"Inggit, kamu di sini? Biru mana?"
Merasa namanya disebut Inggit pun menoleh yang diikuti Hilda. Gadis itu terkesiap kaget, melihat orang di depannya tengah menatap Inggit dengan sapuan mata menyeruak mengelilingi mereka.
"Mama, Papa?" sapa Inggit kalem, mencoba tenang dalam kegentingan. Inggit langsung menyalami ke dua orang tua Biru dengan takzim.
"Biru? Ada kok tante, tadi ... di sekitar sini?" jawab Hilda seraya menyapu pandangan ke sepenjuru arah, namun tidak menemukan pria tampan bernama Albiru itu.
Hilda menatap Inggit penuh tanda tanya. "Orang tua lo?" tanya gadis itu bingung, seingat Hilda dulu pernah bertemu dengan nyokap Inggit dan orangnya beda.
"Bokap lo nikah lagi? Kok lo panggil Mama, Papa?" kepo Hilda akut. Gadis itu setengah berbisik mengingat Tante Diana dan Om Rasdan tak jauh dari sana.
"Emm ... sorry Da, gue cabut duluan ya?" Inggit pamit undur diri dan langsung melesat dari sana setelah mendapat pesan whatsapp dari Biru yang menyatakan menunggu di mobil.
Inggit juga mengirim pesan singkat pada Nathan, yang menyatakan dirinya pulang lebih awal, dengan kata maaf yang mengiringi.
Gadis itu menghampiri mobil Biru atas perintah pria itu. Biar bagaimanapun, dirinya tidak ingin menjadi konyol bersikap terbuka dengan statusnya sama saja membunuh pelan dirinya. Persahabatan dengan Hilda hancur, dan dirinya bakalan di cap sebagai penghianat pacar orang. Belum lagi menghadapi nyinyiran netizen yang bermulut cabe, jujur Inggit takut hari itu tiba. Ia berharap semua akan baik, dan kembali seperti sedia kala tanpa ada yang tahu semuanya.
Inggit lupa, bahwa gerak-geriknya hari ini, cukup menjadi pusat perhatian seorang pria. Ada Ares yang sedari tadi setia mengamatinya, pria itu bagai penguntit yang haus informasi akan gadis yang telah mencuri sepertiga dari hatinya.
Baik Pak Rasdan dan Bu Diana menangkap gelagat anaknya yang tak biasa. Setelah acara kondangan, bahkan ke dua orang tua itu langsung bertolak ke kediaman anaknya.
"Masuk!" titah Biru kesal, laki-laki itu menyorot kilatan marah dan langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.
"Lo, ngapain sih datang ke acara kaya gini!" bentak Biru kesal, mengeluarkan amarahnya di tengah jalan.
"Lo itu benar-benar hobbynya bikin senewen orang, pakai nyapa Mama sama Papa lagi, lo sengaja? Mau buat hubungan kita diketahui banyak orang gitu. Biar apa? Biar semua orang tahu kalau kita suami istri beneran!?" sambungnya galak.
Biru tiba-tiba menghentikan mobilnya di jalanan yang sepi. Kemudian tatapan matanya menghunus ke Inggit dengan kilatan marah.
"Mau lo apa? Hah!" bentaknya galak.
"Gue nggak tahu ada orang tua lo di sana, dan satu lagi bukan gue yang nyapa duluan, tapi Mama."
"Berhenti sebut nyokap gue dengan sebutan Mama, dia bukan Mama lo, lo tuh bener-bener ngebuat hidup gue muak!"
"Kenapa semua salah gue, lo selalu nyalahin gue, lo pikir gue mau hidup di antara kalian, lo itu egois Biru, demi mendapatkan semua yang lo mau, lo mengorbankan gua, memperalat dan bahkan tak pernah menganggap gue, atau setidaknya menghargai gue sedikitpun."
"Oh ... jadi lo mau gue anggap seperti istri kebanyakan, oke!"
Biru mulai melepas satu persatu kancing kemejanya. Netranya memindai tubuh Inggit dari ujung kepala sampai kaki, Biru tersenyum devil. Tentu saja Inggit ketakutan setengah mati.
"Gue bakalan tunjukin pada semua orang, kalau lo sudah sah menjadi istri gue sungguhan, ini yang lo mau kan?!" Biru mendekat dan langsung menarik tengkuk Inggit, namun Inggit memberontak dan malam menampar pria itu.
