Mereka berlima tengah menikmati bakso bersama ketika handphone Biru bergetar. Pria itu menghentikan kegiatannya sejenak, lalu mengambil ponsel tersebut dari saku celananya. Biru sempat melirik ke arah Inggit sebalum beralih menatap layar ponsel dan menggeser tombol hijau.
"Iya Ma?" Biru bangkit dari duduk dan sedikit menjauh begitu sambungan telepon tersambung.
"Masih di kampus?"
"Iya, lagi jajan di kantin kampus."
"Mama ada di depan rumah kalian, bisa pulang sekarang? Sekalian Inggit juga suruh pulang, ada suatu yang pingin Mama omongin."
"Tapi Ma, Bi -----" panggilan di tutup dari sebelah pihak.
Tut ----
"Hais ... Mama ini, belum juga selesai ngomong udah dimatiin aja," gumamnya kesal.
Pria itu ngedumel sendiri, merasa kesal dengan mamanya namun tidak bisa membantah perintahnya. Biru kembali ke meja kantin pamit dengan kedua sahabatnya dan juga Hilda, kemudian pria itu pergi dengan tergesa.
Sesampainya di luar, tepatnya di parkiran Biru segera mengirim pesan dan menyuruh perempuan yang berstatus istrinya itu pulang.
Inggit menatap ponselnya dengan kernyitan di kening yang berlipat. Karena menyangkut mertuanya Inggit pun pulang. Motor mereka saling beriringan ketika sampe rumah, Inggit dan Biru menyalami Mama Diana dengan takzim.
"Sayang ... gimana tidurnya semalam, apakah nyenyak?" selidik Mama.
"Nyenyak Mah, mari Mah masuk. Maaf berantakan, Inggit belum sempat berkemas," ujar Inggit sungkan.
"Nggak pa-pa sayang, sebenarnya Mama cuma mampir sebentar, Mama mau ngasih hadiah ini ke kalian." Mama Diana menyodorkan dua voucher liburan.
"Apa ini Ma?" tanya Biru mengambil tiket tersebut.
"Paket honeymoon ke Raja ampat buat kalian, Mama sengaja kasih itu sebagai hadiah bulan madu untuk pernikahan kalian."
Inggit dan Biru sama-sama terdiam, setelahnya Inggit berdehem sejenak lalu segera menolak dengan perkataan yang halus dan sopan.
"Maaf Ma, sepertinya kita belum butuh itu sekarang, mungkin lusa setelah kuliahnya libur bisa Inggit pertimbangkan," tolaknya sopan.
"Gitu ya sayang, nggak papa sih berangkatnya agak nantian juga, yang penting kalian terima," ujar Mama Diana sedikit maksa.
"Terimakasih Ma, kita akan mengambil cuti dan berangkat bulan madu bersama," ucap Biru cepat. Inggit melirik Biru tak percaya, gadis itu ingin protes tapi nanti saja setelah orang tuanya pulang.
Mama Diana tersenyum senang melihat Biru yang begitu antusias. Ia pun pulang dengan hati lega diselimuti bahagia.
"Lo gila, bulan madu? Bukankah kita sudah sepakat hanya menikah pura-pura!" semprot Inggit tak terima.
"Sans dong, lo pikir gue bakalan ngajak elo ke sananya, mimpi lo ketinggian, lo memang istri gue, tapi jangan harap gue perlakuin lo seperti selayaknya istri," bentaknya tak kalah menyakitkan.
"Syukur deh, siapa juga yang mau honeymoon bareng lo, ogah," sergah Inggit bangkit dari duduknya.
"Gue mau ngajak Hilda," ucap pria itu menghentikan langkah Inggit.
"Gue saranin lo balikin voucher itu ke Mama, sebelum masalah kita semakin rumit."
"Kenapa? Lo keberatan? Lo cemburu?" ucapnya menohok.
"Gue nggak pernah peduli, dan nggak akan pernah peduli dengan apa yang mau lo lakuin, asal lo tahu, jika orang tua lo tahu pergi dengan Hilda, gue yakin seratus persen orang tua lo bakalan murka!" tegas Inggit sarkas.
"Lo ngancam gue, mereka nggak mungkin tahu kecuali lo yang ngasih tahu, jadi keputusan tetap di gue, dan gue nggak peduli, gue tetep bakalan berlibur, tugas lo ikut mengambil cuti terserah mau kemana, gue kasih uang buat lo pergi selama gue liburan."
