20. Kekecewaan Vallery

******

Saat Vallery pulang, Gerald sudah ada di rumah. Terkejut, tentu saja iya namun sebisa mungkin ia menutupi raut wajah terkejutnya itu.

"Dari mana?" sambut Gerald sambil meletakkan cangkir tehnya.

Vallery berdehem sejenak sebelum menjawab, guna mengusir perasaan gugupnya. "Kampus," jawabnya singkat.

"Sampai jam segini?" tanya Gerald terdengar menyindir.

Vallery menggeleng. "Enggak. Mampir dulu cari makan."

"Memangnya di rumah Bik Jum nggak masak sampai kamu--"

"Pa, maaf motong pembicaraan. Bukannya nggak sopan, tapi Valle capek, gerah, pengen mandi. Boleh ditunda dulu nggak marah-marahnya?" potong Vallery meminta dengan sungguh-sungguh.

Gerald menghela napas pendek kemudian mengangguk pasrah. Bagaimana ia bisa menolak, bagaimana pun kondisi Vallery saat ini sedang... Ah, Gerald tidak suka menyebut kalau putrinya itu sedang mengandung. Kepalanya mendadak berat saat mengingat fakta itu, ia benar-benar membenci fakta itu.

Setelah mendapati anggukan dari sang Papa, Vallery kemudian langsung bergegas menaiki anak tangga menuju kamarnya. Ia benar-benar merasa gerah dan sangat ingin mandi. Begitu selesai mandi, ia langsung turun ke bawah dan menemui Papanya.

"Masih mau nyemil nggak?" tawar Gerald sebelum memulai obrolannya.

Vallery menggeleng sopan lalu duduk di sofa. "Enggak usah, Pa, Vallery masih kenyang."

Gerald mengangguk lalu memulai berbasa-basi sebentar. "Gimana kuliah kamu? Lancar?"

Vallery hanya menjawab dengan anggukan kepala.

"Kalian baik-baik saja kan?" tanya Gerald. Nada bicaranya terdengar ragu-ragu sambil menatap perut Vallery.

Merasa diperhatikan, secara spontan meraba perutnya sendiri sambil mengangguk. "Kami baik-baik saja, Pa. Cucu Papa juga."

Gerald merinding mendengar kata Cucu yang Vallery ucapkan. Rasanya kepalanya seperti dihantam batu besar, menyadarkan betapa payahnya ia jadi seorang Ayah.

"Valle," panggil Gerald tiba-tiba, tatapan matanya mendadak kosong, "Papa boleh tanya sesuatu?"

"Apa, Pa?"

"Kamu yakin ingin mempertahankan bayi itu?"

Rahang Vallery mengetat. Perasaannya sakit mendengar sang Papa bertanya hal demikian.

"Maksud Papa?" tanya Vallery tidak terima, "bukannya Papa kasih restu kami? Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?"

"Papa rasa kita bisa mencari jalan keluar selain kalian menikah," ucap Gerald yang membuat emosi Vallery meradang. Bagaimana bisa Papanya berbicara begitu terhadap dirinya.

"Maksud Papa apa?" tanya Vallery dengan suara sedikit bergetar, ia masih berharap apa yang ada di pikirannya itu salah, tidak sesuai dengan apa yang ada di pikiran sang Papa, "Papa nggak minta Vallery buat ngegugurin kandungan Valle kan?"

"Papa rasa itu pilihan terbaik selain menikah," balas Gerald terlihat putus asa.

Air mata Vallery kali ini luruh. Ia kecewa sekaligus sakit hati. "Kok Papa tega bilang gitu ke aku dan Cucu Papa sendiri?"

"Demi Tuhan kamu masih 19 tahun, Valle. Coba kamu pikirkan lagi! Kamu masih terlalu muda, pernikahan tidak semudah itu. Tidak semenyenangkan yang terlihat, ada banyak hal yang belum kamu pahami." Raut wajah Gerald terlihat frustasi dan putus asa. Ia menaikkan nada suaranya, hal ini membuat Vallery sedikit tersentak kaget.