"Berhenti Biru! Gue nggak pernah melanggar apapun yang sudah kita sepakati, kenapa lo jahat sama gue!" bentak Inggit marah.
"Breng sek! Lo berani!" bentaknya marah, menyentuh pipinya yang terkena amukan istrinya. Pria itu malah kesetanan dan memaksa mencumbu Inggit.
"Jangan Biru, jangan, berhenti!" jerit Inggit sekuat tenaga memberontak.
Biru seakan tuli, ia terus memaksa Inggit dan mencumbunya dengan brutal. Biru bahkan tidak sengaja merobek bagian atas dress Inggit dan sampai menyebabkan luka goresan di pundak Inggit. Pria itu baru berhenti setelah mendengar isakan tangis Inggit yang begitu pilu.
"Keluar lo dari mobil gue!" bentak Biru tegas.
Inggit yang tengah tergugu, menatap netra pria itu tak percaya. Ini sudah malam, jalanan sepi, dan dengan sangat tega menyuruh Inggit turun dan keluar dari mobilnya.
"Lo berangkat tidak sama gue, jadi tidak ada kewajiban buat gue untuk mengantar lo pulang. Keluar!" bentak Biru tak berperasaan.
Pria itu kesal bukan main atas penolakan Inggit, terlebih gadis itu dengan berani menampar dirinya. Biru kesal dengan penolakan dalam bentuk apapun.
"Keluar! Atau ... lo habis malam ini di mobil," bentaknya sekali lagi.
Inggit terpaksa keluar dengan takut. Ia tidak punya pilihan, dari pada harus melayani suami di atas kertasnya, lebih baik gadis itu turun dari mobil, walaupun sebenarnya Inggit juga takut di luar yang gelap dan sepi, dengan penampilan dirinya yang acak-acakan, tanpa alas kaki, dan dress yang sudah setengah terbuka bagian atasnya, gadis itu terlihat begitu sangat menyedihkan.
Inggit pasrah, menangis sendiri di bawah langit malam. Sementara Biru sendiri tertawa sinis, melajukan mobilnya begitu saja tanpa mau tahu Inggit yang ditinggal sendirian begitu ketakutan dan kedinginan.
Inggit mencoba tenang, jari jemarinya mengusap buliran bening yang membasahi pipi. Netranya menerawang jalanan, ia tidak paham betul sekarang posisinya di mana. Tangannya terulur mengacak isi sling bag yang di bawanya. Meraih ponsel dan satu-satunya jalan ia akan meminta bantuan Nathan untuk menjemputnya. Walaupun gadis itu sungkan, tetapi kali ini Inggit benar-benar butuh bantuan.
Inggit baru menyalakan posel dalam genggaman, waktu sudah menunjukan jam setengah dua belas malam, jalanan begitu sepi. Gadis itu mengumpat kesal kala mengetahui batrai ponselnya hampir habis, belum sempat panggilan untuk Nathan terhubung, ponsel Inggit benar-benar mati.
"Ya ampun ... gimana gue pulang? Di tengah malam kaya gini," gumam Inggit gusar. Ia tengah menatap jalanan yang lengah, tak ada satu pun mobil yang melintas, Inggit yakin Biru menurunkan di jalanan yang tak biasa ia lewati.
"Biru, lo bener-bener tega! Demi apa gue bertahan, Romo, Ibuk, Inggit ingin pulang ..." Buliran bening itu kembali menetes tanpa permisi, sakit sekali rasanya ditelantarkan begini.
Inggit berjalan perlahan, kaki tanpa sepatu jelas sakit untuk berjalan. Namun tentu saja Inggit tidak boleh cengeng, selepas semua ini, Inggit akan ngekos saja dan hidup sendiri lebih tenang.
"Wao ... ada mangsa nih ...!" Tiga pemuda nampak bergerombol saling bersiul. Mereka saling melirik, tersenyum iblis sambil mendekati Inggit yang sudah berhenti waspada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Kal
kok albiru bikin muak 😡😡😡😡
2023-03-08
0
titiek
😭😭😭😭😭😭
2022-12-31
1
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
Biru emang laki2 sengklek br3ngs3k.. 😡😡
2022-12-23
0