sambil meminum sekaleng bir ditangannya. Yang mana perempuan tersebut merupakan anak ketiga dari si kakek.

"Roter?"

"Iya?"

"Kamu Roter?"

"Iya, aku Roter"

"Wahh... Sudah besar rupanya, terakhir kali lihat masih kelas satu 1 SMP"

"Tante Marlene? lama tak kelihatan"

"Bagaimana kabarmu? sehat?"

"Sehat, kalau tante?"

"Sehat juga"

"Kamu habis darimana banyak bawa barang-barang begitu" tambahnya.

"Habis dari Jepang, tante, hehehe..." Roter duduk disebelah tantenya.

"Apa? Jepang? wahh... Tante ingin sekali kesana"

"Iya, aku pindah kesana"

"Ohh.... Begitu, pasti enak yah disana"

"Memang enak, tapi ada plus dan minusnya"

"Ngomong-ngomong, sekarang kerja apa, Roter?" tanya tante.

"Jadi tentara, cuma aku sudah berhenti"

"Kenapa berhenti? bukannya jadi anggota militer itu keren? bahkan jadi identitas keluarga kita"

"Ini gara-gara peninggalan ayah, yaa mau tak mau aku harus mengurusnya"

"Peninggalannya Royen? Hmmm... Apa saja?"

"Semacam bisnis, karena sedang ada masalah jadi aku harus memutuskan untuk kembali kesini"

"Ohh begitu, mau ini?" si tante menawarkan sekaleng bir pada Roter.

"Tidak, terima kasih..."

"Oh yah, gimana kabarnya Arabell, ibumu?"

"Baik-baik saja, tante, dia belum ada keputusan atau rencana untuk kembali ke Jerman"

"Ohh gitu... Kalau kabarnya Royen? apakah sudah ditemukan?"

"Belum, aku belum dapat kabar dari pihak kepolisian Jerman. Kasusnya akan segera ditutup"

"Ditutup? kenapa bisa?"

"Jadi gini, tante, menurut mereka kasus ini sangat sulit bahkan tak ditemukannya petunjuk yang jelas atau saksi mata yang melihat. Ada yang menduga bahwa adanya hal-hal yang terkait dengan supranatural atau semacamnya, meskipun begitu aku tak pernah percaya pada dugaan itu, jaman sekarang masih aja percaya tahayul, primitif sekali"

"Sayang disayangkan sekali, tante rindu sekali dengan Royen"

"Aku masih tak tahu pasti apakah ia masih hidup atau tidak"

"Sebaiknya kita mengikhlaskan kepergiannya, mungkin ini adalah takdirnya. Jika ia tak hilang, mungkin tante bisa memeluknya seperti dulu. Haaaah.... Banyak kenangan indah, dia adalah kakak sekaligus orang yang baik dan suka membantu siapa saja"

"Tante benar, bersedih tak ada gunanya"

"Bicara soal Royen, tante penasaran dengan Monika, adikmu, bagaimana dia sekarang?"

"Uiisss.... Sudah besar, makin ngeselin pula, haha...."

"Oh yaah? Sekarang dia kelas berapa?"

"Emmm... Kalau tak salah kelas 1 SMA"

"Wahh... Kalian berdua cepat sekali tumbuhnya, tak terasa kini sudah besar bahkan bertahun-tahun" jawab si tante.

"Aku masih punya foto Monika waktu dia masih kecil dan foto kami sekeluarga" Roter menunjukkan foto tersebut menggunakan ponsel.

"Yang ini baru lahir, antara Jerman atau Jepang, soalnya aku agak lupa" tambahnya.

"Jepang, Monika lahir di Jepang" sahut si kakek.

"Beneran, kek?" tanya Roter.

"Iya, kakek dulu pernah kesana, masa tak ingat?'

"Hehehe.... Udah lama kejadiannya sih, kek, jadi agak lupa"

"Nah, yang ini waktu dia masih balita, kira-kira umur 3 tahun. Kalau yang ini ketika dia baru masuk sekolah di Taman Kanak-kanak" tambahnya.