"Nggak mau, gue nggak mau cuti kuliah, sebentar lagi UAS dan gue sedang banyak tugas."
"Terserah! Gue nggak peduli, yang pasti lo nggak boleh ngacauin rencana gue!" tukas pria itu tetap pada pendiriannya.
Inggit berlalu dari ruang tamu, percuma saja Inggit mendebat manusia batu itu, hanya kesal tanpa memperoleh titik temu. Gadis itu lebih tertarik tenggelam dalam dunia sosmednya dari pada memprotes apa yang ingin dilakukan suaminya itu.
Inggit baru saja mengubah posisi ternyamanya di atas kasur ketika tiba-tiba pintu kamar terbuka, Biru masuk dengan santainya. Gadis itu terkesiap dan langsung bangkit dari pembaringan.
"Eh, ngapain lo ke sini?" Inggit menyorot waspada.
"Ke luar lo, malam ini giliran gue yang tidur di kamar," sarkas pria itu galak.
Inggit berdiri, pasang kuda-kuda perlawanan. "Enak aja, nggak ada sejarahnya Inggit Prameswari tidur di luar kamar. Lo aja sana yang ke luar!" bentaknya tak kalah garang.
"Eh, lo jadi cewek ngeselin banget sih, ke luar nggak!" bentak Biru sekali lagi.
"Nggak! Lo yang tidur di luar!" Inggit tak gentar sedikit pun.
"Oke, terserah lo tapi gue mau tidur di sini, jangan salahkan gue kalau gue khilaf dan terpaksa ngelakuin sesuatu di luar kendali gue," ucapnya tersenyum miring.
Inggit bergeming, namun sesaat setelahnya ia tertawa geli mendengarkan penuturan suaminya itu, kalau boleh jujur Inggit takut, sangat takut malah, bukan tidak mungkin hal itu terjadi, di dalam kamar yang hanya berdua, terlebih mereka suami istri.
Inggit tengah memikirkan cara yang paling ampuh memenangkan perdebatan sengit perihal kamar mereka. Gadis itu belum menyerah, namun ada rasa waswas yang melanda hatinya.
Brukk!
Biru langsung melempar tubuhnya ke kasur, pria itu tidak peduli tatapan Inggit yang galau, ia sudah menguasai kasur saat ini.
"Raja tega, manusia stone," decak Inggit kesal. Kali ini gadis itu mengalah dan dirinya terpaksa tidur di luar kamar.
Biru terlelap dengan cepat, giliran Inggit sama sekali tidak bisa merem. Bahkan tubuhnya seakan tidak bersahabat dengan sofa, gadis itu merasa tidak nyaman dalam tidurnya.
Hari semakin larut, nonton TV udah, malah TV nya yang nonton dirinya sibuk membalas pesan di grub kelasnya. Hingga hampir pukul sebelas malam, gadis itu tidak bisa tidur.
"Sialan si stone, gue kerjain lo, mampus!!"
Inggit membuka kamar secara perlahan, gadis itu mengintip dan memastikan Biru yang benar-benar sudah terlelap. Dengan berjalan mengendap, ia mulai menuju nakas dan mengambil jam weker di sana, Inggit sengaja menyetel alarm itu dengan angka yang cukup membuat pria itu pasti akan tercengang.
"Perang akan segera dimulai, lo jahat gue beli," gumamnya lirih menatap sengit pria tampan berstatus suaminya itu yang tengah tidur dengan gaya tak beraturan.
Inggit ke luar lagi, ia mulai menumpuk bantal dan merebahkan punggungnya di sofa, mau tidak mau ia harus tidur di sini malam ini dari pada tidur satu ranjang dengan pria itu.
"Oh sofa, bawa daku ke dalam mimpi yang indah, dan lelapkan aku malam ini dengan perasaan tenang," gumam Inggit lirih sembari melelapkan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Liiee
hahaha kelakuan Biru! ingat karma berlaku
2022-12-22
0
Lilisdayanti
cumungut inggit,, jangan mau kalah sama domba 😂😂😂
2022-11-30
0
Betty Nurbaini
klw gak perduli biarin aja mereka pergi nghit malah kmu gak pusing ribut melulu...
2022-09-09
0