"Eh!" Biru terkesiap, kursi pijakannya oleng karena kaget, pria itu ambruk, tapi sialnya Biru terjatuh menimpuk Inggit dan alhasil mereka pun terjerembab ke lantai berdua dengan posisi yang sama sekali tidak menguntungkan bagi Inggit.
Inggit membelalakan matanya kaget. Bagai di sambar petir di pagi hari, gadis itu mengalami kesialan yang haqiqi. Biru tidak sengaja mencium Inggit, sontak membuat keduanya mematung di tempat. Dalam seperkian detik, mereka sama- sama tak percaya dengan semua yang terjadi, terdiam dan masih stay dengan posisinya.
Setelahnya keduanya saling memisahkan diri dengan wajah canggung, dan memerah. Antara kesal, malu, dan ingin marah, tetapi ya namanya juga insiden, mana ada yang menduga.
"Sorry," sesal Biru segera bangkit dari tubuh Inggit dan langsung berlalu dari kamar.
Inggit masih syok, cukup kaget, dan merasa begitu ilfil setelah tanpa sengaja bibir mereka bersilaturahmi. Bahkan perempuan itu sampai muntah, dan menggosok-gosoknya, membilas pakai air seperti baru saja terkena sesuatu yang kotor.
"Dasar pria! Kenapa harus ada kejadian gini sih pagi-pagi," batin Inggit kesal menuju meja makan dengan canggung.
Sejatinya tadi ia langsung ingin pamit dan meninggalkan rumah, tetapi ketika Inggit melintas, ternyata kedua orang tua paruh baya itu masih menunggu anak dan menantunya di meja makan. Sudah barang tentu ini menjadi lebih canggung untuk keduanya, di mana mereka harus berakting mesra di depan orang tuanya.
Usai sarapan, Inggit dan Biru pamit pulang, mereka saling berbonceng dalam kecanggungan. Inggit diam, Biru lebih dari diam, hanya sekilas melirik lalu memberikan satu helmnya untuk Inggit.
"Nggak usah mikir macam-macam, gue sama sekali nggak tertarik sama lo," sarkas Biru begitu sampai di rumah mereka.
"Alhamdulillah ... gue bahagia dengernya, karena lo sama sekali tidak terdaftar dalam list kriteria gue," jawab Inggit sambil lalu.
Ia sama sekali tidak ada rasa dengan Biru untuk saat ini, hanya ada kata benci yang semakin merajai hati, dipupuk karena ulah pria itu yang semakin ke sini semakin menjadi.
"Gue mau pindah rumah, gue mau ngekost sendirian," ucap Inggit tiba-tiba.
Biru sedikit kaget dengan keputusannya tapi jujur ia senang, cuma satu hal yang Biru resahkan, takut ketahuan orang tuanya mereka tinggal terpisah dan bisa menjadi gawat untuk kelangsungan hidupnya, apalagi nasihat Papa di ruang kerja kemarin cukup membuat dirinya bimbang.
"Gue nggak setuju," jawab Biru cuek tanpa menoleh ke Inggit.
Inggit menatap wajah Biru yang berpaling, ia bingung sendiri maksud perkataan pria itu.
"Kenapa? Keputusan gue udah final, dan lo nggak ada hak buat larang gue," ucap Inggit tetap pada keputusannya.
"Ada, secara hukum agama dan negara lo adalah istri gue yang sah, jadi seatap lebih baik," ucap pria itu yakin.
"Kita cuma menikah di atas kertas, jadi menurut gue terlepas dari itu semua tidak masalah jika kita tidak tinggal seatap," ngeyel Inggit.
"Mau lo apa?"
"Cerai!" jawab gadis itu mantap.
"Jangan sekarang, tunggu sampai urusan gue beres."
"Sampai kapan?"
"Secepatnya."
Inggit menghembuskan napas lelah, dirinya sudah banyak di rugikan dalam hubungan ini, dan terjebak di antara hubungan orang lain itu tidak enak banget rasanya.
"Gue kasih waktu sampai akhir bulan ini, lo yakinin orang tua lo, dan selama kita menunggu gue mau ngekos," ujar Inggit tetap pada pendiriannya.
"Mama akan sering mendatangi rumah kita, dan gue rasa itu ide buruk kalau untuk tinggal terpisah, kalau sampai gagal, gue yakin proses berpisah kita akan semakin lama, dan itu sangat merugikan buat gue," kata pria itu songong.
"Lo bilang aja kalau gue nginep tempat Ibuk kalau kebetulan Mama datang," kilahnya memberi solusi.