"Monika imut sekali, jadi gemes..."

"Dulu imut, sekarang makin ngeselin"

"Benarkah?"

"Iya, aku suruh buat bersihkan rumah malasnya bukan main, suka diam dikamar terus jarang ada keluar buat bertemu temannya, tante..."

"Biasalah itu... Nanti sadar sendiri kok, kalau masih tak sadar pukul saja, hahaha..."

"Kalau ayah ada disana, mungkin bakal lain lagi ceritanya pasti sudah sengsara dia"

"Nanti bakalan sadar sendiri itu, tenang saja Roter"

"Oh yah, tante... Mumpung lagi ada disini, boleh aku minta sesuatu? hehehe...." tanya Roter.

"Minta apa?"

"Halah... Masa tak tahu? padahal waktu kecil aku sering dikasih"

"Apa?"

"Anu.... Itu.... Hehehe"

"Ya apa?"

"Uang, hehehe... Kan tante lama tak kelihatan apalagi ketemu, jadi boleh lah aku minta uang sama tante, sebagai bentuk sambutan hehehe..."

"Kau kan sudah besar, sudah kerja sama bisa cari uang, kenapa harus minta tante lagi?"

"Yaa kan aku juga ingin merasakan sensasi diberi uang, sudah lama tak merasakannya"

"Nih, 50 Euro" si tante memberikannya.

"50? kurang ini, lebih dikit lah, hehe..."

"Itu sudah banyak, lagian mau buat apa banyak-banyak? kan uangmu ada"

"Buat ditabung saja"

"Nih, 100"

"Kurang, tante, hehehe..."

"Tante tanya, mau buat apa?"

"Yaa ditabung saja, siapa tahu ditubuhkan aku tak perlu gesek-gesek kartu kredit lagi, hehe..."

Si tante menggelengkan kepalanya, ia kemudian memberikan selembar uang lagi dengan nominal 100 pada Roter.

"Nih, gimana? sudah cukup?"

"Sudah, makasih tante, hehehe...."

"Tante gak habis pikir, uangmu banyak tapi malah minta sama tante"

"Ngomong-ngomong sekarang tante tinggal dimana?" tanya Roter.

"Di Kota Paris, Perancis, lumayanlah buat penghasilan tante"

"Ouhh... Kira-kira tante kerja dimana?"

"Emmm.... Di kedutaan besar Jerman di Perancis. Mumpung dapat jatah liburan, tante putuskan untuk pulang"

"Perancis?"

"Iya..."

"Wahh.... Enaknya"

"Oh jelas, bisa lihat menara Eiffel tiap hari, haha..."

"Tak ada tujuan buat jadi militer kah, tante?"

"Tante rasa.... Tante tak cocok jadi militer, sebenarnya tante juga ingin jadi tentara, tapi takdir berkata lain, mau gak mau tante kuliah di Nürnberg sesuai saran dari nenek"

"Hanya Royen dan Rex saja yang jadi tentara buat lanjutin jejaknya kakek dan mengabdi pada negara. Tapi Rex memilih berhenti ketika berada diposisi perwira, sedangkan Royen berhenti diposisi Jenderal, padahal gaji jenderal cukup besar" tambahnya.

"Aku sekarang jadi tahu"

"Ngomong-ngomong, Roter, kau sudah punya pacar?"

"Belum, kenapa?"

"Yo, masa kau kalah dengan ayah dan ibumu? mereka berdua sudah saling jatuh cinta sejak SMA, kencan, bersenang-senang, piknik, liburan, dan berduaan bersama. Bahkan tak ragu untuk memperlihatkan sikap romantisnya dihadapan kakek dan nenek"

"Tante serius?"

"Yap, tante melihatnya dengan kepala dan mata tante sendiri"

"Apa tante punya rahasia tentang mereka berdua?"

Si tante melihat kesana dan kemari memperhatikan kondisi sekitarnya.

