EPISODE 5 - Jepang

Kantor Kuromogramo bagian Jepang.

"Saya tak peduli! Havontz sudah tak memimpin Teramiter lagi! itu artinya Roter bukanlah suatu ancaman bagi kita! dia hanya pindah untuk tinggal bersama ibunya!" ayahnya Reiko tampak marah menelepon seseorang.

"Saya paham maksud Anda, tuan... Roter adalah putra dari Royen, dia mungkin punya sifat licik seperti ayahnya. Sebaiknya tetap waspada saja, tuan..." pemimpin dari Kuromogramo bagian Amerika memperingatinya.

"Apa yang kalian takutkan dengan Royen dan Roter? apa yang membuat kalian takut? apakah dunia akan meledak ditangan mereka berdua, hah?"

"Saya tak bermaksud jahat, tuan... Tapi kita harus waspada terhadapnya. Saya tak mau jika Teramiter menyerang Kuromogramo di sana"

"Heh, Royen berteman dengan baik dengan saya kecuali Havontz"

"Yeah, Royen hanya memanfaatkan Anda untuk dapat menguras sumber daya yang ada di Kuromogramo Jepang"

Mendengar jawaban dari pemimpin Kuromogramo bagian Amerika itu, ayahnya Reiko tampak sangat marah.

"Dengar sini, dasar sialan. Jika aku melihat wajahmu secara langsung, aku tak akan segan-segan memukulmu hingga tewas! jangan pernah mengatakan hal yang buruk pada teman baik saya!" ucapnya.

"Saya tahu kalian tak suka berteman dengan rival kita. Apalagi aib kalian adalah memusuhi sesama Kuromogramo sendiri, yakni Kuromogramo bagian Rusia. Saya bisa saja menyebarkan aib ini hingga menyebar sampai ke telinga Vandorgraund dan berakhir dengan persaingan ketat yang bisa saja dapat dimenangkan oleh Vandorgraund" tambahnya, mengancam pemimpin Kuromogramo bagian Amerika itu.

"Jika sampai itu terjadi, saya tidak akan ikut campur masalah tersebut walaupun kalian mengancam kami disini. Lebih baik saya meningkatkan kinerja Kuromogramo daripada terjerumus kedalam permainan kalian. Nyata kalian itu lebih licik dari Havontz ataupun Royen" tambahnya lagi.

Ayahnya Reiko lalu mematikan saluran teleponnya dan mengakhiri pembicaraan. Ia kemudian membanting telepon itu kebawah hingga membuat staf di dekatnya terkejut.

"Ada apa, pak?" tanya Raiden, staf dari Kuromogramo disana. Ia terkejut mendengar suara bantingannya tadi.

"Kuromogramo Amerika itu benar-benar paranoid. Mereka hanya menebar fitnah dan kebenciannya terhadap Teramiter bahkan sampai menjelekkan nama Royen" jawab ayahnya Reiko.

"Mungkin mereka takut jika Teramiter berada dimasa keemasannya lagi. Anda tahu? Roter kini setara dengan ayahnya"

"Tepat sekali, Raiden.... Padahal Roter hanya ingin tinggal bersama ibunya disini dan mengajak kita untuk bekerjasama"

"Kemana Reiko sekarang? saya akan memberitahu padanya bahwa saya akan menghadiri pertemuan dengan Yakuza pukul 3 sore untuk membahas kerja sama"

"Reiko sedang jaga toko roti miliknya, pak, biar saya saja yang memberitahunya"

"Baiklah, tolong beri tahu juga istri saya bahwa saya tak akan pulang malam ini"

"Siap, pak, saya akan memberitahunya"

"Saya titip amanah padamu"

"Siap, pak!"

"Ngomong-ngomong seminggu lagi kita akan mengadakan hari perayaan ulang tahun Kuromogramo Jepang yang ke-39 tahun, apakah seluruh anggota sudah menyiapkannya?" tanya ayahnya Reiko, menyalakan cangklong miliknya.

"Masih belum, pak... Rencananya saya akan memberitahu hal ini besok. Saya masih banyak pekerjaan di kantor polisi"

"Bagaimana pekerjaanmu sebagai polisi selama ini, Raiden? apakah indentitasmu terkuak karena merupakan anggota Kuromogramo? saya harap masih belum, hahaha...." ayahnya Reiko penasaran.

"Selama ini saya masih aman, tapi mungkin ada saatnya akan terkuak"

"Ouh begitu... Kira-kira kau sudah memiliki rencana lain jika seandainya indentitasmu terkuak?"

"Mungkin saya akan bekerja di toko bersama Reiko untuk menutupi identitas saya. Saya akan masih terus mengawasi pihak kepolisian"

"Hahaha... Pilihan yang bagus"

.

.

.

Beberapa jam kemudian....

.

.

.

Pukul 5 sore waktu setempat, seorang pria berambut pendek, mengendarai sebuah Jeep lama dengan memakai setelan jas sedang menunggu rekannya yang akan datang dibandara. Ia kini tengah asyik menggulir beranda akun media sosialnya sambil tersenyum melihat beberapa unggahan foto dan video rekannya yang lain. Orang itu bernama Harukawa Reiko, putra dari ayahnya Reiko.

Beberapa menit berlalu, rekannya yang Reiko akhirnya datang yakni Roter sendiri. Keduanya begitu antusias setelah sekian lama tak bertemu karena harus berpisah akibat pekerjaan.

