Inggit sengaja hanya membuat menu masakan untuk dirinya sendiri. Perempuan itu tidak peduli dengan suaminya yang hanya menganggap angin lalu.
"Nggit, bagian gue mana? Gue lapar," ujar pria itu mendekati Inggit yang tengah menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Buat aja sendiri," jawab Inggit cuek.
"Ish ... emang ngeselin lo jadi cewek, nggak ada manis-manisnya sama sekali, pantes aja sampe sekarang lo masih jomblo," ejek pria itu sinis.
Inggit bergeming, tidak meladeni perkataan suaminya. Gadis itu memilih pergi dari hadapan Biru dari pada debat yang bakalan menghabiskan energinya. Inggit bahkan mengabaikan Biru acuh.
Melangkahkan kakinya menuju kamar seraya melihat film di laptopnya.
Usai makan Inggit hendak bersih-bersih. Mencuci sepatu dan baju kotor miliknya. Gadis itu baru teringat, di dalam tasnya menyimpan kemeja Ares, yang tak sengaja ia kotori. Inggit tidak langsung memasukkan baju kotor tersebut ke mesin cuci melainkan merendamnya terlebih dahulu. Mengingat hari ini gerimis, mencuci bukan solusi.
Sementara Biru menggerutu sedari tadi, perutnya sudah lapar tapi delivery order tidak datang-datang. Sementara meminta bantuan Inggit sudah jelas bukan pilihan yang tepat. Urusan dapur tentu saja Biru tak tahu, di rumahnya ia hanya tinggal memerintah, dan tidak ada yang susah dalam hidupnya. Biru merasa semakin sial semenjak menikah dengan wanita itu, bahkan hak warisnya pun masih ambigu, Papa Biru benar-benar mengujinya.
"Sepertinya gue bisa mati kalau tidak makan," gumamnya pelan.
Biru melongok Inggit yang tengah sibuk di depan layar laptopnya. Ia masuk ke kamar, terdiam namun detik berikutnya berdehem-dehem meminta atensi istrinya.
"Kenapa lo, batuk? Kalau batuk berobat sana, jauh-jauh sekalian nanti nular," ujar perempuan itu geli.
"Lo lagi sibuk nggak?"
"Lihat aja sendiri, punya mata kan?"
"Ada dua kiri dan kanan, dan gue lihat lo sama sekali nggak sibuk, jadi ... buatin gue nasi gor---"
"Nggak mau," jawabnya cepat.
"Istri durhaka," sarkas pria itu sengit.
Inggit kesal, tapi ia merasa kasian juga dengan laki-laki berstatus suaminya itu. Ia menyusul Biru yang sudah keluar dari kamar dengan membanting pintu.
"Mau yang pedes atau sedang?" tawarnya mencari jawaban. Inggit sama sekali tidak tahu selera makan pria itu.
"Terserah!" jawabnya cuek. Ngambek, kesal, lapar tapi gengsi.
"Oke deh, kalau terserah gue kasih cabe sekilo," ucapnya datar.
Biru melotot sengit, apa yang dikatakan mulut perempuan itu bisa menjadi nyata mengingat gadis itu dan dirinya saling bermusuhan dalam satu ikatan.
"Ya dikira-kira 'kan bisa, kok hal kaya gitu aja nggak ngerti sih?"
"Ya 'kan yang mau makan elo BAMBANG, ya mana gue tahu selera lo ...!" kesal Inggit ngegas.
Gadis itu mulutnya marah-marah, namun tangannya sibuk mengerjakan apa yang ada di depan mata.
"Nih, makan yang banyak, biar waras. Biar bisa lebih menghargai perempuan," ucap Inggit dengan penuh penekanan.
"Cerewet lo, dasar, cewek mulutnya banyak!" celetuknya menyebalkan.
Biru makan dengan lahap, sepertinya pria itu memang lapar terbukti tidak sampai sepuluh menit, makanan di piring itu licin tandas tak tersisa.
"Kapan lo mau cerain gue?" Inggit sudah tidak tahan terjebak dalam pernikahan semu.
"Secepatnya, tapi kalau lo mau lebih cepat kenapa lo nggak protes saja sama Papa."
"Baiklah, karena lo sudah tidak sabar menjadi janda Albiru Rasdan, mungkin dalam waktu dekat ini gue harus bilang ke Papa agar mempercepat pengesahan hak waris gue." Biru memang sengaja bersikap sedingin itu, ia ingin Inggit menyerah dan merengek meminta pisah darinya.
"Gue tunggu kabar baiknya," ucap gadis itu datar, berlalu meninggalkan meja makan dan kembali ke kamarnya.
Hari sudah menjelang sore, Biru berencana menghadap orang tuanya. Tentu saja pria itu harus berakting manis dan membawa Inggit ke sana. Mama Diana bahkan sangat antusias menanti menantu kesayangannya datang dengan suka cita.
Biru masuk ke kamar, melirik Inggit sekilas dan langsung menuju kamar mandi. Pria itu memang tidak tahu aturan, bisa-bisanya mengabaikan adab kesopanan. Ya mungkin kalau rumah tangga wajarnya semua itu tidak masalah, tapi untuk rumah tangga mereka yang hanya setingan tentu kamar adalah ranah privasi untuk dirinya, jadi ... sudah barang tentu gadis itu merasa tidak nyaman dengan karakter pria itu yang keluar masuk tanpa ketuk pintu.