Vallery menangis sesegukan. "Vallery tahu, Pa, Vallery tahu itu. Pernikahan tidak mudah, apalagi Vallery hamil duluan. Banyak resiko yang akan kami hadapi nanti, belum omongan tetangga ataupun yang lain. Tapi setidaknya biarin kita menebus kesalahan kami, kami mengaku salah, Pa. Kami mau menebus kesalahan kami, setidaknya dengan mempertahankan bayi kami, kami mencoba untuk tidak lari dari masalah. Kami mau menghadapinya, Vallery cuma minta Papa pahami kondisi kami juga. Tapi kayaknya Papa benar-benar sesulit itu memahami kondisi kami, Vallery tahu Papa kecewa sama Vallery, tapi saat ini, sikap Papa sekarang, Vallery sedikit kecewa juga dengan Papa."

Setelah mengutarakan isi hatinya, Vallery bangkit berdiri dan pamit.

"Mau ke mana kamu? Ini sudah malam?" tanya Gerald sedikit menaikkan nada suaranya.

Vallery mencoba menulikan kedua telinganya. Hatinya terlanjur sakit dan kecewa, ia butuh seseorang untuk menenangkannya. Tapi ke mana ia harus pergi, Patricia saat ini pasti masih galau dengan pengakuan Nick tiba-tiba, Nick sendiri masih galau karena pengakuannya sendiri. Lalu ia harus gimana? Haruskah ia menelfon Lingga?

#####

Lingga terkejut bukan main saat membuka pintu dan menemukan Vallery sedang berdiri dengan wajah kacaunya. Kedua matanya sembab dengan bibirnya yang terlihat bergetar. Detik berikutnya gadis itu langsung berhampur ke dalam pelukan Lingga dan menangis tersedu-sedu setelahnya.

"Hei, kenapa nangis?" tanya Lingga masih belum menguasai keterkejutannya.

Vallery menggeleng dan malah semakin mempererat pelukannya. Hal ini membuat Lingga tidak berani bertanya lagi. Ia membiarkan Vallery menangis dalam pelukannya, sehingga kaosnya terasa basah. Ia tidak bisa protes meskisaat ini posisi mereka masih berdiri di depan pintu rumahnya.

"Maaf," lirih Vallery setelah merasa lebih baik.

Lingga mengangguk tidak masalah dan melonggarkan pelukannya. Setelahnya ia mengajak Vallery masuk ke dalam rumah, menyuruh gadis itu duduk di ruang tengah sementara ia bergegas menuju dapur. Tak lama setelahnya ia kembali sambil membawa segelas susu coklat.

"Minum dulu," kata Lingga sambil menyodorkan gelas itu ke Vallery.

Vallery menerimanya dengan senang hati tak lupa ia mengucapkan terima kasih.

"Feel better?" tanya Lingga hati-hati.

Vallery mengangguk sambil mengelap ujung bibirnya dan meletakkan gelas kotornya di atas meja.

"Mau nambah minumnya?" tawar Lingga penuh perhatian.

Kali ini Vallery menggeleng. "Papa," bisiknya pelan.

Lingga mendekatkan tubuhnya, menghapus jarak di antara keduanya. "Kenapa? Kalian berantem?"

Vallery mengangguk dan kembali menangis. Lingga berusaha untuk menenangkannya. "Papa mau kita gugurin kandungan aku."

Napas Lingga tercekat, ia terkejut selama beberapa saat. Namun setelahnya ia berusaha untuk tenang kembali dan mencoba memaklumi Papa Vallery, yang mungkin saja saat ini sedang banyak masalah.

"Papa mungkin nggak ada maksud begitu, Valle," balas Lingga mencoba bijak.

Secara spontan, Vallery menjauhkan tubuhnya dan menatap Lingga snewen.

"Papa kamu mungkin lagi stress, jadi beliau ngomong begitu. Aku bukannya mau belain Papa kamu atau pencitraan biar dicap calon menantu idaman. Tapi coba deh kamu pikir lagi, beban yang ditanggung beliau. Papa kamu single parent, Valle, menjadi Papa tunggal itu sulit. Ditambah--"

"Aku yang hamil di luar nikah padahal aku masih 19 tahun," sambung Vallery cepat, "Aku udah ngecewain Papa," bisiknya pelan dan nyaris tak terdengar.

"He em, kita sama-sama ngecewain orang yang paling kita sayang."

Keduanya lalu terdiam cukup lama. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Tapi kenapa Papa tega ngomong begitu," bisik Vallery memecah keheningan.

"Papa mungkin nggak sengaja, beliau nggak bermaksud begitu. Kamu putri satu-satunya Papa kamu, harta paling berharga bagi Papa kamu. Bukan hal mudah untuk melepas gadis semata wayangnya untuk pria lain, Valle."