"Selamat sore..." sapa Reiko.

"Sore juga" jawab Roter.

"Bagaimana kabarmu hari ini?"

"Cukup baik dan kamu?"

"Aku juga cukup baik"

"Ngomong-ngomong, Jeep yang bagus" puji Roter.

"Terima kasih"

"Itu punyamu?"

"Yeah, aku membelinya disekitaran akhir tahun 2019, sudah banyak bagian yang ku ganti"

"Terlihat gagah dilihat, yah"

"Sini barang-barangmu biar ku angkat" kata Reiko.

"Apakah mobilmu muat?" tanya Roter

"Muat? kita cuma berdua, masih banyak ruang dibelakang untuk barang-barangmu"

Satu persatu barang-barang mulai mereka naikkan ke mobil.

"Ayo berangkat"

"Yea, ayo"

Reiko menyalakan mesin mobilnya dan tancap gas meninggalkan bandara. Mereka berdua tampak berbincang-bincang ketika sedang melewati jembatan penghubung.

"Nikmati perjalananmu, Roter, banyak yang berubah disini, kau pasti akan tercengang, hahaha...." ucap Reiko.

"Yeah.... Aku akan menikmati setiap detik perjalanan ini"

"Ngomong-ngomong, kamu berhenti dari Bundeswehr, apa itu benar?"

"Darimana kau tahu, Reiko? aku belum memberitahumu"

"Emmm... Aku hanya menebak saja, hehehe..."

"Well... Aku berhenti dari militer sekarang agar dapat hidup tenang" kata Roter.

"Apakah itu demi mengurus peninggalan ayahmu?" tanya Reiko.

"Yups, tapi sekarang entah kenapa aku memilih untuk berhenti memimpin Teramiter"

"Jika kau berhenti memimpin, siapa yang akan melanjutkan kepimpinanmu?"

"Aku masih memikirkannya dulu, Reiko.... Teman-teman ku tak ada yang mau menerima tawaran ini dan mereka tak setuju aku berhenti"

"Kok bisa begitu?"

"Mereka bilang bahwa aku sudah seperti ayahku dan tak ada yang ingin aku berhenti ataupun keluar. Mereka juga berkata kharismatik ku sangat tinggi di Teramiter, padahal aku hanya pintar berkata-kata saja" jawab Roter.

"Jika aku menemukan orang yang akan menerima tawaran itu, aku siap untuk berhenti sekarang. Aku ingin jadi orang biasa dan hidup sederhana" tambahnya.

"Ngomong-ngomong, selagi kau berada di Jepang, siapa yang memimpin Teramiter?" tanya Reiko.

"Erika, rekan wanitaku. Tapi aku mengontrol dan melihat kinerjanya dari jauh. Kalau dia cocok jadi pemimpin, mungkin adalah kesempatan emas untuk berhenti, hahaha...."

"Licik sekali"

"Haha! itulah namanya permainan, Reiko"

"Lalu bagaimana kabarnya Havontz yang telah lama kau kudeta dulu, Roter?"

"Havontz? heh... Dia sudah kabur entah kemana, sekarang sudah lewat 3 tahun. Sehari sebelum ia kabur, aku sudah berencana untuk menghukumnya tentang kejahatan yang pernah dilakukannya semasa menjadi pemimpin"

"Kira-kira kau tahu dia kabur kemana?"

"Aku tak tahu pasti, kemungkinan pulang ke negara asalnya. Aku tak mau mengurusi orang itu lagi. Dia banyak bicara dan kau harus berhati-hati dengannya"

"Apakah dia sangat berbahaya?"

"Dirinya tak berbahaya, tapi pola pikir dan perkataannya yang berbahaya. Intinya 100 persen kau akan terpengaruhi olehnya. Havontz punya kelebihan dimana ia tahu isi pikiran dan hati seseorang. Dia bisa memanipulasi pikiranmu agar sejalan dengannya"

"Teramiter sepertinya punya banyak keanehan dan keunikan, yah...." kata Reiko.

"Yaa begitulah"

Beberapa saat kemudian, mereka berdua akhirnya selesai melewati jembatan dan memasuki kawasan perkotaan. Gedung-gedung pencakar langit berdiri dimana dengan sangat megah, orang-orang banyak yang berlalu-lalang sambil disibukkan dengan kesibukannya masing-masing. Roter nampak sangat tercengang dan kagum melihatnya.

"Seperti biasa, selamat datang di Kota Osaka, haha..." ucap Reiko.

"Oh, terima kasih..." Roter tersenyum menjawabnya.

"Gimana? benarkan yang ku bilang kemarin ketika telepon? banyak yang berubah disini"

"Untungnya aku mau mempercayai, kalau tidak mungkin aku sudah tersesat, sekali lagi terima kasih"

"Sama-sama...."

Roter menikmati setiap detik perjalanan menuju rumah ibunya. Ia tampak melihat kesana kemari setiap letak Kota Osaka. Ia begitu benar-benar kagum dan mendapatkan pengalaman baru bagi dirinya.

"Hey, kau tampak kagum sekali, apakah di negaramu tak memiliki gedung pencakar langit?" tanya Reiko.

"Ada banyak gedung disana, tapi baru kali ini aku melihat kumpulan gedung yang begitu megah"

"Ngomong-ngomong, kau tinggal di bagian Kawanishi kan?" tanya Reiko.