"Tante pernah lihat Royen dan Arabell berhubungan intim dikamar, mereka berdua tampak menikmatinya dan semakin cinta satu sama lain. Tante masih bisa mendengar suara desah mereka berdua waktu itu"

"Mungkin waktu itu sudah menikah"

"Tidak, ini ketika mereka masih duduk dibangku SMA"

"Tunggu, apa!?" Roter terkejut hingga berdiri dari tempat duduknya.

"Tante pasti bohong kan?" tambahnya.

"Tak percaya? tanya ibumu, kalau dia hanya diam berarti malu dan pernah melakukannya"

"Tak mungkin, ini tak mungkin, kenapa mereka melakukan hal berdosa itu! ah tidak, hatiku!" Roter semakin tak percaya dengan cerita tersebut.

"Marlene....." tegur si kakek dari ruangan yang berbeda.

"Prank! (Kena tipu!)" ucap si tante.

"Scheiße! (Sial!)"

"Hahaha.... Tante ingin lihat bagaimana reaksimu"

"Kemarin ditipu kakek sekarang tante, nanti siapa lagi? nenek?" Roter kembali duduk.

"Santai aja, Roter.... Tak perlu marah, hehe..." si tante memegang kepalanya Roter dan mengusapnya.

"Haaah.... Makin hari makin besar saja kamu, Monika juga. Jika Royen tak hilang mungkin dia bangga punya anak seperti kalian berdua, yaaa walaupun punya sikap sombong dari ayahnya" tambahnya.

"Ahh... Enaknya.... Usap terus, tante, sudah lama tak seperti ini, rasanya seperti melayang di angkasa, aahh..."

"Capek datang kesini?" tanya tante.

"Oh jelas sekali. Didalam pesawat tadi tak nyaman, ditambah lagi ada bayi yang menangis bahkan aku tak bisa tidur nyenyak, lengkap sudah penderitaan"

"Ayo baring disini" si tante membaringkan kepalanya Roter diatas pangkuannya.

"Bagaimana? apa sudah merasa nyaman?" tambahnya.

"Apakah ini tak apa-apa, tante?"

"Tidak apa-apa, nikmati saja.... Dulu waktu kecil kamu sering tidur dipangkuannya tante, sekarang kamu sudah besar bahkan jarang ketemu. Tante jadi rindu sekaligus nostalgia" ia mengusap kepalanya dengan lembut.

"Ngomong-ngomong, apa tante sudah menikah?" tanya Roter.

"Belum, kenapa? kamu ingin menikahi tante?"

"Emmm.... Bukannya didalam agama tak boleh menikahi bibi atau tante?"

"Hahaha... Tante hanya bercanda"

"Ku kira tante sudah menikah, masa kalah dengan Paman Rex dan ayahku?"

"Yaa kan tante fokus kerja, cari uang buat kebutuhan, jalan hidup tante masih panjang, urusan jodoh belakangan"

"Berarti aku juga sama"

"Tapi tante lihat anak-anak muda sekarang seumuran denganmu sudah mulai banyak yang pacaran, apa kamu tak tertarik mencobanya? siapa tahu bisa jadi jodohmu"

"Tidak, berpacaran sama saja menyiksa diri sendiri. Buat apa kencan kesana kemari, jalan sana sini, saling romantis, dan bahkan berhubungan kelamin kalau akhirnya sudah pasti akan putus?"

"Yea.... Sepertinya kamu punya pemikiran yang luas" si tante tersenyum.

"Aku tak habis pikir sama orang-orang yang mau mengeluarkan semua uangnya buat si pacar, derajat mereka lebih rendah dari hewan"

"Tapi ayah dan ibumu berpacaran, bahkan bisa menikah dan dikaruniai anak yakni kamu dan Monika"

"Mungkin sudah jodohnya, bisa jadi itu adalah rencana Tuhan, yaa siapa yang tahu?" kata Roter.

"Ngomong-ngomong, sampai kapan tante ada disini?" tambahnya.

"Tante tak tahu, mungkin 2 atau 3 minggu, tante punya banyak waktu"

"Enaknya...."

"Lalu bagaimana denganmu, Roter?"