"Nggit! Inggit!" teriak Biru dari celah pintu kamar mandi.
Inggit bergeming, mengabaikan panggilan Biru yang mampir di indera pendengarannya.
"Inggit ...!!" teriak pria itu menambah satu oktaf.
Inggit mengalihkan pandangannya pada layar laptop, lalu menyorot suaminya yang berisik itu.
"Apa!?" jawabnya santai.
"Ambilin handuk, gue lupa!" titah pria itu seenaknya.
"Lo pikir lo itu siapa, nyuruh-nyuruh gue mulu kerjaan lo dari tadi," jawab Inggit kesal, mengabaikan perintah Biru begitu saja.
"Gue lupa, nggak mungkin kan gue keluar dari sini tanpa sehelai benang pun," ancam pria itu.
Mendengar penuturan Biru, Inggit langsung bangkit dari kasur sekaligus membawa laptopnya, mengayunkan langkahnya ke luar.
"Sialan tuh cewek, nggak ada hari tanpa bikin kesel," celetuk pria itu syarat akan kebencian yang haqiqi.
Inggit tidak menggubris gerutuan Biru sedikit pun, gadis itu bersikap bodo amat, merasa lebih nyaman pindah haluan tanpa gangguan.
"Ganti baju lo, temenin gue ke rumah Mama," ucap pria itu.
"Lo aja sendiri, gue ogah!" tolaknya tegas.
"Inggit! Dari tadi gue udah nahan sabar ya, jangan sampe kesabaran gue habis karena lo susah buat diajak kerja sama."
"Kerja sama apa? Lo kalau mau pulang, sana pulang! Gue si ogah nemenin lo ke rumah Tante Diana, entar ujung-ujungnya bohong banyak drama, udah cukup dosa gue karena main-main dengan pernikahan yang nggak jelas kaya gini."
"Justru itu, gue sekarang mau baik-baikin Mama sama Papa supaya mereka percaya hubungan pernikahan kita semakin harmonis, setelah semua apa yang gue mau didapat, gue janji bakalan langsung ngelepasin ikatan kita," jelasnya yakin.
Inggit menimbang-nimbang perkataan Biru, gadis itu bingung tapi pada akhirnya mengiyakan perkataan Biru. Lebih cepat lebih baik, begitu pikiran yang ditangkap Inggit.
"Oke deh gue mau, tunggu sebentar gue ganti baju dulu," ujar wanita itu berlalu.
Kurang lebih berkendara tujuh belas menit empat puluh lima detik, motor Biru menyambangi rumah orang tuanya. Sampai di sana, Tante Diana begitu antusias menyambut kedatangan mereka.
"Sayang ... masuk." Sambut Mama Diana ramah. Kedua anak tersebut menyalami kedua orang tuanya dengan takzim.
Biru tengah mengobrol bersama papanya, sementara Inggit sibuk di dapur bersama Mama Diana. Inggit ikut membantu memasak, untuk makan malam. Keakraban langsung terjadi di antara mereka. Inggit sangat disayang oleh Mama Diana, sementara Biru menatap iri terhadap istrinya yang kelihatannya sangat disayangi kedua orang tuanya itu.
"Seneng banget lihat kalian akur gini, kompak," celetuk Mama Diana senang. Mereka tengah makan malam bersama.
Inggit dan Biru hanya menanggapi dengan senyuman tipis.
"Jadi, kapan kalian akan bulan madu?"
"Minggu depan Pah," jawab Biru semangat.
"Aww ... " desis Biru mendapat injakan sengit dari Inggit. "Sayang ... kita sudah obrolin ini lho sebelumnya, iya 'kan sayang?" Inggit mendelik dengan panggilan Biru untuk dirinya yang memuakan itu.
Papa Rasdan dan Mama Diana saling melirik terus tersenyum melihat tingkah kedua anaknya. Mereka pikir keduanya malu-malu dan kelihatan sangat imut di mata orang tua mereka. Apalagi tangan Biru yang sok-sokan merengkuh Inggit tentu saja menambah nilai plus keyakinan hubungan mereka.
"Tangan lo, kondisikan Al," bisik Inggit sengit penuh penekanan.
"Bentar doang, kalau nggak gini, nyokap mana percaya. Atau gue cium aja gimana?" ucap pria itu lirih, menaik turunkan alisnya.
"Kalian manis sekali, bisikin apa sih?" kepo Mama Diana.
"Jadi nggak sabar, pingin cepet punya cucu," celetuk Pak Rasdan. Sontak membuat Inggit sampe tersedak makanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Julyzee
hhhhhh kebayang ga si liat biru makan cabe sekilo😂😂
2022-12-24
0
Lilisdayanti
nah loh biru,,mau ngomong apa loh,, Bokap sudah minta cucu2 🤭🤭
2022-11-30
0
Aisyah Septiyasa
Bikin gereget aja nih
2022-11-06
0