Not To Be Regrettable
...♡♡♡♡♡♡...
Calistha Vallery memandang ke arah sekitar dengan tatapan malas. Dentuman musik keras yang mengisi ruangan club tak mampu membuatnya bergoyang. Kedua matanya menatap ke arah dance floor, di mana kedua teman-temannya sedang asik bergoyang kesana-kemari.
Sebenarnya Vallery bukan tipekal gadis yang tidak suka ke tempat-tempat seperti ini. Menari bersama pria asing justru merupakan salah satu hobinya untuk menghilangkan stres. Tapi tidak kali ini, meski saat ini ia cukup stress dengan tingkah polah sang Papa yang katanya ingin menikahi sekertaris pribadinya itu.
Ck. Bukannya Vallery tidak ingin Ayahnya menikah kembali, ia justru senang jika sang Papa akan menikah lagi. Toh, Ayahnya ini masih muda. Baru berumur 46 tahun, wajar kan kalau Ayahnya itu ingin menikah kembali. Tapi yang menjadi masalahnya sekarang adalah, wanita yang ingin dinikahi sang Ayah itu terlalu muda. Hanya terpaut enam tahun dengannya. Gadis mana yang akan rela jika Ayahnya menikah dengan perempuan yang lebih cocok menjadi Kakaknya ketimbang Ibunya. Jelas ia tidak akan rela tentu saja.
"Hi, are you alone?"
Vallery langsung menoleh ke samping saat, mendengar suara yang seperti sedang bertanya padanya. Lalu ia menemukan seorang pria bule sedang tersenyum kepadanya. Dahinya mengerut tanpa bisa dicegah, kedua matanya secara spontan langsung mensensor penampilan pria bule tersebut. Dari atas hingga bawah. Tubuh tinggi tegap, rahang tegas, brewok-brewok samar, berkumis tipis, hidung mancung, bibir tipis, mata coklat.
Fix. Bule tulen nih. Batin Vallery setelah puas menilai penampilan pria itu. Ia tidak terlalu memperdulikannya, karena ia sudah biasa diajak kenalan di klub malam seperti ini. Dan ia tidak tertarik untuk itu, apalagimeski sebenarnya pria ini boleh juga.
"Boleh duduk di sini?" tanya pria bule itu menggunakan bahasa Indonesia dengan aksen yang sangat baik.
Sesaat Vallery merasa takjub. Ia tidak menyangka bisa bertemu dengan pria asing yang bisa menggunakan bahasa Indonesia sebaik ini. Ayahnya yang setengah Amerika dan setengah Indonesia saja bahasa Indonesiannya kadang belepotan.
"Silahkan!" ucap Vallery sambil canggung. Ia kemudian pura-pura menyibukkan diri dengan ponselnya, meski sesekali ia melirik pria bule itu.
"Menunggu teman?" tanya bule itu setelah duduk di samping Vallery.
"Ya," jawab Vallery pendek.
Bukan bersikap sombong atau pun sedang jual mahal, hanya saja ia tidak tahu harus bersikap bagaimana.
Bule itu tertawa kecil, hal ini membuat kening Vallery bertaut heran dan menoleh ke arahnya.
"Apa saya mengganggu waktu sendiri kamu?"
Vallery menggeleng. "Tidak juga."
"Kamu belum terbiasa dengan tempat seperti ini?" tebak Lingga ragu-ragu.
Vallery tertawa. "Saya bahkan yang mengajak kedua sahabat saya untuk kemari."
"Lalu kenapa kamu tidak ikut bergabung dengan mereka?" tanya bule itu terlihat penasaran.
"Sedang tidak berminat," jawab Vallery seadanya, ia kemudian melirik Lingga, "kamu sendiri? Kenapa tidak menari?"
"Saya tidak suka menari."
"Lalu kenapa datang ke tempat seperti ini?"
"Minum."
Vallery ber'oh'ria sambil mengangguk paham.
"Sebenarnya saya tidak biasa ke tempat seperti ini. Tapi karena sekertaris saya yang mengajak, akhirnya saya ikut. Toh, saya hanya butuh minum." Lingga terkekeh sambil menegak minumannya, "tapi ternyata saya salah, di sini bising sekali."
Vallery tertawa. "Harusnya kamu bisa menebak lebih awal saat tahu diajak kemari," komentarnya.
Lingga mengangguk setuju. "Harunya," gumannya, kembali menegak minumannya hingga tandas. Ia kemudian mengulurkan tangannya tiba-tiba, "Lingga, Lingga Maheswara," ucapnya memperkenalkan diri.
Lingga masih berusaha untuk tetap tersenyum cerah, meski Vallery belum menjabat tangannya. Gadis itu tampak terkejut mendengar nama si bule itu. Namun buru-buru ia menepis rasa keingintahuan berlebihnya. Ia kemudian menjabat tangan Lingga sambil tersenyum canggung.
"Calista Vallery. Panggil aja Vallery."
"Nama yang cantik," komentar Lingga sambil memainkan gelasnya.
"Terima kasih. Ngomong-ngomong nama kamu seriusan Lingga?" Vallery bertanya dengan nada tidak percaya sekaligus penasaran.
Tanpa ragu Lingga langsung mengangguk. "Ya. Apa terdengar aneh?"