"Palingan aku hanya 1 minggu disini. Setelah urusan masalah peninggalan ayah selesai, aku akan kembali ke Jepang"

"Tapi kalau kau punya pekerjaan disini? kenapa kau harus pindah ke Jepang?"

"Peninggalannya ayah ada banyak, dia punya beberapa perusahaan dan yayasan serta semuanya diurus didalam suatu organisasi. Sebagian besar produk yang ada didunia dihasilkan dari perusahaan dan pabriknya"

"Benarkah? tante tak pernah tahu jika Royen punya banyak perusahaan, tante hanya tahu dia adalah seorang Jenderal Lapangan saja"

"Sebenarnya dia mulai berbisnis sejak lulus dari akademi militer, bersama dengan rekannya yakni Havontz yang bukan berasal dari kalangan militer. Mereka berdua mulai membangun banyak perusahaan dan yayasan lalu dikelola dalam satu organisasi. Cukup sulit untuk mengetahui informasi tentang organisasinya, meskipun tante mencarinya ke lautan dalam internet"

"Tak sangka Royen punya keahlian dalam berbisnis, tante makin bangga dengannya"

"Jadi ayahku bekerja di dua tempat yang berbeda sekaligus merahasiakan identitas sebagai pemimpin organisasi tersebut dan dibantu oleh rekannya tadi, sekarang aku telah menjadi pemimpin disana dan mau tak mau melepaskan jabatanku sebagai militer"

"Haaaah.... Padahal pangkatku waktu itu Kolonel" tambahnya, menghela napas kecewa.

"Tak usah dipikirkan, Roter sayang..... Kalau itu adalah pilihanmu lakukanlah, sesungguhnya akan ada akhir yang indah. Kamu harus banyak-banyak beribadah dan berdoa agar dimudahkan segala urusan, sekarang makin banyak orang yang tak beragama dan putus ditengah-tengah jalan kehidupan karena tak punya tujuan, tante tidak mau kamu jadi seperti itu...."

"Baik, tante, aku akan mengingat nasihat dari tante"

"Anak pintar....."

.

.

.

Disisi yang berbeda.....

.

.

.

Dreimann dan Albert sedang berjalan menuruni tangga bawah tanah. Mereka berdua berniat mendatangi penjara dan melakukan interogasi terhadap Zhurovski yang masih belum buka suara terkait dari mana asalnya. Dengan sebuah tongkat bisbol ditangan Dreimann, ia sangat yakin bahwa akan dapat mendapat informasi darinya.

Melewati sel-sel tahanan yang lain, para anggota Zhurovski ketar-ketir melihat kedatangan Dreimann dan Albert. Mereka benar-benar ketakutan berharap tak berhenti didepan sel tahanannya, mereka juga tak berani menatap kedua orang tersebut. Setelah melewatinya, Dreimann dan Albert akhirnya sampai pada penjara khusus untuk Zhurovski

"Dreimann, cobalah untuk lebih lembut menginterogasinya, dia manusia sama seperti kita" kata Albert.

"Itu tak perlu, dia adalah penjahat kelas kakap yang pantas untuk mendapatkan siksaan karena telah mencari gara-gara dengan Teramiter. Semakin dia tak buka suara, semakin pedih siksaannya"

"Haaah... Ku harap kau mulai sadar terhadap dirimu, kawan"

"Tak perlu dikhawatirkan, Albert, aku sudah sadar dan aku tahu ini sangat benar untuk dilakukan"

Teng, Teng, Teng!!

Dreimann memukuli jeruji besi tahanan itu membangunkan Zhurovski yang tengah tertidur

"Bangun, pemalas! kami punya kejutan untukmu" ucapnya. Albert kemudian membuka pintu sel tahanannya.

"Hari yang hancur" kata Zhurovski dengan perlahan.

"Lihat apa kami bawa sekarang, sebuah tongkat bisbol bernama Leuxy yang akan mencium tubuhmu dengan ditemani sebuah...."

"Albert, berikan benda itu" lanjutnya.