"Yap, benar sekali"

"Sepertinya bakal keburu malam"

"Kira-kira berapa jaraknya?"

"Sekitar 37 kilometer jika diukur dari sini" jawab Reiko.

"Intinya nikmati saja, Roter... Aku bisa berhenti di restoran terdekat untuk mengisi perut, hahaha...." tambahnya.

"Terima kasih, hahaha...."

Disela-sela itu, tiga buah pesawat bertenaga piston terbang rendah melintasi banyak gedung di kota dengan sangat gesit dan juga lincah. Pesawat itu langsung jadi perhatian banyak orang yang ada disana.

"Kau lihat itu, Roter? itu pesawat milik kami" kata Reiko.

"Milik Kuromogramo? wow!"

"Kami menggunakannya sebagai pesawat latih, dan sewaktu-waktu akan berubah menjadi pesawat tempur, hehe..."

"Hanya tiga buah saja?"

"Hanya tiga yang ada dibandara, lainnya disimpan ditempat rahasia agar pihak militer disini tak menyita pesawat tempur milik aset Kuromogramo"

"Kalian punya bomber?"

"Haha.... Tentu saja kami punya"

"Wow! kalian semakin kuat"

"Terima kasih"

"Apakah pesawat kalian memiliki teknologi siluman?" tanya Roter.

"Belum, kami masih mengembangkannya agar dapat terbang bebas"

"Aku punya banyak teknologi siluman. Aku akan menyumbangkannya kepada kalian nanti"

"Ohh serius!?"

"Yeah, ini sebagai bentuk rasa terima kasih ku"

"Terima kasih banyak, Roter! aku akan mengabari ini pada ayahku"

"Sama-sama"

Beberapa saat kemudian, mereka berdua telah sampai pada tujuannya. Barang-barang mulai diturunkan satu persatu dari mobil Jeep.

"Terima kasih untuk tumpangannya hari ini, aku sangat terbantu"

"Tak masalah. Ngomong-ngomong jika kau ada waktu mampir ke rumahku"

"Siap, siap... Akan ku atur jadwal pertemuan dengan ayahmu"

"Ayahku mungkin akan sangat senang atas kedatanganmu"

"Kalau begitu aku masuk dulu, yah" kata Roter.

"Iya... Aku juga pamit pulang ke rumah" jawab Reiko.

"Hati-hati dijalan"

"Oke...."

Reiko pun akhirnya meninggalkan Roter sendirian di rumah ibunya. Roter kemudian membawa barang-barangnya kedepan pintu. Ia menekan bel rumah tersebut.

Tak ada jawaban dari orang didalam ketika bel itu dibunyikan. Merasa tak cukup, Roter menekannya lagi. Ia sama sekali tak mendapat jawaban. Ia kembali menekan bel tersebut. Lagi-lagi tak ada jawaban yang datang.

"Kok gak ada yang bukakan pintu?" ucapnya, merasa terheran-heran.

"Ohh! kemarin Monika bilang kuncinya ditaruh dipot bunga"

"Mari kita cari"

Roter mendekati setiap pot bunga, mencari kunci rumah yang ditinggalkan. Akan tetapi, ia tak menemukannya.

"Monika sialan! katanya ditaruh dipot" ucapnya, merasa kesal.

"Tapi ini sudah sore, bisa jadi dia ada dirumah. Atau mungkin dia ke rumah temannya. Biasanya anak perempuan selalu begitu"

"Daripada bingung, lebih baik ku telepon saja"

Roter mengeluarkan ponsel dan mulai menghubungi adiknya. Berada dikamar lantai dua, Monika yang sedang asyik mendengarkan musik menggunakan headphone tiba-tiba mendapatkan panggilan telepon dari Roter.

"Halo? ada apa, kakak?" tanyanya.

"Yo, kau dimana? aku sudah dirumah tapi kuncinya tak ada dipot"

"Kakak sudah sampai?"

"Ya, kemana aja kamu?" Roter sedikit kesal.

"Sebentar, aku akan bukakan pintunya" Monika lalu mematikan ponselnya dan turun kebawah.

Tak berselang lama, pintu akhirnya dapat terbuka. Monika lalu menyambut Roter.

"Se-selamat datang..." ia merasa canggung.

"Sangat disayangkan seorang perempuan bersikap malas sampai-sampai tak dengar suara bel rumah" Roter masuk kedalam.

"Yaa kan aku headphone.... Baru saja pulang dari teman, rasanya melelahkan"

Roter menggelengkan kepalanya lalu berkata,

"Andai kamu tahu, Monika, ibu kita jauh lebih lelah darimu. Berangkat pagi pulang sore, kadang-kadang pulang tengah malam"

"Ngomong-ngomong, kemana dia?" tambahnya.

"Siapa? ibu?"

"Iya, dia belum pulang?

"Ya, katanya agak lambat sedikit. Kira-kira sekitaran jam 8 malam baru pulang"

"Baiklah, dimana kamarku?" tanya Roter.

"Yaa... Anu..." Monika tampak menjadi canggung.

"Kenapa?"

"Anu... Itu... Kamarmu..."

"Kenapa kamarku?"

"Kamarmu beralih fungsi menjadi gudang sekarang, hehehe..... Jadi untuk sementara ini kakak bisa tempat kamar ayah"

"Pasti kerjaannya ibu. Baiklah kamarnya ayah tak dikunci?"

