Ares balik ke kamar dengan wajah lesu, kesempatan bertemu dengan cewek itu lenyap sudah bagai hantu. Perempuan itu sudah pergi.
"Hmm ... kayaknya ada yang lagi kasmaran nih ...!" ledek Bunda Naya.
Ares bergeming, mengabaikan celotehan Bunda dan kembali menjatuhkan bobot tubuhnya ke kasur. Laki-laki itu mulai menyusun alasan yang logis bin masuk akal untuk menemui jenis cewek paling langka seantero bumi. Ares ingin menghubungi, tapi sayangnya laki-laki itu tidak mempunyai akses lebih gampang untuk berhubungan dengan gadis itu. Bahkan nomor ponsel yang ia berikan sama sekali tidak berguna, atau bahkan tidak di simpan.
Ia waktu itu sempat meminta no HP Inggit, tapi sepertinya nomor palsu, sebab, nomor tersebut sama sekali tidak bisa dihubungi setelahnya. Alamat email saja Ares dapat dari ketidak sengajaan dirinya yang masuk ke ruang kerja ayahnya yang tengah bergelut dengan tugas yang dikirim dari mahasiswa didiknya.
"Maaf Nyonya Ibu, Tuan Ares sudah Bangun?" sapa Asisten Edo.
"Sudah bangun, tidur lagi, lihat aja sendiri," jawab Naya cuek.
Asisten Edo pamit dari hadapan Naya dan menuju kamar Ares. Pria itu masuk ke kamar dan benar saja mendapati Tuannya masih terlelap.
"Maaf Tuan, hari ini Anda harus bangun karena ada jadwal kuliah pagi ini." Asisten Edo terpaksa menggoyang tubuh Ares yang enggan merespon. Edo adalah sahabat Ares yang merangkap jadi asisten pribadinya.
"Tuan, tuan, gue males, lo keluar dulu deh, sana ...!" usir Ares ketus."
"Ini sudah masuk jam kerja, jadi ... saya harus profesional," ucap Edo datar.
"Emangnya ini hari apa? Lo hidupnya gangguin gue mulu perasaan."
"Sabtu, Tuan."
"Udah hari sabtu aja? Edo, lo tahu nggak?"
"Nggak," jawabnya spontan.
"Gue belum selesai ngomong ...!"
"Maaf, Tuan Ares, sebaiknya jangan banyak mengobrol karena waktu Anda sudah hampir terlambat."
"Ish ... lama-lama ngeselin juga, nanti gue pecat lo. Tadi pagi, cewek yang kemarin nabrak gue datang ke sini nyerahin paketan ini," tunjuk Ares pada bungkusan yang dibuat rapih itu.
"Terus, apa hubungannya dengan kegiatan Anda Tuan," ujarnya butuh penjabaran.
"Dodol ... tentu saja ada hubungannya, lo tahu nggak? Sepertiga hati gue tertinggal di sana." Kali ini Ares terdengar lebay sekali, asisten Edo sampai senyum-senyum dalam hati.
"Dodol itu bukannya makanan khas yang legit itu ya?" jawab Edo bak orang bodoh.
"Lo mau dipecat!" bentaknya malas.
"Tentu saja jawaban 'tidak' adalah pemilihan kata yang tepat," jawab pria itu datar.
Sementara di sisi lain, Biru dengan semangat empat lima mengajak kekasihnya Hilda berlibur bersama. Paket bulan madu yang dihadiahkan untuk pasangan muda itu benar-benar disalah gunakan Biru tanpa mau tahu urusan dibelakangnya.
Biru melirik Inggit yang tengah sibuk di layar laptopnya. Mereka saat ini tengah berada di ruang tengah. Sama-sama sibuk mengerjakan tugas.
"Besok gue mau pengajuan izin selama seminggu, pergi berlibur sama Hilda. Gue cuma mau mastiin, lo tidak berminat merencanakan sebuah kegagalan yang ada."
"Hmm ... " gumam Inggit malas.
"Kok jawabnya sedatar itu."
Inggit yang merasa diajak ngobrol pun mendongak, memutus tatapan dari layar laptop, menyorot laki-laki yang sama halnya tengah menatap dirinya.
"Gue tidak minta pendapat lo, tapi gue sedang memberi pernyataan, yang sebentar lagi akan menjadi kenyataan."
"Kayaknya gue musti mengadakan syukuran deh, atas kepergian lo yang cukup membuat hidup gue tenang," ujar Inggit cuek.
"Maksud lo?"
"Ya ... ini adalah salah satu dari sekian keinginan gue, kalau lo bisa serius sama Hilda, bukan hanya sekedar pacaran saja."
"Lo gila, atau ... lo mau gue madu?"
Inggit bergeming, mengabaikan celotehan suaminya itu yang sangat jujur. Untungnya gadis itu tidak memberikan perasaannya apapun, coba kalau iya? Sudah pasti seonggok daging bernama hati itu berubah menjadi kepingan sakit yang teramat.
"Kenapa diam? Lo tidak punya alasan untuk memberi saran, ataupun mencegah, apalagi sampai ikut campur urusan pribadi gue," ujar Biru tanpa perasaan.
Inggit hanya menanggapi dengan senyuman simpul.
"Nggit! Lo dengerin nggak sih, kalau gue ngomong?"
"Menurut lo, gue harus terhura, nangis-nangis dipojokan gitu? Yang ada kalau lo pergi hidup gue lebih tenang," tukas Inggit sengit, mengabaikan semua isi cerita Biru.
Kali ini Biru yang terdiam kehabisan kata-kata.
"Lakukan saja apa yang ingin lo lakuin, gue tidak akan ikut campur terkait urusan pribadi lo, tapi ... lo juga harus ingat, gue juga punya urusan pribadi gue sendiri, dan lo juga tidak boleh ikut campur urusan gue," sarkas Inggit meminta kebebasan untuk dirinya.
"Oke, deal!" Biru mengulurkan tangannya.
"Fine, deal."
Inggit berucap, tetapi tidak menyambut uluran tangan suaminya.
Inggit menyudahi acara belajarnya, gadis itu mengemas buku catatan dan menutup laptopnya. Berdiri meninggalkan ruang tengah, yang semakin lama menjadi topik hangat perbincangan sengit mereka.
"Lo, ngapain ngikutin gue?" tanyanya kesal demi melihat Biru yang bertingkah seolah lupa dengan perjanjian yang telah disepakati.
"Nggak usah ge er, gue nggak minat tidur sama cewek resek kaya lo."
"Ya udah sana," usir Inggit kesal.
"Sayangnya gue lupa kapan gue buat janji," ujar Biru datar, syarat akan menyebalkan.
"BIRU ...!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
pengen banget geplak kepala nya Biru .... 😤
2022-12-23
0
Borahe 🍉🧡
Nama Inggit selalu meleset jadi langit
2022-12-06
0
Yofada Famy
😂😂😂
2022-10-12
0