"Ini"

"Sebuah Taser Gun, yang mana ini adalah partner dari Leuxy dan akan bisa membuatmu membuka suara agar kau dapat mmemberikan informasi" ucap Dreimann pada Zhurovski.

"Jika kau sampai tak buka suara, aku akan menggunakan benda ini" tambahnya, mengeluarkan pistol sungguhan menakut-nakuti Zhurovski.

"Dreimann, hentikan!" tegur Albert.

Dreimann tak memperdulikannya, ia maju kedepan mendekati Zhurovski yang penuh lebam bekas siksaan yang lalu.

"Kemarin kami mendapatkan sedikit informasi bahwa kau adalah bagian dari Herovenraft"

"Sekarang beri tahu dari mana asalnya?" tambahnya.

Zhurovski memilih untuk diam menundukkan kepalanya dengan tatapan yang sinis.

"Hey! jawab pertanyaanku!"

Zhurovski tetap diam

"Kau tak mau menjawab? kau ini ingin mencari mati?"

Ia tetap diam seolah-olah tak ada sesuatu hal didepannya.

"Aku sudah berbaik hati tak menyiksamu kemarin, dan kau malah makin menjadi-jadi"

Lagi-lagi Zhurovski masih tetap berada pada keteguhannya untuk diam.

"Dengar sini, keparat, jika kau buka suara, aku akan berhenti menyiksamu dan memberimu banyak makanan, juga dibebaskan dari sel tahanan ini" Dreimann menatap wajah Zhurovski lebih dekat.

"Aku sudah berbaik hati memberikanmu kesempatan ini, kawan, kemarin dengan perasaan iba aku tak menyiksamu, jadi sekarang jawablah...."

Sadar bahwa itu adalah jebakan, Zhurovski enggan memilih tawaran yang menggiurkan tersebut.

"Aku lebih baik mati, daripada harus hidup dalam kenikmatan sementara anak-anak buahku kelaparan" jawabnya.

"Dasar Sialan!" umpat Dreimann.

BUKK! BUKK! BUKK!

Ia melayangkan beberapa pukulan dan tendangan pada Zhurovski sekaligus memaksanya untuk buka suara.

"Dreimann, hentikan! tak perlu seperti itu!" Albert menariknya.

"Hey! dia yang memulai perlawanan pada kita seharusnya dia mendapatkan konsekuensi Teramiter!"

"Aku tahu, tapi dia manusia tak baik memperlakukan seperti itu, apakah kau tak tahu rasanya jika dibegitukan?"

"Albert, aku yang berkuasa disini, jadi aku bebas untuk melakukan apapun terhadapnya, kau tak punya wewenang penuh disini. Bahkan Roter berani melakukan hal keji seperti ini"

"Dia melakukannya karena ada suatu alasan"

"Jika dia boleh, berarti aku juga boleh, aku punya alasan dalam melakukannya"

"Memangnya apa alasanmu?"

"Orang sialan ini pernah hampir membuatku terbunuh semasa SMA, bahkan aku terus-terusan diintimidasi olehnya, apakah kau tak tahu bagaimana rasanya?"

"Itu hanyalah masa lampau, Dreimann, sebaiknya saling memaafkan saja, dendam hanya akan membuat dirimu menjadi gila. Apakah begini didikan dari Havontz?"

BUK!!

Dreimann memukul perutnya Albert dengan tongkat bisbol hingga terjatuh.

"Kau tak pernah tahu bagaimana kehidupanku disekolah, kau tak pernah tahu bagaimana kehidupanku dirumah, dan kau tak akan pernah tahu bagaimana masa kecilku dulu. Aku tak akan pernah memaafkan orang keparat ini, dia sudah menghina keluargaku bahkan adikku dulunya sampai trauma dibuatnya" ucapnya. Dreimann kemudian membantu Albert berdiri.

"Jika tak ada larangan untuk membunuh tahanan, aku pasti akan membunuhnya sekarang juga, beserta anggotanya" tambahnya.