"Tapi tetap aja aku kecewa," balas Vallery masih enggan memaafkan sang Papa.

"Sama, Valle, Papa kamu juga kecewa sama kamu, sama aku juga. Kamu mau Papa maafin kesalahan kita?"

Meski dengan wajah sedikit ditekuk, Vallery mengangguk, mengiyakan.

"Ya udah, maafin Papa, anggap aja Papa nggak pernah ngomong gitu ke kamu."

"Tapi kalau Papa serius pengennya begitu?"

Kali ini Lingga sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Kalau Papa serius pengen begitu, aku rasa beliau pasti minta hal itu sejak kita ngomong ini."

Kali ini Vallery yang diam. Ia terlihat berpikir serius.

"Yuk, aku anterin pulang!" ajak Lingga tiba-tiba, "kamu udah enakan kan?"

Raut wajah Vallery berubah terkejut. "Kamu ngusir aku?"

Dengan wajah tanpa rasa bersalahnya, Lingga mengangguk.

Vallery semakin melotot terkejut. "Aku nggak mau pulang. Nggak mau ketemu Papa."

"Ini sudah malem, Valle, nggak baik perempuan main ke tempat laki-laki lama-lama. Yuks!" bujuk Lingga hati-hati.

"Kok kamu ngomong gitu? Bukannya aku calon istri kamu? Kamu nggak nganggep aku begitu?" rajuk Vallery dengan ekspresi cemberutnya.

Mau tidak mau, Lingga terkekeh lalu mencubit hidung Vallery gemas. "Aku emang nganggep kamu calon istri aku, Valle. Tapi status kita masih calon, kamu masih jadi tanggung jawab penuh oleh Papa kamu. Nggak baik, ah, kalau nginep di tempat laki-laki. Percaya deh, nggak baik berduaan doang. Nanti orang ketiganya setan. Bukannya mau sok suci, tapi bukankah kesalahan kita kemarin sidah cukup untuk dijadikan pelajaran?"

"Tapi--"

Lingga berdecak gemas. "Tapi apa lagi?"

"Tapi kita nggak bakal nga--"

"Vallery, kamu nganggep aku jadi calon kepala rumah tangga kamu nggak?" potong Lingga tiba-tiba.

Dengan wajah polosnya, Vallery mengangguk yakin.

"Ya udah dengerin aku dong."

"Tapi aku nggak mau pulang," rengek Vallery dengan wajah cemberutnya.

Lingga mendesah panjang. "Nggak boleh gitu dong, Papa kamu pasti khawatir kalau kamu nggak pulang."

"Tapi aku bisa jaga diri."

Kali ini Lingga tertawa kecil. "Kamu nggak cukup bisa jaga diri, Valle."

"Maksudnya?"

Lingga tidak mengeluarkan sepatah kata pun, pandangannya menatap lurus ke arah perut Vallery. Butuh beberapa waktu sedikit lama sampai akhirnya gadis itu paham maksudnya.

"Ya udah, aku mau pulang," kata Vallery pada akhirnya.

Lingga tersenyum senang, tak lupa ia mengucapkan terima kasih dan meminta maaf.

######$

Riana tidak bisa menyembunyikan raut wajah terkejutnya, ia baru saja keluar dari pintu lift dan sudah menemukan Gerald dengan wajah kacaunya, lalu memeluknya erat padahal mereka belum berbaikan dari perang dingin yang mereka jalani. Beberapa menit yang lalu, Riana memang mendapat kabar kalau kekasihnya itu hendak ke apartemennya. Tapi ia tidak menyangka kalau kondisi sang kekasih sekacau ini.

"Mas," panggil Riana hati-hati.

Gerald menghela napas lalu melonggarkan pelukannya. "Maaf," liriknya pelan.

Riana mencoba memakluminya. "Nggak papa, yuk, langsung naik ke apartemenku," ajaknya kemudian.

Gerald mengangguk setuju dan pasrah dibimbing oleh Riana. Wajah Gerald benar-benar terlihat kacau, seperti orang yang putus asa. Tidak terlihat seperti Gerald yang Riana kenal.

"Saya benar-benar merasa sudah menjadi Papa yang buruk untuk Vallery," guman Gerald dengan pandangan kosongnya.

Riana menghela napas prihatin. "Mas," panggilnya pelan.

