Pagi harinya Inggit terjaga, gadis itu melirik ponsel dan melihat jam di sana. Ternyata masih lumayan pagi, tapi tak apa, gadis itu segera mandi dan bersiap ke kampus. Inggit melirik Biru yang masih terlelap damai. Pria itu pasti akan kesiangan ke kampus pagi ini.
"Rasain lo, telat deh. Hahaha." Gadis itu terkekeh puas.
Bukan hanya itu, Inggit juga menonaktifkan keran air di rumahnya, jadi praktis pria itu tidak akan bisa mandi karena airnya mati. Inggit tertawa puas, ia merasa pagi ini begitu gila, bisa bereksperimen dengan nyata, dan yang Inggit kerjain adalah suami batunya yang sudah lama Inggit benci.
Inggit dan Biru sudah saling membenci sejak lama. Kekasih sahabatnya itu memang tidak ada akur-akurnya sama sekali. Karakter Biru yang membuat Inggit muak, dan sifat Inggit yang membuat Biru males, ke duanya klop saling sengit walaupun tak pernah terucap secara langsung, dan hari ini Inggit merasa kesempatan itu berpihak padanya. Saatnya membuat pria arogan itu menikmati karma.
Inggit sudah melesat ke kampusnya dengan scoopy kesayangannya. Gadis itu melebarkan senyum ceria sepanjang jalan keberangkatan.
Lain Inggit lain juga Biru, pria itu baru saja terjaga setelah pekikan alarm menggema. Dengan malas tangan Biru menjulur ke meja nakas dan mematikannya. Sekilas samar netranya menangkap jarum jam pendek di angka sembilan lewat empat puluh lima menit siang. Pria itu terjingkat tak percaya, ia segera bergegas turun dari ranjang dan melesat ke kamar mandi.
Siang ini Biru ada kuliah pukul sepuluh siang, itu tandanya ia sudah hampir telat. Tangan pria itu memutar keran dan tidak menemukan sedikitpun air yang mengalir dari sana.
"****!! Pake acara mati segala, akhh ... telat gue!" racaunya kesal.
"Inggit, awas lo ya, nggak bangunin gue," batinnya geram. Pria itu melangkah lebar ke luar dari kamar dan tidak menemukan gadis itu di rumahnya.
"Inggit! Inggit!" teriaknya geram, melangkah ke luar dan tidak menemukan motornya. Itu artinya gadis itu telah pergi meninggalkan rumah.
"Cewek sialan, jangankan bangunin tidur, malah pergi tanpa pamitan."
Well ... kenapa juga harus pamitan, bukankah mereka hidup versi masing-masing?
Biru benar-benar kesal, ia akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah Mama. Masih dengan muka bantalnya, pria itu mengendarai motor CBRnya.
"Pagi Den?" sapa mbok Darmi ART di rumah Biru.
"Pagi mbok, Mama sama Papa udah pada berangkat ngantor ya mbok?" tanyanya clingukan demi menilik rumah yang sepi.
Kedua orang tua Biru selalu sibuk, pria itu selalu ditemani mbok Darmi sedari dulu. Pria itu masuk ke dalam kamar yang belakangan ini ia tinggalkan, rasanya begitu kangen. Tidur di rumah kecil pemberian orang tuanya sungguh merepotkan, tempatnya cukup nyaman, tapi sayangnya harus tinggal bersama orang yang Biru sendiri tidak berminat untuk bersama.
Biru segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Pria itu terpaksa pagi ini bolos, sudah terlambat juga percuma, ia akan berangkat untuk siang hari pukul 13.00.
"Mbok, tolong buatin aku sarapan ya?" pinta pria itu setelah mengambil duduk di ruang makan.
"Siap Den," ucap mbok Darmi sambil lalu.
Lima belas menit berlalu, pria itu tengah menikmati nasi goreng buatan mbok Darmi yang belakangan sangat ia rindukan. Makanan buatannya sudah melekat di lidahnya, sehingga tak heran pria itu merasa ketagihan.
"Mbok, nanti tolong jangan bilang Mama sama Papa kalau aku pagi ini ke sini, aku sedang masa percobaan di rumah baru, nanti Papa bisa murka," curhatnya merasa waswas.
"Tapi Den, simbok bohong dong," ujarnya bernego.
