"Hai beb," sapa Biru manis, duduk di dekat Hilda. Biru and the geng mendatangi kantin yang sama.
"Hai ... baru nanti sore aku mau ngajak jalan kamu udah nongol duluan." Hilda tersenyum senang mendapati kekasihnya menghampiri dirinya.
"Masa sih, kok bisa sehati gitu," seloroh pria itu mengerling.
Biru melirik Inggit yang tengah sibuk dengan minuman di depannya. Inggit sendiri bersikap cuek, gadis itu sibuk memutar-mutar sedotan yang terletak pada minumannya.
"Nggit, gue boleh duduk sini?" Nathan dan Devan duduk di kursi yang sama dengan Inggit, ke dua pria itu duduk persis di kiri dan kanannya.
Inggit menoleh, ia tersenyum simpul dan mengangguk.
"Lo masih ada kelas?" tanya Nathan.
"Udah selesai, kenapa?"
"Habis ini ada acara nggak? Jalan yuk? Gabung sama kita gimana? Ada Hilda juga?" ujar Nathan berharap. Biru langsung mengalihkan pandangannya pada istrinya.
Inggit nampak berpikir, ia baru teringat nanti sore ada misi lainnya.
"Sorry Than, gue lagi lumayan sibuk, lain kali aja ya?" tolak Inggit sopan.
"Sayang banget, padahal acaranya seru lho ...," Nathan menyayangkan.
"Iya Nggi, ikut aja," timpal Hilda senang merasa ada teman cewek yang bareng.
"Udah lah ... kalau nggak bisa nggak usah di paksa, mana cocok dia ketempat mainan kita." Biru tiba-tiba menyeru tak suka.
"Nggak pa-pa lagi, malah asyik banyak ceweknya."
"Asyik apaan, nanti nyusahin iya," sinis pria itu sengit.
"Gue bukan anak kecil yang ke mana-mana harus ada pengasuhnya hingga nyusahin orang, gue juga nggak minat untuk gabung sama lo," ujar Inggit tak kalah sengit.
"Eh, lo tuh emang cewek paling pedes mulutnya kalau ngomong." Biru bersikap cuek saja, jujur ia tidak suka Inggit bergabung di tengah-tengah mereka, tetapi bagaimana lagi, semua berjalan sesuai usul temannya.
"Da, gue duluan ya," pamit Inggit merasa tidak nyaman. Gadis itu berdiri dan meninggalkan mereka semua begitu saja.
Biru tersenyum senang, sepeninggalan Istrinya dirinya merasa tidak di awasi, dan tentu saja semakin leluasa.
"Rese' lo, Al. Pacaran mulu, giliran gue lagi PDKT lo ngrecokin acara gue yang tersusun rapi."
"Lo suka sama Inggit?" tanya Hilda yang di tunjukkan pada Nathan.
"Nggak salah kan? Dia tipe cewek gue banget, tapi sayang terlalu sulit untuk di deketin," ujar Nathan menerawang.
"Lo kaya nggak ada cewek lain aja, di pinggiran banyak lagi," ucap Biru sok tahu.
"Kamu salah beb, Inggit adalah jenis cewek langka pada kebanyakan lainnya. Dia rela putus sama Dafa gegara pria itu meminta lebih darinya," jelas Hilda paham.
"Maksud kamu?"
"Ayolah sayang ... aku tahu kamu benci sama sahabatku, entah itu soal apa, aku nggak tahu, tapi tolong jangan pengaruhi teman kamu untuk membenci Inggit juga, dia gadis yang baik, aku tahu persis karakter Inggit.
Biru berpikir sejenak, mencerna kata-kata kekasihnya itu.
"Maksud lo, apa? Inggit tidak tersentuh gitu?" tanya Nathan penasaran. Devan ikut antusias menyimak.
Hilda mengangguk sebagai jawaban.
"Tipe gue banget, cocok lah sama gue yang agak nakal dikit. Biar hidup gue makin baik," seloroh Nathan percaya diri.
"Gue saranin, lebih baik lo cari cewek lain saja, kalian sama sekali tidak cocok," usul Biru.
"Gue nggak minta pendapat lo, gue tahu mana cewek yang baik atau tidak, kita lihat saja nanti." Nathan tidak terpengaruh omongan Biru sedikitpun, pria itu bahkan menganggap angin lalu.
Entah mengapa Biru menjadi kesal sendiri mendengar penuturan sahabatnya itu. Tentu saja Inggit tidak boleh dekat dengan pria manapun, jiwa egois pria itu bermain di sini.