"Mama orang yang cukup jeli, lo tahu sendiri. Papa keras kepala, gue yakin ini akan mempersulit kita berdua. Begini saja, sambil menunggu keputusan yang teramat penting bagi kita ini, lo boleh tidur di kamar dan gue tidur di luar, gimana?"
"Gue nggak yakin, kemarin aja lo jahat!"
"Udah gue hapus, gue sama sekali nggak minat menyimpan gambar jelek lo." Kali ini Biru bohong, hal yang mustahil itu di lakukan sebagai ancaman terjitu yang akan ia gunakan terakhir jika merasa terdesak.
"Sayangnya gue nggak percaya?" Inggit menyela yakin.
"Lo boleh lihat, di galeri ponsel gue kosong, tak ada gambar apapun." Biru menyodorkan handphonenya dan memperlihatkan pada istrinya. Tentu saja pria itu sudah memindahkan gambar tersebut ke tempat yang lebih aman. Biru sebenarnya hanya untuk menggertak, setelah sandiwara drama rumah tangga mereka selesai Biru benar-benar akan menghapusnya, ia juga bukan sejenis manusia yang kejam level iblis.
Sekilas Inggit merasa lega, tetapi ia lebih kepada waspada, ada rasa hati tak percaya. Ia cuma berharap itu benar dan tidak menyimpan rasa khawatir sepanjang hidupnya.
"Oke, gue pertimbangkan, tapi ... gue yang tidur di kamar dan lo tidur di luar, dan satu lagi jangan ada kontak fisik, serta selama kita diam-diam married jangan sampai teman kamu tahu, termasuk Hilda," pinta Inggit yang begitu sederhana.
Inggit tidak mau sampai seorang pun mengetahui statusnya yang sudah berubah, apalagi suaminya itu Biru pacar sahabatnya. Jelas, image pelakor bisa menghantui Inggit dan serangan tak terduga karena kebencian mereka yang berasumsi merebut laki orang.
Hidupnya cukup tenang belakangan ini, tak ingin terusik dengan hal konyol yang sama sekali tidak Inggit agendakan dalam hidupnya. Negoisasi keduanya selesai, Biru langsung berangkat ke kampus, sementara Inggit masih ada tugas yang menunggu tanggung jawabnya.
Hari ini Inggit harus mengembalikan kemeja pria itu, tetapi sayangnya masih basah dalam ember. Inggit segera beraksi, mengangkat dan membilasnya hingga bersih. Ia tak ingin berhutang dalam bentuk apapun terhadap orang lain, jadi hari ini kemeja Ares harus kering dan ia kembalikan. Setelah mencuci dengan bersih dan memastikan wangi, gadis itu menjemurnya di bawah terik matahari.
"Heh kemeja, baik-baik lo ya, gue berangkat kuliah dulu, nanti kalau gue balik lo wajib sudah kering," monolog Inggit.
Gadis itu meninggalkan rumah dengan tenang, semoga siang ini sampai sore tidak hujan, agar semuanya terencana dengan aman.
Inggit berangkat ke kampus dan langsung menuju kelas, waktunya cukup pas sebelum dosen datang. Mengingat makul siang ini di isi oleh Pak Darren, dosen killer yang cukup terkenal disiplin itu. Siapapun yang masuk terlambat sudah pasti tidak boleh mengikuti jam kuliahnya.
Sembilan puluh menit berlalu, Inggit merasa begitu tenang sekaligus lega.
"Nggit, kantin yuk?" ajak Hilda yang langsung menghampiri kursi sahabatnya begitu dosen meninggalkan ruangan.
"Boleh," jawab Inggit. Mereka seperi biasa menghabiskan waktu cukup lama di kantin, makan sambil ngobrol.
"Cerah bener muka lo, dapat lotre ya?" seloroh Inggit.
"Lebih dari sekedar itu, Nggit, Biru ngajakin gue liburan," jawab Hilda senang.
"Owh ...," kesan Inggit datar.
"Kok cuma oh doang, ini tuh amazing Nggit, Biru setingkat lebih maju. Biasanya paling jalan di sekitar kota doang, jauh-jauhnya kota sebelah, tapi ini tumben-tumbenan ngajakin gue ke raja ampat," pekik Hilda girang.
Inggit hanya menimpali dengan senyuman tipis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Mebang Huyang M
kenapa jadi kyk gimana gitu ceritanya thor bukankah birru udh pernah cium paksa inggit dirumah mrk. kok kesanya yg ciuman mrk da sengaja dirumah orang tua birru kok kyk yg pertama.
2023-10-17
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
ternyataaaaa .... ortu Biru juga liburan di Raja Ampat .... 👏👏👏👏👏
2022-12-23
0
Sus Susyla
biru suka celup2
2022-12-21
0