"Biru ...!" pekik Inggit kesal, mendapati suaminya nyelonong ke kamar.
"Keluar nggak?!"
"Nggak mau, tidur di luar dingin, terserah, nggak usah ribet jadi orang, lo pikir gue doyan sama lo?" sarkasnya julid.
"Mulut lo selalu ngeselin, gue juga nggak mau kali sama lo," jawab Inggit kesal.
"Udah jelas 'kan, kita itu beda server jadi jangan terlalu jauh mikirnya," ejek Biru sinis.
"Bodi lempeng kaya gitu siapa juga yang mau, dih ... ngarep banget biar gue sentuh apa?" imbuhnya penuh nada ejekan.
"Mulut lo emang nggak berakhlak, sama persis kaya kelakuan lo, tapi nggak pa-pa itu lebih bagus, itu tandanya di antara kita memang tidak pernah ada kita, yang ada hanya lo dan gue, sekarang, besok, dan selamanya," jelas Inggit gamblang.
Inggit benar-benar kesal, berapa kali Biru selalu mencubit hatinya. Mulutnya yang tak berfilter itu sudah terlalu sering menyakiti. Rasanya sudah tidak tahan hidup seatap dengan manusia model Albiru Rasdan.
Gadis itu mengalah, kembali tidur di luar dari pada harus berbagi ranjang. Rasa benci itu semakin mendarah daging, kala pria itu selalu berdusta. Untuk pertama kalinya Inggit merasa lelah, terombang ambing dalam hubungan yang tidak jelas kapan berakhirnya.
Biasanya Inggit dan Hilda selalu berbagi masalah, tapi kali ini tentu bukan solusi menceritakan semuanya pada Hilda. Inggit ingin berpisah dengan Biru tanpa ada yang tahu kalau dirinya janda Albiru.
Lain Inggit lain juga Biru, laki-laki tidak berperasaan itu bahkan tidur dengan nyenyaknya, tanpa mau tahu perasaan Inggit yang hilang semangat, bukan karena patah hati tapi lebih kepada lelah. Karena jujur saat ini, Inggit tidak ada perasaan apa-apa dengan suaminya, hanya kebencian yang tersisa.
Pagi menyambut begitu cepat, seperti biasa pasangan sengit itu beraktifitas seperti biasanya. Inggit memasak nasi goreng untuk sarapan dirinya sendiri, sementara Biru akan sarapan di kantin. Inggit tidak peduli, tidak ada keharusan untuk dirinya menyiapkan makanan untuk Biru, karena pria itu juga tidak minat. Usai menghabiskan satu porsi nasi goreng sederhana, Inggit berangkat ke kampus.
"Ya ampun ... kempes?" kesal Inggit di pagi buta, menemukan kenaasannya di jalan.
Inggit terpaksa mendorong motornya sampai ke bengkel terdekat. Kesialan itu bertambah saat motor Biru melaju, melewatinya begitu saja dengan berbonceng dengan Hilda.
"Nggit, duluan ya?" seru Hilda menyapa sahabatnya.
Inggit hanya menanggapi dengan senyuman simpul.
"Bang, motornya aku tinggal ya? Nanti saya ambil sekalian pulangnya."
"Siap mbak."
Inggit terpaksa berjalan di pinggir trotoar untuk menuju kampus karena tidak ada satupun angkutan yang melintas. Dirinya bahkan memesan ojol tetapi tidak dapat-dapat drivernya.
Inggit setengah menggerutu, tetapi untungnya tidak berlangsung lama, sebab ada seseorang teman yang tengah melintas dan menawari tumpangan.
"Mau bareng?" Nathan tiba-tiba berhenti tepat di samping Inggit.
"Boleh deh," tanpa basa basi Inggit langsung mengiyakan, dirinya tidak boleh terlambat dan memilih bareng dengan pria di depannya adalah solusi paling apik saat ini.
"Motor lo mana? Kok tumben jalan," tanya Nathan kepo.
"Ban gue bocor, nyari angkot nggak ada yang lewat ini tumben-tumbenan sepi."
"Nggak bakalan ada angkot yang berjalan hari ini, semuanya lagi demo," jelas Nathan.
"Masak sih ... kok gue nggak tahu."
"Hmm ... makannya jangan mantengin novel saja sesekali update berita."
"Idih ... julid."
"Bukan julid Nggi ... tapi ngasih tahu, untung gue lewat, kalau nggak bisa gempor kaki lo jalan sampai kampus."
"Iya, iya ... makasih."
"Makasih aja nggak cukup ya, nanti malam minggu harus temenin gue jalan. Wajib ...!"
"Jalan ke mana? Gue nggak janji lo ya?"
"Nggi, lo tinggal di mana? Alamat lo di daerah mana, nanti gue jemput?"