Vallery mengangguk. "Ya. Untuk tampilan bule tulenmu itu, aku rasa nama Lingga tidak terlalu cocok. Bukankah Lingga itu nama Jawa?" tanya Vallery tak begitu yakin. Tapi ia pernah mendengar jika nama Lingga itu memang berasal dari bahasa Jawa, kalau tidak salah.
Sekali lagi Lingga mengangguk. "Ya. Maheswara pun berasal dari bahasa Jawa, karena aku memang orang Jawa."
Vallery kembali berseru dengan takjub, benar-benar tidak menyangka kalau pria yang terlihat seperti warga asing ini orang Jawa.
"Kamu orang Jawa?" tanya Vallery tak yakin, "serius orang Jawa? Bukan istri kamu yang orang Jawa?" Kedua matanya kembali mensensor penampilan Lingga yang menggambarkan perawakan bule tulen, tidak terlihat sama sekali kalau Lingga memiliki darah Indonesia apalagi Jawa.
Lingga mendadak tertawa, merasa lucu sekaligus tersinggung. "Apa aku terlihat seperti seorang pria yang sudah menikah?"
Aku? Batin Vallery keheranan. Kenapa pria itu tiba-tiba menanggalkan bahasa formalnya?
"Sepertinya. Pria mapan dan tampan sekarang biasanya sudah pada sold out."
Lingga tersenyum malu-malu. "Terima kasih atas pujiannya."
"Itu bukan pujian," elak Vallery.
"Saya benar-benar lahir dan besar di Solo dan saya belum menikah, kalau kamu mau tahu." Lingga tiba-tiba merogoh kantong celananya dan mengeluarkan dompetnya secara tiba-tiba. Tak lama setelahnya ia mengambil KTP-nya dan menunjukkan pada Vallery tanpa ragu, "buat bukti biar kamu percaya kalau saya tidak berbohong."
Mulut Vallery langsung menganga tanpa bisa dijegah. Ekspresinya menggambarkan raut wajah penuh keterkejutan yang luar biasa. Membuat Lingga tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa.
"Wah, saya merasa cukup tersinggung dengan ekspresi yang kamu buat sekarang ini," ucap Lingga memasang wajah terlukanya.
Vallery menggeleng tegas. Mendadak ia merasa tidak enak. "Sorry, saya tidak bermaksud. Maksud saya begini, muka kamu sama sekali tidak--"
"Terlihat seperti orang Indonesia?" sambung Lingga cepat.
Vallery menggangguk. "Wajah kamu terlalu terlihat seperti warga asing," imbuhnya kemudian.
Lingga mengangguk setuju. "Kamu benar, memang banyak yang bilang begitu. Tapi Ayahku memang asli Solo, hanya saja beliau sekarang menetap di Jakarta karena harus mengurusi pekerjaannya di sini."
"Ibu kamu?" tanya Vallery penasaran. Ini pertama kalinya ia penasaran dengan orang asing yang baru ditemuinya belum lebih dari lima belas menit.
"Rusia. Ibuku asli Rusia."
Vallery langsung berdecak saat mendengar jawaban Lingga. Dalam hatinya langsung berseru 'pantesan modelannya bule tulen begini. Emaknya yang bule ternyata'.
"Lalu kamu sendiri?"
"Aku?" Vallery menunjuk wajahnya sendiri, "kenapa sama aku?"
"Aku-kamu kedengerannya bagus juga," ucap Lingga sambil tersenyum manis.
Vallery hanya terkekeh saat mendengarnya. Ia kemudian melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Waktunya pulang ternyata.
"Sorry, sepertinya saya harus pulang duluan," ucap Vallery langsung berdiri.
"Pulang?" Lingga melirik arlojinya, "masih jam segini loh." Ia kemudian menunjukkan arlojinya pada Vallery, "masa mau pulang?"
"Kalau aku nggak pulang sekarang, aku bisa dibunuh Papaku." Vallery menatap Lingga sengit.
"Keberatan kalau saya antar?" tawar Lingga. Ia kemudian ikut berdiri.
"Tidak perlu, karena aku bawa mobil," ucap Vallery sembari menggoyangkan kunci mobilnya, yang baru saja ia dirogoh dari dalam tas.
Lingga mengerang tertahan, lalu menahan lengan Vallery yang sudah bersiap meninggalkannya.
"Kalau gitu kita perlu tukar kontak."
"Untuk apa?" Vallery bertanya seolah tidak paham.
Lingga menggaruk rambutnya dengan gerakan gugup. "Yang jelas tidak untuk niat buruk kok."
Vallery tersenyum senang lalu mengangguk. Membuat wajah Lingga berubah cerah. Dengan gerakan cepat ia merogoh saku jaketnya, namun dengan tiba-tiba ditahan Vallery.
"Kita tukerannya di lain kesempatan, ya. Tunggu sampai takdir mempertemukan kita lagi." Dengan wajah tanpa dosanya Vallery kembali tersenyum lalu berbisik di telinga Lingga. "Senang bertemu dengan kamu Om bule Jawa," kedip Vallery dengan genit.
Sedangkan Lingga hanya terpaku menatap punggung Vallery yang hilang di antara kerumunan.
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
tetesan embun 🌛
mampir
2023-03-09
0
diyull
ligat di rekomendasinya autor teh shantii cus lngsung baca
2023-01-10
0
Dewi Safitri
yah ko ga di lanjut si thor
2020-12-05
2