"Saya ingin menyerah, Riana. Saya tidak sanggup. Sampai saat ini, saya belum bisa menerima kenyataan ini. Apa yang harus saya lakukan? Kita harus bagaimana, Riana?"

Riana sedikit kebingungan harus merespon bagaimana, yang ia lakukan hanyalah menarik tubuh besar Gerald ke dalam pelukannya. Tangannya perlahan menepuk punggung sang kekasih, berharap bisa sedikit menenangkan perasaan kacau Gerald.

"Mas abis berantem sama Vallery?" tanya Riana hati-hati.

Riana merasakan kepala Gerald mengangguk, tak lama setelahnya Gerald melonggarkan pelukannya.

"Saya meminta Vallery menggugurkan kandungannya."

Napas Riana terasa tercekat. Ia terkejut mendengar pengakuan sang kekasih, ia juga tidak menyangka kalau Gerald akan bertindak sejauh itu.

"Mas," bisik Riana masih diliputi rasa terkejutnya.

Gerald mengangguk, wajahnya masih terlihat kalut sekaligus putus asa. "Saya benar-benar bingung dan putus asa, Riana. Saya menyesal. Saya bingung, frustasi, marah dan juga kecewa." Gerald menjeda kalimatnya sambil menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya, "saya pikir, saya bisa menerima semua ini meski pelan-pelan. Tapi nyatanya semua sesulit ini untuk saya terima. Saya tidak bisa, Riana."

"Mas," Riana kembali menarik tubuh Gerald ke dalam pelukannya.

"Saya benar-benar tidak bisa, Riana," bisik Gerald dengan suara sedikit bergetar.

Hal ini tentu saja mengejutkan Riana, Gerald tidak pernah menunjukkan sisi lemahnya selama ia bekerja pun menjadi kekasihnya. Dan ini benar-benar pertama baginya untuk melihat sisi rapuh Gerald, jujur Riana iba melihatnya. Tapi ia juga bingung harus bagaimana.

"Kita harus bagaimana?"

Riana menghela napas pendek lalu berdiri. "Pulang ya, Mas, aku anterin!"

Gerald menerjap kebingungan karena respon Riana kali ini terlihat lebih santai daripada tadi. Riana tersenyum tipis dan kembali mendudukkan pantatnya di sofa. Kedua tangannya kemudian terulur dan memegang kedua pipi Gerald.

"Mas, kamu nggak harus ngapa-ngapain. Cukup pulang dan berbaikan sama Vallery, bukannya lari ke sini. Kalau kamu ke sini, Vallery--"

"Vallery lebih dulu pergi setelah pertengkaran kami," potong Gerald dengan ekspresi sedihnya, "dan saya yakin dia pergi menemui pria itu," sambungnya kemudian.

Riana tiba-tiba terkekeh geli. "Kalian itu mirip banget, ya?"

Dengan wajah datar, Gerald mengangguk membenarkan. Sifat Vellery memang banyak menurun darinya, dan itu sering kali membuatnya kewalahan sejak dulu.

"Apa kita nikahnya barengan aja? Saya pusing, Riana. Sungguh."

Kali ini Riana diam dan tak langsung menjawab. Kalau boleh jujur, ia sama bingungnya dengan Gerald. Kondisinya terlalu rumit. Apa kata keluarga mereka nanti? Masa anak dan Papanya nikahnya barengan, kedengeran aneh nggak sih?

"Ide saya terlalu ngaco ya?" Gerald membuka suara karena Riana terlalu sibuk dengan pikirannya.

"Sebenarnya aku juga bingung, Mas. Apalagi sejak Mas diemin aku gara-gara pertengkaran kita."

"Maafkan saya!" sesal Gerald penuh penyesalan.

"Mas nggak bisa ya relain Vallery dan Lingga menikah lebih dahulu?"

"Tidak bisa." Gerald menggeleng tegas.

Riana menghela napas. "Biarkan mereka menikah dulu, Mas."

"Lalu bagaimana dengan kita?"

"Kita bisa menyusul setelahnya."

"Kamu serius nggak keberatan kalau Vallery dan Lingga duluan yang nikah?" tanya Gerald tiba-tiba.

Dengan ekspresi penuh keyakinan, Riana mengangguk. "Saya nggak masalah, Mas. Saya ikhlas, malah mending begitu."

"Oke, kalau kamu nggak masalah."

Riana menerjab bingung. "Hah?"

