Begitu sampai di tempat pemakaman umum yang Vallery sebutkan, mereka langsung turun dari mobil setelah Lingga memarkirkan mobilnya. Mereka tidak berjalan beriringan, Vallery memimpin sedangkan Lingga hanya mengekor di belakangnya sambil melihat-lihat sekitar. Ia bahkan hampir menabrak Vallery karena tidak memperhatikan jalan.
"Sorry."
Vallery mengangguk maklum. "Kita sudah sampai. Ini makam Mama-ku," katanya begitu sampai di makam pusara Mama-nya.
Lingga diam sesaat lalu mulai merapikan penampilannya. "Halo, Tante, saya Lingga calon suami Vallery." Lingga kemudian memperkenalkan diri dengan sedikit canggung dan wajah yang terlihat sedikit tegang.
Vallery tersenyum lalu berbisik, "Kamu nggak perlu tegang atau pun takut, aku berani jamin kalau kamu nggak akan dapat tamparan sekalipun."
Lingga mendengkus sebal. "Tetap saja ini pertama kaliku bertemu dengan Mama kamu." Ia kemudian berjongkok di sebelah makam.
Vallery berpikir sejenak. "Tapi kan kamu nggak benar-benar bertemu dengan beliau."
"Tapi bagiku ini pertemuan," balas Lingga sambil mendongak, karena ia sudah berjongkok sedangkan Vallery masih berdiri sedari tadi, "apa yang kamu lakukan. Ayo, duduk dan berdoa untuk Mama."
Vallery langsung berdecak kagum. "Wah, luwes banget ya mulut kamu manggil Mama?"
Lingga tampak acuh tak acuh sambil mengangkat kedua bahunya secara bersamaan. Vallery tertawa lalu duduk di sebelah Lingga. Lalu keduanya mulai berdoa dengan khusyuk.
"Hai, Ma," sapa Vallery setelah ia selesai berdoa, "maaf, ya, Vallery jarang ke sini. Mama apa kabar di sana?" Kedua matanya mulai berkaca, ia kembali melanjutkan ceritanya.
"Vallery baik-baik saja, Papa juga baik-baik saja." Vallery mangguk-
mangguk seolah mendengar jawaban dari sang Mama. "Kekasih Papa?" Ia berpikir sejenak lalu kembali mengangguk, "kayaknya mereka baik-baik saja juga, Ma. Mereka bahkan berniat untuk menikah. Mama nggak papa kan? Awalnya Vallery sedih, Ma. Vallery kecewa karena Papa nggak coba minta pendapat Vallery dulu, tapi sekarang kayaknya Vallery mau nggak mau harus merestui mereka, karena Vallery butuh restu dari Papa."
Tangis Vallery kali ini benar-benar pecah. Lingga yang berada di sampingnya, secara otomatis langsung merangkul bahunya. Usapan lembut ia berikan, berharap mampu menenangkan Vallery meskipun hanya sedikit.
"Ma, maafin Vallery karena bikin kecewa Mama dan Papa. Vallery ngaku salah, Ma, maafin Vallery. Vallery janji, habis ini nggak akan nakal, tapi bantu Vallery supaya Papa mau maafin Vallery, Ma, Vallery takut." Merasa tidak kuat, Vallery akhirnya memilih membenamkan kepalanya pada dada Lingga. Dengan gerakan sigap, Lingga langsung memeluk tubuh Vallery.
"Saya akan tanggung jawab, Tante. Tante tidak perlu khawatir, saya akan menjaga putri anda dengan baik. Saya akan belajar mencintainya, saya akan setia padanya, dan saya tidak akan mengkhianatinya apapun yang terjadi. Saya janji, Tante. Tolong restui saya menikahi putri Tante."
Vallery cukup terkejut dengan kalimat yang baru saja diucapkan Lingga. Ia mendongak menatap wajah pria itu, berusaha mencari kebohongan pada wajah bule itu namun ia tidak menemukannya.
"Aku sudah berjanji di depan Mama kamu, Vallery. Aku serius dengan ucapanku barusan, kamu bisa pegang kata-kataku tadi. Jadi, ayo kita menikah dan sama-sama belajar jadi orangtua yang baik."
Vallery menerjap bingung, secara reflek ia menjauhkan tubuhnya dari dekapan Lingga dan buru-buru berdiri. Ia terlihat sangat gugup.
"Jangan main-main dengan kata-katamu, Lingga. Aku tidak suka."
Lingga sedikit memiringkan kepalanya untuk melihat ekspresi gugup Vallery. Sudut bibirnya membentuk senyuman.
"Kenapa? Apa jantungmu mulai berdebar-debar setelah mendengar kalimatku tadi?" goda Lingga jahil.
