Inggit bergeming dengan sejuta pikiran di otaknya. Bagaimana pun, ia harus bisa menghapus gambar-gambar dirinya yang Biru colong dengan kurang ajarnya tanpa sepengetahuan Inggit. Gadis itu mencoba tenang, diam, dan menurut, karena memang saat ini tidak ada pilihan, tapi ... sedikit banyak ia menaruh dendam, ternyata Biru lebih jahat dari yang Inggit kira. Inggit mengira Biru hanya penjahat wanita, player, tetapi ini malah lebih parah, tindakannya sangat merugikan untuk Inggit.
Gadis itu tidak bisa membayangkan, kalau seandainya foto dirinya itu tersebar sudah pasti akan sangat merusak reputasinya. Bahkan jalur beasiswa di kampusnya bisa di cabut gara-gara tindakan amoralnya.
Gue harus bisa dapetin foto-foto itu
Inggit pura-pura tidur di sofa yang tersedia di kamar Biru. Gadis itu benar-benar tidak bisa menganggap remeh pria batu di depannya yang dengan santai dan asyiknya malah bervidio call bersama Hilda tanpa mempedulikan perasaan Inggit sedikitpun.
Inggit sama sekali tidak terpengaruh, otaknya sudah dipenuhi dengan segala rencana yang ia sendiri merasa mumet untuk menjalankan.
Sayang ... besok aja ketemuannya ya, aku juga kangen tapi ini sudah malam. I love u.
Itu adalah suara Biru yang tengah mengobrol asyik dengan Hilda di telfon. Inggit mendengar semuanya, gadis itu hanya pura-pura tidur. Bahkan, dirinya sama sekali tidak bisa terlelap.
"Wah ... cepet juga lo tidur, padahal gue belum puas debat sama lo, eh ... malah tidur, nggak asyik," celetuk Biru yang Inggit yakini berada di dekatnya, sebab ia merasa gumaman itu terasa begitu dekat.
Cantik sih ... tapi sayang gue nggak cinta, dan gara-gara lo, gue mesti jadi anak baik sepanjang masa. Kalau bukan karena hak waris Papa, sudah dari hari pertama lo jadi istri gue udah gue buang!
Biru menatap sengit perempuan yang tengah tertidur di sofa kamarnya. Hari sudah lumayan malam, dan saatnya pria itu beristirahat. Malam ini begitu menenangkan untuk dirinya, Biru tidur dengan cepat setelah membalas pesan ungkapan selamat malam dari kekasihnya.
Inggit yang sudah mengantuk memaksa tetap membuka matanya demi misi masa depan. Dirinya bahkan tidak bisa tidur dengan tenang selama gambar-gambar itu belum berhasil dilenyapkan. Gadis itu sedikit mengintip, dengan membuka matanya sedikit, memastikan si stone sudah tidur.
Inggit bangkit dari sofa mendekati ranjang, netranya menyorot liar ke sepenjuru kamar. Menemukan ponsel Biru di bawah himpitan tangannya, sepertinya pria itu tertidur saat bermain ponsel. Inggit sedikit menahan napas saat mengambil HP Biru. Gadis itu melakukan dengan sangat hati-hati, takut empunya murka, dan menyebabkan gagal total.
Yes ...! pekik Inggit tertahan begitu mendapati ponsel pria itu.
Inggit langsung menyalahkan handphone dengan merk buah apel di gigit itu.
"Sial!" umpat Inggit kesal mendapati ponsel Biru di pasword. Ia mencoba gambling tetapi hasilnya nihil, tidak bisa. Ingin sekali Inggit membanting ponsel itu dari tangannya, dengan kesal ia meninju-ninju muka Biru di udara.
"Lo bener-bener jahat Albiru, gue pasti bales semua ini, lihat saja!" gumam Inggit lirih, kembali duduk di sofa dengan pikiran yang kacau balau.
Inggit masih begitu gondok, belum berhasil membuka ponsel pria itu. Seandainya ini siang hari, mungkin ia akan meminta bantuan konter untuk meriset semua data pria itu di ponselnya, Inggit tidak peduli. Misi harus berhasil, dirinya bahkan hidup damai, tenang, tanpa musuh yang berarti sebelum dekat dengan pria itu. Namun, semenjak menikah dengan Biru seakan semua kesialan itu terus mengintainya bagai hantu.