"Seseorang yang lebih mencintai pasti akan selalu kalah," gerutu Gerald, "jadi percuma kalau saya terus menerus menolak ide kamu. Yang ada sayan sendiri yang tersiksa."

"Mas serius?"

"Saya sudah capek diem-diem terus sama kamu, Riana. Sudah lah, saya harus pulang. Kamu istirahat, besok kan harus kerja." Gerald langsung berdiri sambil menepuk pundak Riana pelan, "yang penting kita sepakat membiarkan mereka menikah lebih dulu."

"Iya, makasih, Mas," ucap Riana tulus.

Gerald mendengus. "Untuk apa kamu berterima kasih? Tidak, saya lah yang harus berterima kasih. Makasih, Riana. Saya mencintai kamu, saya janji akan segera menikahimu secepatnya."

"Aku tahu, Mas."

Tbc,

Terpopuler

Comments

Ida Haedar

Ida Haedar

part ini ada bawangnya, kak othor pinter yah mendeskripsikan(bener ga nulisnya?) alur ceritanya. keren!! 👍💪

2023-12-26

0

Gita Monica Gemini

Gita Monica Gemini

mksh udah upload 🥰🥰🥰🥰🥰🥰

2021-10-11

2

lihat semua
Episodes
1 1. Bule Jawa
2 2. Barbie Hidup
3 3. Tunangan Papa
4 4. Akhirnya Bertemu
5 5. Hanya Ingin Menolong
6 6. Khilaf
7 7. Sudah Terlanjur
8 8. Telat?
9 9. Sebuah Pengakuan
10 10. Tanggung Jawab
11 11. Kemarahan Papa
12 12. Age Just Number
13 13. Perasaan Bersalah Seorang Ayah
14 14. Terkejut Akan Sebuah Fakta
15 15. Bertemu Calon Mertua
16 16. Menjemput Restu
17 17. Pertemuan Dadakan
18 18. Pernyataan Cinta Tak Terduga
19 19. Kekesalan Vallery
20 20. Kekecewaan Vallery
21 21. Akur
22 22. Murkanya Nenek Vallery
23 23. Kekhawatiran Vallery
24 24. Bocah Yang Sebentar Lagi Punya Bocah
25 25. Cemburunya Gerald
26 26. Hampir Khilaf
27 27. Mendamaikan Nick & Patricia
28 28. Sebar undangan
29 29. Pendarahan?
30 30. Drama Sebelum Pernikahan
31 31. Damai
32 32. Fix, Gagal Resepsi
33 33. Ada Yang Jadian
34 34. Sah!
35 35. Bukan Malam Pertama
36 36. Pindahan
37 37. Kunjungan Mertua
38 38. Kencan Ceritanya
39 39. Drama Pacarannya Nick & Patricia
40 40. Chek Kandungan
41 41. Drama Rumah Tangga?
42 42. Ngidam
43 43. Boy's Time
44 44. Chek in di Hotel??
45 45. Ngambek
46 46. Kekhawatiran Semata
47 47. Pernyataan Cinta
48 48. Lamaran Gerald
49 49. Sedang Manis-Manisnya
50 50. Kekecewaan Patricia
51 51. Putus atau Terus?
52 52. Perkara Susu
53 53. Cewek?
54 54. Kedatangan Tamu
55 55. Tamu Tambahan
56 56. Kamu Marah?
57 57. Kegalauan Vallery
58 Pengumuman
59 58. Salah Apa Lagi Nih?
60 59. Jujur
61 60. Nemenin Kondangan
62 61. Pengakuan
63 62. Curhat
64 63. Semoga Semua Baik-baik Saja
65 64. Rasa Bersalah Lingga
66 65. Kondisi Vallery
67 66. Terima Kasih Untuk Bertahan
68 67. Tak Ingin Pisah
69 68. Masih Ada Kita
70 69. Ayo, Berjuang!
71 70. Baikan?
72 71. Bertemu Baby
73 72. Cari Nama Buat Baby
74 73. Selamat Tinggal Saka
75 74. Diskusi Berujung Emosi
76 75. Belum Baikan? (part 1)
77 76. Belum Baikan (part 2)
78 77. Rencana Gagal
79 78. Jujur Itu Baik?
80 79. Berkunjung Ke Rumah Mertua
81 80. Hanya Mimpi atau Memang Firasat?
82 81. Ya, Halo?
83 82. Bertahan Demi Mama, Nak!
84 83. Menunggu Hasil
85 84. Tetap Kuat, Nak!
86 85. Dijengukin Mama Baru
87 86. Surprise?
88 87. Kating Rese
89 88. Saka Sudah Boleh Pulang?
90 89. Dilabrak
91 90. Bertahan, Sayang
92 91. Terima Kasih Sudah Bertahan, Sayang
93 92. Hampir Ribut Lagi?
94 93. Berdamai?
95 94. Hah? Positif?
96 promo cerita baru
97 Info cerita baru
98 promo
99 cerita baru
100 promo
Episodes