Seketika itu wajah Vallery tampak memerah. "Ngomong apaan sih kamu ini? Jangan ngaco! Ayo, buruan kita pulang!" Tanpa banyak berpikir ia langsung meninggalkan makam pusara Mama-nya begitu saja.
Lingga tidak bisa menahan tawanya. Apalagi saat ia berteriak memanggilnya, gadis itu tampak acuh tak acuh dan terus berjalan bahkan tanpa menoleh sekalipun. Yang dilakukan hanya melambaikan sebelah tangannya saja.
"Vallery sepertinya sedang salah tingkah, Tante. Dia pulang duluan tanpa pamit, jadi saya yang akan menggantikan Vallery untuk berpamitan. Kami pulang, Tante, kami janji akan sering-sering berkunjung. Kami akan menjaga kesehatan kami. Dan soal perkataan saya tadi, saya benar-benar serius dengan semuanya. Tolong restui kami dan bantu kami agar bisa melewati semua ini. Saya tahu, kesalahan saya cukup fatal, tapi izinkan saya menebusnya." Lingga kemudian berdiri dan pergi meninggalkan makam begitu saja. Menyusul Vallery yang sudah masuk ke dalam mobilnya.
"Kenapa nggak pamitan sama Mama dulu? Kenapa langsung pergi gitu aja?"
Vallery enggan menoleh ke arah Lingga. "Bodo amat, jangan tanya aku. Buruan jalan!"
"Kamu minta aku jalan kaki?" Lingga pura-pura memasang wajah terkejutnya. Hal ini mampu membuat Vallery langsung menoleh ke arahnya dengan tatapan kesalnya.
"Jalanin mobilnya, Lingga!" seru Vallery emosi. Ia menyilangkan kedua tangannya sambil memalingkan wajahnya ke luar jendela.
"Mas," koreksi Lingga, mulai menstarter mobilnya dan melajukannya meninggalkan area tempat parkir dekat makam, "ingat, Vallery! Aku calon suami kamu, dan perbedaan umur kita cukup jauh," sambungnya kemudian.
"Siapa juga yang mau nikah sama kamu?"
"Kamu lah."
"Enggak."
"Tapi kamu tidak bisa nolak, Vallery."
"Kenapa gitu? Aku punya hak ya, dan aku bis nolak kapan pun aku mau."
Lingga tersenyum meremehkan. "Tapi aku yakin kamu nggak akan melakukannya."
Vallery berdecih. "Aku rasa kamu terlalu percaya diri, Om."
"Om?" beo Lingga tersinggung, "bukankah kamu keterlaluan?"
Dengan wajah polosnya, Vallery menggeleng. "Jarak umur kita mencapai 15 tahun, kalau Om lupa."
"Vallery, berhenti memanggil saya Om! Atau saya cium kamu!" ancam Lingga mulai geram.
"Saya?"
"Kamu yang mulai memanggil saya Om," balas Lingga tidak mau kalah.
"Oke, nggak masalah."
"Kamu nantangin saya, Vallery?"
"Iya," ucap Vallery penuh percaya diri.
"Oke." Lingga mengangguk setuju, ia mulai menepikan mobilnya di tempat yang agak sepi.
"Lingga, kamu mau ngapain?" tanya Vallery mulai panik.
Lingga berlagak sedang berpikir. "Aku akan membuatmu mengingat malam panas kita yang waktu itu."
Kedua bola mata Vallery melotot sempurna. "Apa?!"serunya panik, "di sini?"
"Kita bisa mencobanya di sini bukan?"
"No! Kamu gila?!" Vallery makin panik saat tubuh Lingga mulai mendekatinya, "oke, oke! Aku nyerah, aku panggil kamu Mas!"
Lingga langsung menjauhkan tubuhnya dari tubuh Vallery. "Kamu yakin tidak ingin mengulangnya?"
"Ya, bukan begitu, kita bisa mencari tempat lain kan?" Wajah Vallery masih terlihat sedikit gugup.
Lingga mangguk-mangguk setuju. "Jadi, kita langsung ke hotel?"
"Hah?"
"Bukankah kamu menyarankan untuk mencari tempat lain?"
"Bukan begitu. Maksudku, kita... bisa... eh, enggak, maksudku..."
Lingga tiba-tiba terbahak lalu mengacak rambut Vallery. "Aku hanya bercanda. Kamu tidak perlu sepanik itu, aku janji tidak akan melakukannya sebelum kita resmi menikah." Ia kembali memakai seatbeltnya dan mulai melajukan mobilnya kembali.
Di sampingnya Vallery tampak menghela napas lega. "Kamu bikin aku deg-degan, Mas."