"Tidak kunci"

"Aku akan keatas"

"Mau ku bantu angkat?" tanya Monika, menawarkan bantuan.

"Tidak, terima kasih, biar aku saja"

"Kalau begitu aku kembali ke kamar"

Roter mulai mengangkat barang-barang bawaannya ke lantai dua, menuju kamar ayahnya. Setelah itu, ia membuka salah satu bagasi untuk berganti pakaian. Setelah berganti pakaian, ia keluar kamar untuk turun kebawah sambil membawa sebuah bagasi yang berukuran kecil. Roter memasuki ruang keluarga dan menyalakan televisi untuk melihat isi acara disana.

"Tak jauh berbeda dengan di Jerman, tapi disini kebanyakan hampir didominasi acara talkshow, komedi, bahkan kartun"

"Besok pagi berolahraga mengelilingi kawasan rumah untuk melihat-lihat apa yang baru"

Roter kemudian membuka bagasinya, mengeluarkan beberapa oleh-oleh didalamnya.

"Monika...! Monika...!" panggilnya.

"Iyaa?"

"Mau ini, gak? aku bawa banyak..."

"Sebentar, aku turun kebawah"

Monika keluar dari kamarnya, menuju kebawah menghampiri Roter.

"Ada apa?" tanyanya.

"Mau ini? aku bawa banyak dari Jerman" Roter menawarkan oleh-oleh pada Monika.

"Wah banyaknya..." Monika merasa terkesan.

"Mumpung aku banyak uang, aku beli yang banyak. Beberapa diantaranya adalah kelas premium"

"Wah ini makanan ringan edisi terbatas yang langka" Monika tampak terkesan melihat bungkus makanan.

"Aku ingin beli tapi sudah habis, beruntung kakak bawa" tambahnya.

"Ambillah" kata Roter.

"Beneran nih, kak? aku ambil dua boleh?"

"Iya, lagipula itu oleh-oleh untukmu dan ibu"

"Terima kasih!" Monika tampak senang. Ia mulai membukanya dan merasakan makanannya. Ia tampak gembira saat merasakan makanan tersebut didalam mulutnya

"Kamu mau jam tangan, Monika? tapi model lama milik kakek" tanya Roter.

"Yang kayak apa?"

"Pokoknya model lama, antara tahun 60-an. Tapi kalau kamu mau lihat waktu, kamu harus membalikkan tanganmu dulu"

"Coba aku lihat"

"Sebentar" Roter berdiri dan keluar menuju kamarnya. Setelah itu, ia kembali membawa jam tangan

"Ini dia...." ucapnya.

"Kok tali jamnya tak mengarah ke angka jam 12 dan 6?" tanya Monika, sedikit penasaran.

"Itulah keunikannya" jawab Roter.

"Mau aku pasangkan?" tambahnya.

"Hmmm.... Boleh"

Roter memasangkan jam tersebut pada tangannya Monika.

"Wahh terlihat keren... Tali kulitnya lembut sekali dan sangat elegan" Monika merasa terkesan.

"Apakah ini anti air?" tambahnya.

"Tentu saja. Kau boleh mengambilnya. Tapi jangan sering-sering dipakai, nanti kulitmu jadi rusak"

"Terima kasih banyak, kak! aku menyukainya"

"Ngomong-ngomong bagaimana kehidupan sekolahmu sejauh ini?" tanya Roter penasaran.

"Masih baik sejauh ini, tapi aku merasa tidak nyaman dengan laki-laki disana?"

"Kenapa begitu?"

"Mereka banyak yang mau dekati aku, bahkan ada yang ngajak buat pacaran. Teman-temanku sudah banyak yang punya pacar setelah liburan musim panas selesai"

"Ouh... Jadi kamu berpacaran sekarang?"

"Engga, aku tolak beberapa orang dengan lembut"

"Ku kasih tau, jangan pernah pacaran. Berpacaran menjerumuskanmu kedalam pergaulan bebas. Kamu boleh berpacaran jika usiamu sudah mencukupi. Jika kamu memiliki seorang pacar, dia pasti meminta gambar bagian area sensitifmu atau mungkin mengajakmu melakukan silahturahmi kelamin" kata Roter.

"Ah masa?"

"Tak percaya? tanya teman-temanmu yang pernah berpacaran, tanya mereka"

"Dari mana kakak tahu? kakak sendiri gak pernah pacaran, tertarik sama perempuan aja gak bisa, ehe..." Monika meledek Roter.

"Aku mungkin tak punya rasa ketertarikan pada kaum hawa, tapi aku meneliti kehidupan orang yang berpacaran. 80 persen orang pernah melakukan hal ‘itu’ dan 20 persen lainnya adalah orang yang berpacaran sehat"

"Tapi pacaran itu menyenangkan, kita bisa merasakan seperti apa punya seorang kekasih"

"Jika kamu berpikiran seperti itu, tunggulah masa depanmu hancur" jawab Roter.

"Kakak punya cerita, ada teman perempuan sekelasku semasa SMA dulu, aku tak akan kasih tau siapa namanya. Intinya dia hamil diluar nikah" tambahnya.

"Apa? hamil?"

"Yeah! waktu itu aku sangat tak percaya. Setelah ditelusuri ternyata itu gara-gara pacar pertamanya yang persetan. Kehamilannya baru diketahui pada bulan keempat. Mau tidak mau dia dikeluarkan dari sekolah, padahal dia sangat pintar"

"Lalu pacarnya bagaimana?"