Inggit menatap jengkel handphone yang ia letakkan tak jauh dari tangan pria itu. Terus menatap lesu atas lemari, handphone miliknya masih setia stay di sana gegara ulah suami jahatnya.
"Benar-benar menyusahkan!" gumam Inggit kesal, mengabsen segala umpatan di benaknya.
Mimpi buruk Inggit sepanjang hidup adalah menikah dengan pria tak berhati seperti Biru, seandainya Romo dan Ibu tidak memaksa, tentu gadis itu memilih kabur, tidak sudi bersanding dengan pria brengsek macam pria itu.
Inggit mengambil kursi, berusaha memanjat dan menilik atas lemari, tapi sayang masih sedikit kesusahan sebab lemari di kamar itu lumayan tinggi. Kekesalannya bertambah lagi, saat ia melirik jam dinding di kamar Biru menunjukan pukul 23.30 WIB. Itu artinya malam sudah larut, dan Inggit tidak mungkin ke luar kamar mencari tangga. Untuk malam ini perempuan itu terpaksa harus tidur dengan segala rasa yang berkecamuk di dada.
Pagi menyambut begitu cepat, Inggit yang masih tertidur pulas di sofa terkesiap mendengar ketukan pintu dari luar sana. Setengah malas gadis itu terbangun mendekati pintu dan membukanya.
"Maaf Non, sudah di tungguin Ibu sama Bapak sarapan di bawah," ujar pembantu di rumah Biru menginterupsi.
"Hah! Emang ini jam berapa?" Inggit bingung sendiri, ia merasa baru saja terlelap dan dikejutkan dengan matahari yang sudah meninggi.
"Hampir jam delapan Non," jawab art itu tersenyum. Entahlah itu senyum apa Inggit tidak tahu, tapi yang jelas jawaban itu terjawab sudah ketika Biru juga muncul di belakang Inggit dengan muka bantalnya khas bangun tidur.
"Lima belas menit mbok, kita bersih-bersih dulu, nanti nyusul, atau kalau nggak tinggalin aja," oceh pria itu.
ART berlalu setelah menyerahkan satu style baju ganti untuk Inggit, yang diutus Mama Diana untuk menantu kesayangannya itu, dan Biru segera menutup pintunya rapat-rapat.
"Maaf Buk, mereka baru saja bangun dan tengah bersih-bersih," lapor ART yang langsung diangguki dengan senyuman Mama Diana. Orang tua itu pikir, bangun kesiangan itu sangat wajar bagi pengantin baru, ia bahkan sangat bersyukur kalau mereka akhirnya sudah saling jatuh cinta dan menjalani rumah tangga normalnya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
"Ambilin handphone gue dulu Al, gue ada perlu buat hubungi seseorang," mohon Inggit di titik nadir.
"Ya elah ... manja banget, tinggal ambil tangga di belakang, punya otak tuh dipakai, jangan buat pelajaran aja lo sok pintar tapi hal kaya gitu aja nggak bisa mikir."
"Kalau nggak mau tinggal bilang 'no', kenapa hobby banget marah-marah sih," gerutu Inggit bertambah kesal. Ia memilih mengabaikan sejenak perdebatan itu dan memilih melesat ke kamar mandi.
Inggit menyelesaikan mandi dengan cepat. Mertuanya itu sangat pengertian sekali mengingat dirinya tidak membawa baju ganti, tanpa kesusahan Mama sudah menyiapkan untuknya.
Biru akhirnya angkat tangan dan merasa terpanggil dengan suka rela mengambil ponsel istrinya yang sengaja ia lempar ke atas lemari.
"Heh, ponsel, nyusahin orang aja lo pagi-pagi," gerutu Biru kesal mengomel bak orang gila ponsel Inggit yang berhasil ia raih.
"Astaga gila!" celetuk Inggit melihat suaminya memaki-maki ponsel miliknya.
"Eh!" Biru terkesiap, kursi pijakannya oleng karena kaget, pria itu ambruk, tapi sialnya Biru terjatuh menimpuk Inggit dan alhasil mereka pun terjerembab ke lantai berdua dengan posisi yang sama sekali tidak menguntungkan bagi Inggit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Julyzee
kan😂
2022-12-24
1
Liiee
sialan si Biru! bukanya inggit udah minta pisah ya!
2022-12-23
0
Lilisdayanti
kenapa harus biru yg jadi peran kedua bukan ares,,peran utamanya kan inggit 😁🤭
2022-11-30
0