Lingga tersenyum puas. "Memang itu tujuanku." Ia menoleh ke arah Vallery, "aku suka dengan cara memanggilku begitu. Pertahankan!"
"Ngomong-ngomong kita mau kemana? Kamu nggak mau nganterin aku pulang?"
"Nanti. Setelah kamu bertemu Ibuku."
"Apa?!"
********
Telapak tangan Vallery rasanya berkeringat dingin secara mendadak, setelah Lingga memberitahunya kalau ia akan diajak ke rumah orangtuanya. Ia gugup luar biasa.
"Yuk, turun!" ucap Lingga setelah membukakan pintu untuk Vallery.
Vallery menggeleng tegas sebagai tanda penolakan. "Aku belum siap, Mas," rengeknya menolak keras.
"Tapi kita sudah sampai, Vallery, dan sebaiknya kita segera masuk," kata Lingga mencoba untuk membujuknya, "kalau menunggu kamu siap, itu akan sangat lama. Sedangkan waktu kita tidak banyak, bayi kita nggak bisa menunggu terlalu lama. Ayo, masuk! Nggak papa, semua akan baik-baik saja. Aku jamin."
Masih dengan wajah enggannya, Vallery kemmbali menggeleng. "Enggak. Ini terlalu cepat buat aku ketemu sama Ibu kamu, Mas."
Lingga tersenyum saat mendengar Vallery kembali memanggilnya 'Mas'. Hatinya rasanya menghangat. Ya, Tuhan sepertinya sudah lama ia tidak merasakan hal seperti ini
"Kenapa senyam-senyum?" ketus Vallery kesal.
Lingga menggeleng. "Aku senang kamu mulai memanggilku 'Mas'," akunya senang, "rasanya kayak ngisep ganja. Bikin kecanduan."
Vallery mendengkus kesal. "Kamu mantan pemakai?"
Lingga tertawa. "Bukan. Itu hanya perumpamaan, Vallery."
"Pokoknya aku belum siap," ucap Vallery menegaskan, "ini terlalu cepat."
Lingga menghela napas. "Vallery, alur yang terjadi di antara kita memang cepat. Segalanya berjalan dengan sangat cepat dan terasa seperti tiba-tiba. Apa kamu tidak merasa kita demikan?"
"Tapi... tetap aja. Aku takut."
"Dengan?"
"Bagaimana kalau Ibumu tidak menyukaiku? Bagaimana--"
"Ayo, turun dan aku pastikan kalau itu tidak akan terjadi," potong Lingga sambil menggenggam telapak tangan Vallery, mengajak gadis itu turun dari mobil.
Mendengar nada bicara Lingga yang terdengar cukup meyakinkan, mau tak mau akhirnya ia turun dari mobil dan mengekor di belakang Lingga dengan pasrah.
Lingga mendesah pendek lalu menghentikan langkah kakinya, detik berikutnya ia berbalik, sehingga membuat Vallery menubruk dadanya karena tidak terlalu fokus dengan jalannya.
"Aduh!" Vallery mengaduh sambil mengusap dahinya yang membentur dada Lingga, gadis itu lalu mengangkat wajahnya dan menatap Lingga dengan tatapan kesal. "kenapa nggak bilang kalau mau berhenti mendadak?" decaknya kesal.
"Maaf," sesal Lingga. "sakit?" ringisnya kemudian.
"Iya lah," ketus Vallery judes. Bagaimana pun ia masih sangat kesal dengan sikap pria ini yang seenaknya sendiri.
"Lagian kamu juga yang salah, kenapa jalan nggak perhatiin depan kamu," balas Lingga tak mau kalah.
Vallery lalu menatap Lingga sengit. "Salah siapa emang aku begini?"
Lingga menggaruk kepalanya bingung. "Salah siapa emang?"
"Tahu lah. Ayo, buruan masuk dan segera kita selesaikan!" ajak Vallery sambil menarik lengan Lingga tak sabaran.
"Kenapa sekarang jadi nggak sabaran begini," kekeh Lingga pasrah ditarik Vallery.
#######
"Ibu! Assalamualaikum! Lingga bawa pesenan Ibu nih," seru Lingga saat masuk ke dalam rumah orangtuanya.
Di sampingnya, lagi-lagi Vallery memberikan tatapan tajamnya. Ia semakin kesal karena dirinya disebut pesanan Ibunya Lingga. Enak saja! Kenapa hari ini Lingga begitu menyebalkan? Apa ini memang sebenarnya sifat asli Lingga? Kalau iya, sudah jelas ia patut menyesal karena ia akan menghabiskan sisa hidupnya dengan pria ini. Ya ampun.
"Duduk dulu, Vallery," kata Lingga menyuruh Vallery duduk di sofa, sementara dirinya bergegas mencari keberadaan Ibunya.