"Heh.... Dia kabur dan tak bertanggungjawab setelah wajahnya ku pukul di toilet sekolah. Dua giginya lepas keluar darah dan dia kalah pada pukulan pertama saat mencoba melawan" Roter merasa sangat bangga mengatakannya.

"Tanganku ini masih bisa merasakan bekas pukulan diwajahnya. Jadi, jika kamu macam-macam denganku, tangan ini siap melakukan tugasnya. Aku tak pandang bulu, mau itu perempuan atau laki-laki harus diberi hukuman jika melakukan kesalahan" Roter tersenyum sinis.

"Selama SMA, aku paling disegani disekolah. Kecuali beberapa teman akrabku yang menganggapku adalah anak biasa" tambahnya.

"Mungkin karena ayah dulunya seorang jenderal, jadi tak ada yang berani macam-macam denganmu" kata Monika.

"Tidak, bukan karena ayah. Tapi karena diriku dan sikapku. Sejak aku bersekolah, semua tindakan negatif ku lawan. Entah itu kasus bullying ataupun yang lain dengan kekerasan. Geng dari kakak kelas saja sampai tunduk padaku, hoho.... Beberapa bagian tubuh mereka ada yang mengalami luka serius bahkan hampir patah tulang" jawab Roter.

"Ihh... Kakak kejam"

"Bukan kejam, tapi bijak"

"Seenggaknya ibu jarang melakukan hal kekerasan padaku"

"Yeah, tapi kamu adalah anak yang paling banyak diceramahin, beda denganku. Dulu waktu kecil, ketika aku berbuat salah ayah dan ibu langsung memberikan sikap militer kepadaku. Sementara kakekku hanya tertawa melihatnya"

"Kakek ketawa?" tanya Monika.

"Yups, selalu ketawa jika aku dimarahin. Untungnya nenek masih memberikan pertolongan padaku"

"Bagaimana bisa kakek tertawa?"

"Entah tuh orang. Mungkin dia trauma akibat perang" jawab Roter.

"Ngomong-ngomong, kamu masih pergi ke gereja bersama ibu?" tambahnya.

Mendengar pertanyaan dari Roter, Monika tiba-tiba saja menjadi sedikit ketakutan.

"Kamu masih ke gereja, kan?"

"Hmmm.... Jarang.... A– hehehe..."

"Kenapa? kamu mau jadi atheis?" Roter meregangkan jarinya, menakut-nakuti Monika.

"Ja-jarak rumah dengan gereja terlalu jauh, jadi aku merasa sedikit malas. Apalagi ibu belum memiliki SIM. Tapi hanya dia yang tiap minggu pergi kesana. Aku hanya meminta untuk jaga rumah saja, hehehe...."

"Itulah namanya cobaan, Monika... Akan ada waktunya ibu bisa bepergian menggunakan mobil peninggalan ayah. Ibu saja pulang kerja sama pergi ke gereja yang jaraknya jauh tak pernah ngeluh. Kamu baru pulang sekolah aja udah ngerasa capek ditambah ngeluh"

Monika langsung tersipu malu mendengar jawabannya kakaknya.

"Tapi kan aku banyak tugas disana"

"Ibu lebih banyak tugas darimu. Dia pulang kerja harus bikin makan malam sama membersihkan rumah. Seharusnya kamu itu pengertian atau seenggaknya ringankan bebannya. Kau tahu? kadang ia tertidur diatas meja. Untung ayah tak ada disini, kalau dia ada pasti suram hidupmu. Percayalah, aku sudah pernah merasakannya"

"Tapi, kak–"

"Gak ada tapi, tapi. Pokoknya minggu depan harus pergi ke gereja. Jika masih tidak mau, kamu akan tau apa yang terjadi nanti" potong Roter.

"Aku menggantikan peran ayah disini. Aku akan mengawasimu agar kamu tak terlena dengan duniamu sendiri"

"Sebentar lagi kakak pulang, ehe... Jadi aku akan bebas"

"Gak ingat kemarin waktu kita telponan, hah? aku tak akan kembali Jerman, kecuali perayaan Natal dan Oktoberfest"

"Haaah.... Pasti bakal suram kedepannya" Monika tampak pasrah.

"Nikmati waktumu yang tersisa, Monika... Kehidupan militer akan menantimu, hahaha...." ucap Roter.

.

.

.

Beberapa saat kemudian....

.

.

.

"Ibu pulang...." ibunya Roter dan Monika masuk kedalam rumah sambil melepaskan sepatunya.

"Monika, kamu sudah mengerjakan tugas sekolahmu?" tambahnya.

"Sudah, bu... Dari tadi siang"

"Sudah makan siang tadi?"

"Sudah...."

"Ini ibu bawakan makanan buat makan malam, ibu sudah makan tadi di restoran"

"Iya, bu... Taruh aja dimeja dapur"

"Haah... Hari yang melelahkan sekali" si ibu berjalan menuju ruang keluarga.

Tiba-tiba ia merasa sangat terkejut melihat Roter, putranya ada disana bersama Monika.

"Eh? Roter? itu kamu?"

"Eh ibu, iya ini aku...." Roter tersenyum.

"Kapan datang? tadi siang?"