Ia kemudian menggunakan Taser Gun untuk menyetrum Zhurovski hingga membuatnya berteriak kesakitan.

"Dimana Herovenraft berada, hah? dimana? semakin kau tak buka suara, semakin tinggi tegangan listriknya, haha!".

"A-aku arggh! tak akan me-memberitahukannya argghh!" Zhurovski mencoba menahan sakit.

BUK!! BUK!!

Dreimann memukulnya dengan sangat keras pada bagian punggungnya.

Disela-sela itu, Erika dan perempuan dibelakangnya datang turun menuruni tangga menghampiri Dreimann dan Albert yang sedang tengah menginterogasi Zhurovski.

"Erika datang" ucap Albert. Dreimann pun kemudian menghentikan aktivitas menyiksanya.

"Bagaimana hari ini, Dreimann? apakah ada informasi?" tanya Erika, menghampirinya.

"Belum, dia belum masih buka suara, sepertinya kita perlu siksaan yang lebih besar seperti siksa neraka"

"Dia terlalu kejam menginterogasinya, aku tak tahan melihat Zhurovski dipukul seperti itu, bahkan aku juga dipukul dengannya! bukankah dia manusia sama seperti kita? harusnya kita bersikap baik!" kata Albert.

"Hey, kau tak akan pernah tahu bagaimana pahitnya hidupku dulu, tiap-tiap hari orang keparat ini datang mengacau denganku, sekarang dia telah mendapat akibatnya" jawab Dreimann.

"Tapi alangkah baiknya memaafkan, itu hanya masa lalu, Dreimann! masa lalu! kenapa harus diungkit lagi? biarkanlah berlalu..."

Dreimann kemudian mengeluarkan pistol sungguhan dan menodongkannya kearah Albert. Orang-orang yang ada disana langsung tegang.

"Jika kau dibegitukan, mungkin kau akan merasa sama sepertiku, yang mana akan teringat sepanjang hidup" ucapnya.

"Dreimann, hentikan!" kata Erika.

"Iya, tolong hentikan.... Tak elok bermusuhan hanya karena tahanan, kita sama-sama Teramiter. Tak peduli dari aliran Royen atau Havontz, kita tetap Teramiter" sambung perempuan dibelakangnya.

"Dia benar, bermusuhan tidak bagus"

"Mungkin kali ini kau selamat, Albert, dan kau juga Zhurovski" ucap Dreimann.

"A-aku minta maaf atas yang tadi, aku benar-benar minta maaf" Albert merasa bersalah dan mengulurkan tangannya sebagai permintaan maaf.

"Aku juga minta maaf, emosi ku tak bisa dikontrol penuh, ini penyebab dari masa lalu" mereka berdua pun saling memaafkan.

"Nah... Begitukan bagus dilihat" kata Erika.

"Irina, berikan makanannya" tambahnya.

"Siap!"

Perempuan dibelakangnya Erika pun masuk kedalam sel Zhurovski memberikan makanannya kepadanya.

"Dimakan sampai habis, yah...." Irina memberikannya dengan lembut.

"Te-terima kasih ba-banyak" jawab Zhurovski. Ia langsung memakannya.

"Bisa dimakan sendiri? kalau tak bisa, saya bisa menyuapimu"

"Ti-tidak, terima kasih, sa-saya masih bisa makan se-sendiri"

"Pelan-pelan saja yah makannya...."

"I-iya..."

"Kalian ingin dia buka suara?" seorang pria datang kemari menghampiri mereka.

"Lennox? sedang apa disini?" tanya Erika.

"Aku dengar kalian masih kesulitan mendapatkan informasi tentang Herovenraft dari Zhurovski, aku punya solusinya"

"Apa solusinya?" tanya Dreimann.

"Bagaimana kita kirim saja intel ke seluruh dunia untuk mendapatkan informasi keberadaannya. Jika cara pertama dinilai tak efektif, kita bisa mengurung Zhurovski pada ruang isolasi. Yang mana lama-lama akan membuatnya stress hingga berujung tak waras, kesempatan itu akan kita gunakan untuk mendapatkan informasi tentang Herovenraft, tapi butuh waktu yang lama. Bagaimana? apakah tertarik?"