Lingga kemudian menaiki anak tangga dengan langkah sedikit berlari sambil berteriak memanggil Ibunya.
"Bu, Ibu!"
"Kenapa sih, teriak-teriak? Kamu pikir rumah Ibu ini hutan. Ngapain ke sini siang bolong, tumbenan?" Lidiya keluar dari kamarnya dengan ekspresi wajah kesal sekaligus heran.
"Lingga bawain hadiah yang Ibu minta kemarin."
"Apa? Calon menantu buat Ibu?"
Lingga mengangguk sebagai tanda jawaban.
"Serius?"
Lingga mengangguk. "Iya. Yuk, turun sekarang. Orangnya udah di bawah."
"Sekarang banget?" tanya Lidiya dengan kedua mata memicing heran, "kamu nggak lagi bohongin Ibu kan?"
Lingga tidak berkata apa-apa, ia hanya menarik tangan Lidiya dan mengajak ibunya itu untuk segera menuruni anak tangga.
"Gimana, Bu?" tanya Lingga sambil menoleh ke arah Lidiya, "cantik kan?"
Lidiya terkejut bukan main. Lelucon macam apa yang sedang putranya mainkan saat ini? Secara reflek ia menghentikan langkah kakinya dan melotot tajam ke arah Lingga.
"Dia calon menantu ibu?" bisik Lidiya pelan, takut kalau semisal calon menantunya mendengar suaranya.
Lingga mengangguk yakin.
Plak!
Dengan sekuat tenaga, Lidiya memukul pundak Lingga dengan keras. "Kamu bercanda?" amuknya kesal.
Beruntung mereka masih berada di anak tangga sehingga Vallery mungkin tidak mendengar pertengkaran mereka.
"Kenapa? Vallery cukup cantik dan juga manis kok. Dia juga dari keluarga terpandang, Ibu tidak perlu ce--"
Plak!
Sekali lagi Lidiya memukul pundak Lingga. Emosinya terasa naik ke ubun-ubun. Kepalanya mendadak pusing menghadapi kelakuan putra sulungnya.
"Bukan masalah itu. Dibanding jadi menantu Ibu, dia lebih cocok jadi ponakan kamu. Kamu mau disangka fedofil?" omel Lidiya dengan sedikit berbisik. Ia khawatir kalau mengomel dengan suara keras akan didengar gadis itu.
"Umur itu hanya angka, Bu. Yang penting Lingga mau sama Vallery, terus Vallery mau sama Lingga. Udah gitu aja, ngapain pusingin omongan orang?"
Lidiya mendesah frustasi. "Tapi gadis itu terlalu muda, Lingga. Kamu ini mengerti tidak sih?"
Dengan wajah polosnya, Lingga menggeleng.
"Astaga!" desah Lidiya semakin frustrasi.
Lingga mengabaikan kekesalan sang Ibu, ia kemudian menuntun Lidiya agak segera menuruni anak tangga.
"Bu, kenalkan dia Vallery, calon istri Lingga. Valle, kenalin ini Ibuku."
Begitu sampai di bawah, Lingga langsung memperkenalkan Vallery ke ibunya. Vallery langsung berdiri dan menyambut Lidiya, tak lupa ia langsung mencium punggung tangan Ibu Lingga.
Lidiya tersenyum canggung sambil mengangguk. Ia kemudian melirik Lingga dan Vallery secara bergantian dan bertanya, "Kalian hanya pacarankan?"
Lingga berdecak. "Bu, aku bilang Vallery calon istriku, sudah jelas kalau kami akan menikah."
"Kamu bercanda?!"
"Apa Lingga tipekal yang suka bercanda, Bu?"
"Tapi, Lingga..." Lidiya kehilangan kata-kata.
Suasana mendadak hening.
"Vallery hamil anak Lingga, Bu," ucap Lingga tiba-tiba.
"APA?!" teriak Lidiya terkejut. Kedua matanya melotot tajam ke arah Lingga, seperti ingin mengkuliti putra sulungnya hidup-hidup.
Astaga, cobaan macam apa ini Tuhan? Batin Lidiya frustrasi sekaligus marah.
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Mak sulis
ibu Lingga bawa pesenan paket komplit..calon menantu dan calon cucu
2023-06-04
0
Nabil Az Zahra
lha kmaren ibu yg blang pke jln pintas gpp khaan?mungkin pas ibu bilang gtu ada malaikat lewat bu,jd lngsung trkbul🤪🤪🤪
2023-05-18
0
Endang Purwati
kan udah di izinin sm Ibu..., kenapa jadi Ibu yg kaget? 😁😁😁😁
2023-03-15
0