Updated 100 Episodes

1
1. Bule Jawa
2
2. Barbie Hidup
3
3. Tunangan Papa
4
4. Akhirnya Bertemu
5
5. Hanya Ingin Menolong
6
6. Khilaf
7
7. Sudah Terlanjur
8
8. Telat?
9
9. Sebuah Pengakuan
10
10. Tanggung Jawab
11
11. Kemarahan Papa
12
12. Age Just Number
13
13. Perasaan Bersalah Seorang Ayah
14
14. Terkejut Akan Sebuah Fakta
15
15. Bertemu Calon Mertua
16
16. Menjemput Restu
17
17. Pertemuan Dadakan
18
18. Pernyataan Cinta Tak Terduga
19
19. Kekesalan Vallery
20
20. Kekecewaan Vallery
21
21. Akur
22
22. Murkanya Nenek Vallery
23
23. Kekhawatiran Vallery
24
24. Bocah Yang Sebentar Lagi Punya Bocah
25
25. Cemburunya Gerald
26
26. Hampir Khilaf
27
27. Mendamaikan Nick & Patricia
28
28. Sebar undangan
29
29. Pendarahan?
30
30. Drama Sebelum Pernikahan
31
31. Damai
32
32. Fix, Gagal Resepsi
33
33. Ada Yang Jadian
34
34. Sah!
35
35. Bukan Malam Pertama
36
36. Pindahan
37
37. Kunjungan Mertua
38
38. Kencan Ceritanya
39
39. Drama Pacarannya Nick & Patricia
40
40. Chek Kandungan
41
41. Drama Rumah Tangga?
42
42. Ngidam
43
43. Boy's Time
44
44. Chek in di Hotel??
45
45. Ngambek
46
46. Kekhawatiran Semata
47
47. Pernyataan Cinta
48
48. Lamaran Gerald
49
49. Sedang Manis-Manisnya
50
50. Kekecewaan Patricia
51
51. Putus atau Terus?
52
52. Perkara Susu
53
53. Cewek?
54
54. Kedatangan Tamu
55
55. Tamu Tambahan
56
56. Kamu Marah?
57
57. Kegalauan Vallery
58
Pengumuman
59
58. Salah Apa Lagi Nih?
60
59. Jujur
61
60. Nemenin Kondangan
62
61. Pengakuan
63
62. Curhat
64
63. Semoga Semua Baik-baik Saja
65
64. Rasa Bersalah Lingga
66
65. Kondisi Vallery
67
66. Terima Kasih Untuk Bertahan
68
67. Tak Ingin Pisah
69
68. Masih Ada Kita
70
69. Ayo, Berjuang!
71
70. Baikan?
72
71. Bertemu Baby
73
72. Cari Nama Buat Baby
74
73. Selamat Tinggal Saka
75
74. Diskusi Berujung Emosi
76
75. Belum Baikan? (part 1)
77
76. Belum Baikan (part 2)
78
77. Rencana Gagal
79
78. Jujur Itu Baik?
80
79. Berkunjung Ke Rumah Mertua
81
80. Hanya Mimpi atau Memang Firasat?
82
81. Ya, Halo?
83
82. Bertahan Demi Mama, Nak!
84
83. Menunggu Hasil
85
84. Tetap Kuat, Nak!
86
85. Dijengukin Mama Baru
87
86. Surprise?
88
87. Kating Rese
89
88. Saka Sudah Boleh Pulang?
90
89. Dilabrak
91
90. Bertahan, Sayang
92
91. Terima Kasih Sudah Bertahan, Sayang
93
92. Hampir Ribut Lagi?
94
93. Berdamai?
95
94. Hah? Positif?
96
promo cerita baru
97
Info cerita baru
98
promo
99
cerita baru
100
promo

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!