"Hmmm.... Sepertinya menarik, untuk mendapatkan informasi yang maksimal sebaiknya kita mengirimkan intelijen ke seluruh bumi ini"

"Bagaimana dengan Anda, Nona Erika?"

"Saya juga merasa demikian, mungkin akan berhasil dan meminimalisir terjadinya siksaan pada Zhurovski"

"Lalu bagaimana dengan Anda, Tuan Albert?"

"Jika nanti Zhurovski menjadi tak waras atau gila, apakah ia dapat disembuhkan? dia manusia sama seperti kita"

"Jangan khawatir, tuan, saya jamin ia dapat dipulihkan. Kira-kira 85 persen, itu artinya Zhurovski punya peluang besar untuk sembuh"

"Saya setuju dengan itu, untuk mendapat informasi tentang Herovenraft saya akan membantu, asal Zhurovski baik-baik saja"

"Ohh... Kalau itu aku bisa mengurusnya selama dia diisolasi" kata Dreimann.

"Tidak, biar Irina saja yang merawat Zhurovski nanti"

"Hahaha.... Ternyata kau peduli juga dengan keparat itu"

"Baiklah.... Kapan kita akan mulai rencananya?" tanya Lennox.

"Bagaimana minggu depan?" tanya Erika.

"Jangan, jangan minggu depan, itu terlalu lama" jawab Albert.

"Herovenraft bisa datang kembali untuk menyerang Teramiter dan menyelamatkan Zhurovski, itu artinya sama saja kita membiarkan musuh mengobrak-abrik tempat ini" sambung Dreimann.

"Itu benar, dan Roter pasti akan marah besar"

"Jadi bagaimana? kalian ingin dia diisolasi kapan?" tanya Lennox.

"Tiga hari dari sekarang" kata Dreimann.

"Aku setuju"

"Jadi sepakat tiga hari kemudian dia akan diisolasi?" tanya Erika.

"Yeah!" jawab Albert dan Dreimann.

"Baiklah, aku akan mempersiapkan anggota intelijen malam nanti" Lennox kemudian berbalik badan dan meninggalkan mereka.

Dreimann kemudian masuk kedalam sel tahanan Zhurovski dan memukulnya dua kali.

"Ini adalah pukulan terakhir! beruntung kau dapat bebas dariku juga benda ini, sampai jumpa dasar keparat!" Dreimann kemudian keluar dan meninggalkan penjara bawah tanah.

"Bersenang-senanglah diruang isolasi nanti, hahaha!" tambahnya.

"Apa memang begitu sikapnya?" tanya Albert pada Erika.

"Yups, dia temperamen dan emosinya susah dikontrol, mungkin ada kaitannya dengan masa lalu"

"Yang sabar, yah... Dreimann selalu begitu, kamu harus kuat dan jangan menyerah" Irina menyemangati Zhurovski.

"Te-terima kasih ba-banyak...."

"Sama-sama...."