"Nggak pa-pa cuma pagi ini aja kok mbok, tenang aja nanti dosanya aku yang tanggung." Biru terkekeh.
Sementara Inggit baru saja usai kelas, gadis itu sudah tidak ada kelas untuk siang ini. Inggit memutuskan untuk jalan bersama sahabatnya Hilda. Mereka sore nanti mau ke mall hanya untuk main dan menghilangkan penat.
"Nggit, ada yang mau dibeli?" Mereka sudah sampe di mall dan tengah melihat-lihat sepatu.
"Ini kayaknya bagus sih, gue jadi pengen?" ujar Hilda meneliti merk sepatu.
"Wao ... mehong bat," gumamnya seraya menilik merk yang lain.
"Ambil aja kalau suka." Itu suara seorang laki-laki yang tiba-tiba muncul diantara mereka.
"Om Gala? Om di sini?" tanyanya tak percaya.
"Iya, kenapa pesan Om nggak pernah di respon?"
"Emm ... maaf Om, itu ... aku lagi sedikit sibuk untuk urusan kampus, jadi ... suka lupa, iya lupa," kilahnya mencari alasan.
Inggit menoel lengan Hilda yang bersikap aneh di depan pria itu. "Siapa Da? Kok lo langsung akrab aja, saudara?" tanyanya penuh selidik.
Hilda mengangguk, namun Inggit tidak percaya begitu saja, ia menangkap kilatan genit di mata Om itu.
"Eh, Om, kenalin ini Inggit teman kuliah Hilda."
Inggit mengangguk sopan, mengabaikan uluran tangan pria itu.
"Da, pindah tempat yuk, gue nggak nyaman," keluh gadis itu.
"Bentar, gue nggak enak," bisik Hilda pelan.
"Om, aku duluan ya?" pamitnya sungkan.
"Eh, nantilah tunggu sebentar. Ini nggak jadi ambil, Om traktir?" tawarnya mengerling. "Sekalian teman kamu juga boleh?"
Inggit melirik sekilas pria dewasa tersebut, ia semakin tidak nyaman dengan tatapan laki-laki itu yang liar, meneliti tubuh Hilda dan juga tubuhnya.
"Boleh deh Om, ayo Nggit ambil aja mumpung ada yang gretongan," selorohnya senang.
"Makasih Om, tapi Inggit sedang tidak butuh barang-barang tersebut," tolaknya halus.
"Sayang sekali, padahal Om nggak papa kalau ambil banyak, bagaimana kalau kita makan dulu, ayo nanti Om traktir," ujar pria itu.
Inggit menggeleng tapi Hilda mengangguk. Bahkan Inggit merasa tidak enak dengan situasi yang ada.
"Nggit, lo jangan polos-polos amat dong, udah terima aja," Hilda baik, tapi untuk situasi sekarang Inggit benar-benar kesal. Kapan sahabatnya akan tobat, bersikap tak selayaknya sebagai seorang yang notabenenya hanya kenalan saja.
"Da, gue duluan aja deh, masih ada yang musti gue kerjain habis ini," ujar Inggit pamit.
Inggit berjalan berlainan arah dan tergesa, gadis itu tak sengaja menabrak seseorang hingga tanpa sengaja wajahnya menempel dada bidangnya.
"Aduh ... sorry, sorry nggak sengaja." Inggit gelagapan sendiri melihat pria di depannya hanya diam saja tanpa ekspresi. Pria itu bergeming, membiarkan Inggit menyamarkan liptint yang sedikit meninggalkan bercak di kemeja putihnya.
"Kamu sengaja ya?" tanyanya dingin.
Inggit menoleh menatap mata pria itu, spontan gadis itu mundur beberapa langkah untuk memberi jarak yang teramat dekat.
"Maaf, Tuan, kemeja anda kotor," ujar pria di sampingnya. Pria itu ingin membantu menghapusnya tapi Pria bertubuh tegap itu menolak.
"Biarkan nona ini bertanggung jawab," ucapnya spontan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Mebang Huyang M
suka2 dr awal ceritanya semoga endingnya bagus.
2023-10-17
0
Julyzee
bgs ngit manfaatin dulu buat cemburuin si kepala batu
2022-12-24
1
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
selingkuhannya Hilda ini yak .. 🤔😏
2022-12-23
0