"Engga.... Dari tadi, sekitaran jam 5 lewat"

"Ahh begitu. Ngomong-ngomong, nenek dan kakek di Jerman bagaimana? kamu menginap disana?"

"Iya, aku menginap disana untuk dua hari. Kabar mereka cukup baik"

"Kakek tak menunjukkan sikap traumatiknya lagi?"

"Tidak, dia terlihat seperti orang normal sekarang. Nenek bilang kakek sudah bisa melupakan masa perangnya, tapi dia tak bisa melupakan rekan-rekannya"

"Ahh begitu, kira-kira kapan kamu akan kembali lagi?" tanya si ibu.

"Mmm... Aku tak akan kembali kecuali perayaan Natal dan Oktoberfest"

"Sudah punya rencana untuk tinggal disini selamanya?"

"Mungkin sudah. Untuk awal-awal aku bisa menjadi pelayan kafe atau buruh pabrik. Apa itu boleh?"

"Boleh... Itu semua tergantung kemauanmu sendiri. Ibu tak melarang kamu memilih pekerjaan apa, yang terpenting hasilnya harus halal. Ibu hanya mendukung dan mendoakanmu dari belakang"

"Baik, bu... Terima kasih banyak" Roter tersenyum.

"Kalau begitu ibu istirahat dulu"

"Iya..."

"Gak mau oleh-olehnya, bu? kakak bawa banyak dari Jerman" tanya Monika.

"Engga.... Buat kamu aja, ibu sudah kenyang" si ibu berjalan meninggalkan mereka menuju lantai dua.

"Ngomong-ngomong, kak... Kok kakek bisa kena traumatik? memangnya gara-gara apa?" tanya Monika.

"Kamu gak tahu tentang status kakek dulu?" tanya balik Roter.

"Engga... Aku aja gak pernah tanya status kakek"

"Sebenarnya kakek adalah angkatan militer Jerman Reich ketiga"

"Jerman Reich ketiga itu apa?"

"Kamu gak tau? padahal ini pengetahuan umum lho"

"Beneran, kak.... Aku gak tau apa itu"

"Tau Nazi? Jerman Nazi?" Roter memancing Monika.

"Emm... Tau! kalau gak salah itu yang mulai perang dunia dua kan?"

"Tepat sekali, Monika. Kakek adalah bagian dari angkatan bersenjata Jerman pada waktu itu, biasa disebut Wehrmacht. Dia berada dibagian Heer atau angkatan darat, berperan sebagai seorang penembak jitu dan mendapatkan penghargaan berupa Knight's Cross of the Iron Cross"

"Wahh.... Pasti kakek sangat berjasa sekali terhadap negaranya"

"Kau tahu? sebenarnya kakek ingin menjadi angkatan udara, namun disuruh untuk masuk angkatan darat oleh ayahnya. Tidak ada yang menyangka kelak ia akan menjadi top sniper terbaik"

"Berapa jumlah yang kakek tembak?"

"Kalau gak salah kakek bilang antara 200 atau 300 lebih tentara. Bahkan satu batalyon pun dihabiskannya"

"Kakek membunuh sebanyak itu?"

"Yeah, kalau ingin lebih tau, tanyakan saja padanya"

"Whoa.... Kakek hebat sekali"

"Sebenarnya aku tau kamu gak suka obrolan ini. Kamu cuma kagum dan bertanya seolah-olah terkesan pada kakek. Nyatanya negara kita dulu dianggap penjahat"

"Aku suka dan aku tau bagaimana sejarahnya"

"Ohh... Jika kamu berkata seperti itu, coba sebutkan tanggal berapa perang dunia Kedua dimulai?" tanya Roter.

"Gampang, dimulai 1 September 1939 dari kapal perang Jerman"

"Siapa saja blok Sekutu pada waktu itu?"

"Amerika, Inggris, Perancis, Polandia, Uni Soviet, dan negara-negara eropa lainnya"

"Blok Poros?"

"Jerman, Jepang, dan Italia"

"Sebutkan dan jelaskan tahun dimana Sekutu mendarat di eropa? serta disebut apakah hari pendaratan besar itu?"

"6 Juni tahun 1944, Sekutu mendarat di eropa di Pantai Normandia Perancis bertujuan mengusir Jerman yang menduduki negara tersebut. Peristiwa tersebut biasa dikenal dengan D-Day atau Hari-H. Menewaskan 43.000 jiwa dari pihak Sekutu"

"Tahun berapa dan tanggal berapa Pearl Harbor diserang"

"7 Desember 1941 oleh Angkatan Udara Jepang pada waktu itu"

"Ahh... Kamu menjawab semuanya dengan tepat. Aku salut" ucap Roter.

"Itu pelajaran umum, mana mungkinlah aku gak tau"

"Yea, yea, yea... Tapi pertanyaanku yang satu ini pasti tidak dapat kau jawab"

"Apa pertanyaannya? tak ada soal yang sulit" Monika menantang Roter.

"Jenderal ini berasal dari Jerman Nazi, berpangkat Marsekal Lapangan dan bertugas di Afrika selama perang dunia dua berlangsung. Jenderal itu punya dua saingan, yakni George S. Patton dari Amerika Serikat dan Montgomery dari Britania Raya. Tak hanya itu, ia mempunyai julukan Rubah Gurun. Siapakah nama jenderal tersebut"

Monika langsung tak berkutik dan tahu harus menjawab apa. Sementara itu Roter tersenyum puas melihat Monika sedang serius berpikir.