Inggit bingung sendiri menjawab pertanyaan Nathan.
"Emm ... deket kok dari sini, nanti malam kita ketemuan aja."
"Yes, gue tunggu ya?" Nathan semangat menanti nanti malam.
Mereka sudah sampai di kampus dan langsung berpencar ke kelas masing-masing. Kegiatan di semester enam ini cukup padat, jadi praktis untuk hal yang kurang penting ataupun unfaedah lebih baik di minggirin dulu.
Seperti siang ini, setelah mengikuti kelas, siang ini Inggit akan mengikuti pembekalan field trip yang akan di selenggarakan oleh pihak kampus.
Lebih dari seratus mahasiswa jurusan fakultas Ekonomi dan Management bisnis mengikuti pembekalan sore ini di gedung A fakultas Ekonomi. Inggit berjalan gontai hendak mengambil duduk di barisan paling fleksibel menurutnya, ketika seseorang langsung menyerobot tak terbantahkan. Semuanya nampak antusias mengikuti pembekalan tersebut. Salah satu kegiatan kunjungan yang dinanti-nanti oleh banyak mahasiswa lainya.
"Kursi gue," pekik Inggit kesal.
Ares yang mengambil duduk lebih cekatan menyorot tajam.
"Siapa cepat, dia dapat," jawab Ares tenang.
"Lo? Ngapain di sini?" Inggit melongo melihat cowok yang kemarin ditabrak berada di ruangan yang sama.
Ares terkekeh hambar, jujur ia juga kaget, namun lebih ke bersikap sewajarnya saja demi menjaga image tingkat ke cool-an cowok tersebut.
"Ya gue mahasiswa sini lah, emang kenapa? Lo sendiri kenapa ikut pembekalan ini?" tanya Ares penuh selidik.
"Ya gue juga sama, ikut pembekalan juga," jawab Inggit datar.
Ya ampun ... field trip bareng tuh orang? Mimpi apa gue semalem.
Kenapa hidup Inggit dipenuhi cowok-cowok dingin yang menyebalkan. Kemarin bertemu dengan cowok random paling menyebalkan seantero bumi. Bayangkan saja, hanya mengotori kemejanya sedikit tanpa sengaja harus berujung tanggung jawab membersihkan, lebay sekali.
Sekarang bertemu untuk yang ke dua kali, di waktu yang tak terduga. Jelas Inggit kaget, bahkan dirinya selama hampir tiga tahun kuliah tidak pernah bertemu dengan Ares. Inggit akui, ia termasuk jenis mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang- kuliah pulang) jadi praktis Inggit tidak banyak tahu kalau Ares adalah salah satu makhluk penghuni kampus mereka.
Inggit mengalah, ia mengambil duduk di sebelahnya lagi, bisa dibilang paling pojok dan menyebalkan. Gadis itu masih tidak percaya bahwa hari ini kembali di pertemukan dengan cowok random macam Ares.
Inggit berusaha mengikuti pembekalan dengan tenang, walaupun sejatinya hatinya masih sedikit kesal, perihal rebutan tempat duduk. Sementara Ares, tanpa sepengetahuan Inggit, ia berhasil mencuri-curi pandang. Entah mengapa bertemu dengan gadis itu hawanya sensi, tapi justru menantang dan terlihat beda. Tingkat kejutekan gadis itu cukup membuat seorang Ares merasa penasaran. Ares pikir, Inggit adalah jenis wanita langka yang seperti kebanyakan cewek lainnya, mengejar dirinya.
"Heh, lo!" seru Ares sesaat pembekalan usai, gadis itu hendak keluar ruangan.
"Gue punya nama ya? Nggak hah heh apaan," jawab Inggit sengit.
"Hmm, terserah lah nama lo siapa, belum sempat gue save. Sini, ponsel lo mana?"
"Buat apa?"
"Ish ... pinjem bentar," pintanya penodongan.
"Nggak mau," jawab Inggit berlalu.
Ares menghadang gadis itu dan memblokir jalannya.
"Minggir nggak?"
"Nggak!" tolak Ares cuek, merampas ponsel Inggit dan segera merekam kode QRnya dengan ponselnya. Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Ares mengembalikan ponsel Inggit dengan ulasan senyum yang mencengangkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
Ares masih kuliah, tapi udah kerja ... jadi tajir nya emang krn horang kaya plus hasil kerja ... 👍
Biru belom kerja, dan cuma ngandelin warisan ... tp gaya udah petantang petenteng celap celup .. jijay ... 🤮
asliiiii ... jijay juga sama Hilda ... 🤮
2022-12-23
0
Lilisdayanti
siap2 bakL ada yg cembukur 🤣🤣
2022-11-30
0
👻Yusuf🦖
thor inggit ama ares aja
2022-10-19
0