Episodes
1 EPISODE 1 - Pensiun
2 EPISODE 2 - Alien dan kafe
3 EPISODE 3 - Persiapan
4 EPISODE 4 - Berangkat
5 EPISODE 5 - Jepang
6 EPISODE 6 - Memulai kehidupan
7 EPISODE 7 - Teman lama
8 EPISODE 8 - Sebuah arti penting
9 EPISODE 9 - Kekacauan
10 EPISODE 10 - Pekerjaan
11 EPISODE 11 - Tentang kehidupan
12 EPISODE 12 - Musuh
13 EPISODE 13 - Konflik
14 EPISODE 14 - Permainan
15 EPISODE 15 - Rapat
16 EPISODE 16 - Mata-mata
17 EPISODE 17 - Great Purge
18 EPISODE 18 - Timur Tengah
19 EPISODE 19 - Eksekusi
20 EPISODE 20 - Pembahasan
21 EPISODE 21 - Licik!
22 EPISODE 22 - Kisah
23 EPISODE 23 - Penyakit
24 EPISODE 24 - Kecurigaan
25 EPISODE 25 - Kegiatan kotor
26 EPISODE 26 - Pulang
27 EPISODE 27 - Hari yang biasa
28 EPISODE 28 - Kunjungan
29 EPISODE 29 - Obrolan
30 EPISODE 30 - Seseorang
31 EPISODE 31 - Hari cerah
32 EPISODE 32 - Rumah
33 EPISODE 33 - Do Svidaniya
34 EPISODE 34 - Nostalgia
35 EPISODE 35 - Perjalanan
36 EPISODE 36 - Telah sampai
37 EPISODE 37 - Perkara sulit
38 EPISODE 38 - Sankt Petersburg
39 EPISODE 39 - Motivasi
40 EPISODE 40 - Pertemuan
41 EPISODE 41 - Veteran
42 EPISODE 42 - Aktivitas biasa
43 EPISODE 43 - Rencana
44 EPISODE 44 - Ketakutan
45 EPISODE 45 - Kesalahan
46 EPISODE 46 - Dokumen
47 EPISODE 47 - Jangan Gegabah!
48 EPISODE 48 - Masalah Besar
49 EPISODE 49 - Resolusi
50 EPISODE 50 - Awal
51 EPISODE 51 - Rutinitas
52 EPISODE 52 - Kegiatan
53 EPISODE 53 - Latihan
54 EPISODE 54 - Draft
55 EPISODE 55 - Gelagat
Episodes

Updated 55 Episodes

1
EPISODE 1 - Pensiun
2
EPISODE 2 - Alien dan kafe
3
EPISODE 3 - Persiapan
4
EPISODE 4 - Berangkat
5
EPISODE 5 - Jepang
6
EPISODE 6 - Memulai kehidupan
7
EPISODE 7 - Teman lama
8
EPISODE 8 - Sebuah arti penting
9
EPISODE 9 - Kekacauan
10
EPISODE 10 - Pekerjaan
11
EPISODE 11 - Tentang kehidupan
12
EPISODE 12 - Musuh
13
EPISODE 13 - Konflik
14
EPISODE 14 - Permainan
15
EPISODE 15 - Rapat
16
EPISODE 16 - Mata-mata
17
EPISODE 17 - Great Purge
18
EPISODE 18 - Timur Tengah
19
EPISODE 19 - Eksekusi
20
EPISODE 20 - Pembahasan
21
EPISODE 21 - Licik!
22
EPISODE 22 - Kisah
23
EPISODE 23 - Penyakit
24
EPISODE 24 - Kecurigaan
25
EPISODE 25 - Kegiatan kotor
26
EPISODE 26 - Pulang
27
EPISODE 27 - Hari yang biasa
28
EPISODE 28 - Kunjungan
29
EPISODE 29 - Obrolan
30
EPISODE 30 - Seseorang
31
EPISODE 31 - Hari cerah
32
EPISODE 32 - Rumah
33
EPISODE 33 - Do Svidaniya
34
EPISODE 34 - Nostalgia
35
EPISODE 35 - Perjalanan
36
EPISODE 36 - Telah sampai
37
EPISODE 37 - Perkara sulit
38
EPISODE 38 - Sankt Petersburg
39
EPISODE 39 - Motivasi
40
EPISODE 40 - Pertemuan
41
EPISODE 41 - Veteran
42
EPISODE 42 - Aktivitas biasa
43
EPISODE 43 - Rencana
44
EPISODE 44 - Ketakutan
45
EPISODE 45 - Kesalahan
46
EPISODE 46 - Dokumen
47
EPISODE 47 - Jangan Gegabah!
48
EPISODE 48 - Masalah Besar
49
EPISODE 49 - Resolusi
50
EPISODE 50 - Awal
51
EPISODE 51 - Rutinitas
52
EPISODE 52 - Kegiatan
53
EPISODE 53 - Latihan
54
EPISODE 54 - Draft
55
EPISODE 55 - Gelagat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!