"Ingat, tidak boleh mencari jawaban diponsel"

Monika menjadi canggung dan tak tahu harus menjawab apa.

"Tau atau engga? katanya anak pintar disekolah" kata Roter, tersenyum puas melihat Monika planga-plongo.

"Pertanyaannya susahlah...."

"Ini adalah pengetahuan umum, semua orang tau tentangnya"

"Memangnya kakak tau siapa?"

"Tau, dia bernama Erwin Eugen Rommel. Biasa disebut Rommel" jawab Roter.

"Haha... Ilmu mu belum cukup, nak! belajar lagi, haha!" tambahnya.

"Cih, dasar sombong" gumam Monika dengan raut wajah yang kesal.

"Makanya kalau belajar jangan cuma disekolah aja, belajar dirumah dan cari informasi lebih dalam"

"Aku selalu belajar dirumah setiap pulang sekolah. Aku banyak mengetahui segala hal tentang perang"

"Yeah... Tapi ilmu ku lebih tinggi darimu, akui saja kamu itu tak bisa, haha!"

"Berikan lagi aku pertanyaan!" Monika dengan kesal menantang Roter.

"Oh.. Oke, oke, kalau kau bilang begitu" Roter tersenyum puas.

"Sebutkan nama pertempuran tank terbesar dalam sejarah" lanjutnya.

"Pertempuran Kursk! dimulai tahun 1943 dan dimenangkan oleh pihak Soviet!"

"Bagus... Bagus...." Roter menepuk tangannya

"Bagaimana terjadinya perang dunia pertama?" lanjutnya.

"Dimulai dengan penembakan putra mahkota Austria di Sarajevo, Franz Ferdinand oleh seorang pria Serbia bernama Gavrillo Princip!"

"Apa yang menyebabkannya terjadi perang dingin?"

"Munculnya Uni Soviet sebagai negara adidaya yang membebaskan eropa timur dari tangan Jerman pasca perang, begitu juga dengan Amerika dan kawan-kawan dari barat!"

"Finlandia pernah bertempur dengan Soviet sebelum perang dunia kedua meletus dan disebut sebagai Winter War. Apakah pernyataan itu benar?"

"Yeah! itu benar!"

"Uni Soviet pecah pada tahun?"

"26 Desember 1991"

"Apa yang menyebabkan negara itu pecah menjadi lima belas bagian?"

"Mikhail Gorbachev mencoba merestrukturisasi negara yang dipimpinnya melalui kebijakan glasnost dan perestroika, tetapi justru memicu perpecahan!"

"Bagus, tingkatan kesulitan bertambah satu" ucap Roter.

"Sebutkan tokoh-tokoh yang mencetuskan gerakan Non-Blok selama perang dingin dan sebutkan pula negara asalnya"

"Broz Tito dari Yugoslavia, Ir. Soekarno dari Indonesia, Jawaharlal Nehru dari India, Gamal Nasser dari Mesir, dan Kwame Nkrumah dari Ghana. Gampang ini, haha..."

"Siapakah.... Nama Jenderal... Yang.... Mendapatkan.... Julukan Jenderal Panzer dan yang membuat strategi Blitzkrieg?" ucap Roter, tersenyum sinis melihat Monika.

"Persetan! lagi-lagi pertanyaan yang sulit!"

"Haha... Kan sudah aku bilang tingkat kesulitan bertambah"

"Aku gak tau, bagi jawabannya!"

"Jawabannya ialah Marshall Roter Hetzenauer"

"Tunggu apa? itu kakek kita?!" Monika terkejut mendengarnya.

"Itu benar sekali, haha..." Roter berbohong

"Aku bangga lahir didalam keluarga ini"

"Gotcha! (Dapat!)"

"Scheiße! (Sial!)"

"Percaya kau kalau kakek itu dulunya jenderal? dia aja lahir tahun 1925"

"Yaa kan bisa aja"

"Mana mungkinlah, harus lewat masa pertempuran perang dunia pertama"

"Jadi apa jawaban dari pertanyaan tadi?" tanya Monika.

"Jenderal itu bernama Heinz Guderian"

"Ngomong-ngomong, kak, umur kakek panjang juga"

"Dia punya kelebihan dimana tubuhnya masih bugar meski umurnya sudah 96 tahun. Ini sangat tidak masuk akal. Aku sudah meneliti namun tak menemukan jawabannya"

"Jadi sekarang kakak sudah dapat jawabannya?"

"Belum, sampai sekarang masih belum ditemukan. Aku sudah tak mengurus hal itu lagi"

"Ahh begitu... Sangat misterius sekali, yah"

"Oh iya... Ini ada kalung salib dan gelang untukmu. Terserah mau pilih yang mana. Ambil keduanya jadi boleh" ucap Roter, menyodorkan barang itu.

"Beneran nih, kak?"Monika mengambilnya.

"Iya, tapi syaratnya kamu harus lebih giat lagi ke gereja setiap minggu. Sesungguhnya orang tanpa agama akan terlihat suram, mereka tidak tahu untuk apa mereka hidup didunia ini" Roter berdiri lalu berjalan ke arah pintu.

"Kakak mau kemana?"

"Mau ke kamar dulu, melihat-lihat barang peninggalan ayah"

"Okeh, kak"

"Ngomong-ngomong gudang disini dikunci?"