"Sorry gaes ... gue pulang duluan ya, acara nanti sore kita obrolin nanti lewat HP," pamit Biru tiba-tiba, merasa harus segera pulang menemui istrinya.
Sesampainya di rumah, Biru merasa harus menegur istrinya yang semakin lama semakin tidak bisa di tolerir. Mendekati sahabatnya, yang menurut Biru sengaja untuk memanas-manasi dirinya.
"Inggit! Inggit!" teriak Biru setelah membuka pintu.
"Sini, lo." Biru menyeret Inggit yang berada di halaman belakang hendak mengambil jemuran.
"Apasih ... teriak-teriak! Sakit ... Al, lepasin!" kesal Inggit memberontak saat pria itu mencekal lengannya.
"Lo sengaja banget kan, deketin Nathan, biar apa?" bentaknya kesal.
Inggit ternganga sinis, bisa-bisanya menuduh hal rendahan atas dirinya.
"Lo! Benar-benar bikin gue muak. Nggak usah ngurusin hidup gue ... apa kabar elo yang masih jalan sama Hilda? Nggak salah, marah-marah di sini?"
"Tuh kan, lo balas dendam, lo emang sengaja bikin gue kesal, gue nggak peduli lo mau deket sama pria manapun, asal jangan sahabat gue," sarkasnya galak. Syarat akan permusuhan.
"Oke, fine," jawab Inggit lalu. Meninggalkan Biru yang masih membatu di tempatnya.
Netra Biru menangkap jemuran kemeja yang tergantung di palang jemuran, Biru meneliti heran, ia mendekat dan meneliti penuh selidik.
Inggit yang kelupaan balik lagi ke halaman belakang, melewati begitu saja pria batu yang masih terlihat bingung.
"Jangan sentuh!" seru Inggit penuh nada ancaman.
"Kemeja siapa?" tanya Biru kesal.
"KEPO!!" Inggit mengambil kemeja tersebut dan mengamankannya dari mata Biru yang menajam.
Biru masih ingin protes, namun ponsel miliknya berdering. Ternyata teman-teman Biru yang sudah menunggu di tempat janjian mereka.
Sementara Inggit tengah menyetrika dan mengemas kemeja Ares. Gadis itu harus segera mengirim kemeja tersebut ke pemiliknya.
***
"Sayang ...!" seru seorang wanita dari balik pintu, tidak ada sautan sedikitpun, Bunda Naya membuka kamar putranya dan mendapati anak itu masih tidur dengan nyenyaknya.
Naya mendekat, sedikit menggoyang lengan putranya agar anak itu mau membuka matanya.
"Bangun Ares, sudah siang."
"Bentar lagi Bun, ngantuk. Kalau Edo nyariin, bilang aja aku nggak ngantor hari ini," jawab pria itu setengah diambang mimpi.
"Bukan asisten kamu, tapi ada paketan, cantik ... banget." Sekilas Naya menerawang.
"Taruh aja di sembarang tempat, atau Bunda apakan lah, malas aku ngurusin kaya gituan." Biru melelapkan matanya kembali.
"Tapi kali ini beda sayang ... cewek cantik, tapi ia nggak mau ketemu dulu sama kamu, aneh kan?"
Bunda Naya pikir, yang mendatangi rumahnya adalah penggemar putranya yang sengaja memberi hadiah. Seperti yang sudah-sudah, putranya yang berkarakter es kutub itu tidak gampang mencair walaupun di beri sogokan hadiah-hadiah cantik dari lawan jenisnya.
"Hmm ... nama pengirimnya, Inggit prameswari!" gumam Naya membaca tulisan nama di bungkusan paketan.
"Siapa Bun? Sini aku lihat." Ares langsung terkesiap bangun dan merampas bungkusan paketan itu dari tangan Bundanya. Pria itu membuka yang ternyata isinya adalah kemeja milik dirinya yang kena tilang seorang gadis.
"Sekarang orangnya mana Bun?" tanya Biru setengah berlari, langsung melesat ke luar. Naya sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah putranya yang setengah lompat dari ranjang. Naya pikir, seseorang yang mengirim adalah orang yang spesial untuk putranya.
.
TBC
Buat kalian yang kepo sama kisah orang tua Ares. Bisa baca di judul "Dosenku suamiku"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Mahijab
ares
2023-02-22
0
Borahe 🍉🧡
Ares thor kok Biru sih
2022-12-06
0
Aisyah Septiyasa
Apakah ares mampu mengambil hati inggit dan apakah biru cemburu atau cuwek2 aja
2022-11-06
0