"Gudang yang mana? kamarmu atau gudang bawah tanah?"

"Yang bawah tanah"

"Kunci ada diatas rak buku di kamar ayah. Gudangnya jarang dibersihkan ataupun dibuka, kalau kakak mau bersihkan silahkan"

"Oke... Aku mengerti"

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

tiap chapter/babnya cukup panjang 👍 keren juga.

2022-11-19

1

lihat semua
Episodes
1 EPISODE 1 - Pensiun
2 EPISODE 2 - Alien dan kafe
3 EPISODE 3 - Persiapan
4 EPISODE 4 - Berangkat
5 EPISODE 5 - Jepang
6 EPISODE 6 - Memulai kehidupan
7 EPISODE 7 - Teman lama
8 EPISODE 8 - Sebuah arti penting
9 EPISODE 9 - Kekacauan
10 EPISODE 10 - Pekerjaan
11 EPISODE 11 - Tentang kehidupan
12 EPISODE 12 - Musuh
13 EPISODE 13 - Konflik
14 EPISODE 14 - Permainan
15 EPISODE 15 - Rapat
16 EPISODE 16 - Mata-mata
17 EPISODE 17 - Great Purge
18 EPISODE 18 - Timur Tengah
19 EPISODE 19 - Eksekusi
20 EPISODE 20 - Pembahasan
21 EPISODE 21 - Licik!
22 EPISODE 22 - Kisah
23 EPISODE 23 - Penyakit
24 EPISODE 24 - Kecurigaan
25 EPISODE 25 - Kegiatan kotor
26 EPISODE 26 - Pulang
27 EPISODE 27 - Hari yang biasa
28 EPISODE 28 - Kunjungan
29 EPISODE 29 - Obrolan
30 EPISODE 30 - Seseorang
31 EPISODE 31 - Hari cerah
32 EPISODE 32 - Rumah
33 EPISODE 33 - Do Svidaniya
34 EPISODE 34 - Nostalgia
35 EPISODE 35 - Perjalanan
36 EPISODE 36 - Telah sampai
37 EPISODE 37 - Perkara sulit
38 EPISODE 38 - Sankt Petersburg
39 EPISODE 39 - Motivasi
40 EPISODE 40 - Pertemuan
41 EPISODE 41 - Veteran
42 EPISODE 42 - Aktivitas biasa
43 EPISODE 43 - Rencana
44 EPISODE 44 - Ketakutan
45 EPISODE 45 - Kesalahan
46 EPISODE 46 - Dokumen
47 EPISODE 47 - Jangan Gegabah!
48 EPISODE 48 - Masalah Besar
49 EPISODE 49 - Resolusi
50 EPISODE 50 - Awal
51 EPISODE 51 - Rutinitas
52 EPISODE 52 - Kegiatan
53 EPISODE 53 - Latihan
54 EPISODE 54 - Draft
55 EPISODE 55 - Gelagat
Episodes

Updated 55 Episodes

1
EPISODE 1 - Pensiun
2
EPISODE 2 - Alien dan kafe
3
EPISODE 3 - Persiapan
4
EPISODE 4 - Berangkat
5
EPISODE 5 - Jepang
6
EPISODE 6 - Memulai kehidupan
7
EPISODE 7 - Teman lama
8
EPISODE 8 - Sebuah arti penting
9
EPISODE 9 - Kekacauan
10
EPISODE 10 - Pekerjaan
11
EPISODE 11 - Tentang kehidupan
12
EPISODE 12 - Musuh
13
EPISODE 13 - Konflik
14
EPISODE 14 - Permainan
15
EPISODE 15 - Rapat
16
EPISODE 16 - Mata-mata
17
EPISODE 17 - Great Purge
18
EPISODE 18 - Timur Tengah
19
EPISODE 19 - Eksekusi
20
EPISODE 20 - Pembahasan
21
EPISODE 21 - Licik!
22
EPISODE 22 - Kisah
23
EPISODE 23 - Penyakit
24
EPISODE 24 - Kecurigaan
25
EPISODE 25 - Kegiatan kotor
26
EPISODE 26 - Pulang
27
EPISODE 27 - Hari yang biasa
28
EPISODE 28 - Kunjungan
29
EPISODE 29 - Obrolan
30
EPISODE 30 - Seseorang
31
EPISODE 31 - Hari cerah
32
EPISODE 32 - Rumah
33
EPISODE 33 - Do Svidaniya
34
EPISODE 34 - Nostalgia
35
EPISODE 35 - Perjalanan
36
EPISODE 36 - Telah sampai
37
EPISODE 37 - Perkara sulit
38
EPISODE 38 - Sankt Petersburg
39
EPISODE 39 - Motivasi
40
EPISODE 40 - Pertemuan
41
EPISODE 41 - Veteran
42
EPISODE 42 - Aktivitas biasa
43
EPISODE 43 - Rencana
44
EPISODE 44 - Ketakutan
45
EPISODE 45 - Kesalahan
46
EPISODE 46 - Dokumen
47
EPISODE 47 - Jangan Gegabah!
48
EPISODE 48 - Masalah Besar
49
EPISODE 49 - Resolusi
50
EPISODE 50 - Awal
51
EPISODE 51 - Rutinitas
52
EPISODE 52 - Kegiatan
53
EPISODE 53 - Latihan
54
EPISODE 54 - Draft
55
EPISODE 55 - Gelagat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!