\=\=≠\=\=\=\=≠
Setelah pulang dari rumah Vallery, Lingga memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumahnya. Ia lebih memilih untuk mampir ke rumah Adik semata wayangnya sejenak. Untuk menghadapi masalahnya sekarang ini, ia rasa, ia bisa berkaca pada masa lalu Dika dan Jennifer dulu. Bagaimana pun juga, mereka korban MBA, alias Married by accident. Jadi, mungkin dari sana ia bisa mendapatkan sedikit saran.
"Ya ampun, Mas? Muka lo kenapa? Kenapa bisa gitu? Siapa yang ngelakuin ke lo?" Dika bertanya dengan nada panik saat mendapati wajah memar sang Kakak.
"Calon mertua gue," balas Lingga kalem, "boleh minta sesuatu buat ngobatin ini?" Ia menunjuk ujung bibirnya yang sedikit berdarah.
"Perlu gue panggilin Jenni buat ngobatin?"
"Emang dia ada di rumah?"
Dengan wajah polosnya, Dika menggeleng sambil menyengir. Lingga hanya menatapnya datar, ia terbahak lalu pergi dari ruang tamu untuk mengambil P3K, tak lama setelahnya ia kembali sambil meletakkan kotak P3K di atas meja lalu duduk di sofa.
"Kenapa Jenni nggak ada di rumah jm segini?" tanya Lingga heran.
"Ada pemotretan."
"Sampai jam segini?"
Dika terkekeh. "Jam segini masih termasuk sore, kadang malah bisa sampai subuh. Dibersihin dulu lukanya sebelum diobatin."
"Ngapain bisa sampai subuh? Lo kurang duit apa nggak mampu biayain hidup bini lo, sampai dia kerja sampai segitunya?"
"Sialan," umpat Dika sambil terkekeh, ia merasa tersinggung, "bini gue kerja bukan nyari duit, ya. Dia melakukan itu karena emang suka, seneng, karena itu passion dia. Dapet duit itu bonus aja. Lagian Arvin udah gede, jadi ya biarin dia ngelanjutin karier dia lah. Gue sih bukan suami yang mengekang istrinya berkarir, gue selalu dukung dia selagi itu dalam hal positif."
Lingga ber'oh'ria sambil mengangguk paham. Ia tidak berkomentar lebih jauh, fokus kembali mengoleskan salep pada lukanya.
"Jadi lo udah punya cewek, Mas?" tanya Dika tiba-tiba, ekspresinya terlihat tidak sabar menunggu jawaban sang kakak.
Lingga menatap Dika datar. "Kenapa lo mikir gitu?"
"Ya kan lo tadi bilang, yang bikin lo begini calon mertua lo kan?"
Lingga mengangguk. "Iya, terus kenapa lo mikir ke sana?"
Dika merengut kesal. "Ya, menurut lo, Mas? Udah jelas kalau lo punya calon mertua, pasti punya cewek kan pasti?"
Masih dengan wajah santainya, lingga menggeleng. "Dia bukan cewek gue kok."
"Bukan cewek lo tapi Bapaknya lo bilang calon mertua lo? Itu maksudnya apa ya, Pak?" Dika bertanya dengan nada gemas.
"Ya, karena gue harus nikahin anaknya."
"Ya berarti dia cewek lo dong?"
"Bukan."
"Pas dihajar tadi kepala lo kebentur, Mas?"
"Serius, Ka, dia bukan cewek gue. Tapi gue harus nikahin dia, karena dia..."
"Kenapa? Karena dia apa? Hamil?" celetuk Dika asal.
"Iya."
"HAH?!"
Lingga terlihat tersinggung dengan reaksi Dika, yang menurutnya sedikit berlebihan. Ia berdecak kesal.
"Untuk seorang yang pernah menghamili pacarnya sebelum resmi menikah, gue rasa reaksi lo berlebihan, Ka."
Dika berdehem lalu mengucap, "Sorry. Reflek, Mas." Ia menegakkan tubuhnya, "untuk seorang pria baik-baik kayak lo, reaksi gue memang sudah sewajarnya, Mas."
"Gue nggak sebaik yang lo pikir."
Dika mengangguk setuju. "Iya, ternyata lo bejat juga." Ia mendesah, "wah, Eyang Uti kalau denger kabar Cucu kesayangannya ngehamilin anak orang bakal jantungan nggak sih?"
"Mulutnya dijaga, Ka!" tegur Lingga tidak suka.
"Sorry." Seketika itu, Dika langsung menutup bibirnya rapat-rapat.
"Menurut lo, gue bakal diapain ya, Ka?"
"Ya, dikawinin lah," sahut Dika cepat, "eh, dinikahin maksudnya," ralatnya kemudian.
"Tapi dia masih kuliah."
"Nggak masalah, seenggaknya lo udah ada kerjaan. Mapan. Lah, gue dulu?"
"Tapi kalian udah pasca sarjana."
"WHAT?! Masih S1?"
Lingga mengangguk, membenarkan.
"Anjir, kalau dia masih kuliah S1, itu tandanya dia masih bocah dong, Mas." Dika speechless sendiri. "Sumpah, lo nggak serius kan ini?"
Dengan wajah santainya Lingga menjawab, "Emang keliatannya gue lagi bercanda?"
"Gue bakalan jadi orang pertama yang nentang hubungan kalian kalau lo serius. Ini nggak masuk akal, Mas, mana ada anak kuliahan demen sama Om-om, meski lo bule dan masih ganteng, tapi menurut gue itu tetap nggak masuk akal, Mas." Dika menggeleng tegas.
"Tapi dia hamil anak gue, Ka."
Dika frustasi sendiri. "Gila! Berapa umurnya?" Sebisa mungkin ia menguasai diri.
"19 tahun."
"Gila! Beneran udah gila lo, Mas? Apa yang ada di otak lo sampai tega ngelakuin ke bocah gitu?" Dika kembali geleng-geleng kepala sambil berdecak tak percaya.
Dengan wajah sendunya, Lingga menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. "Semua terjadi begitu saja."
"Terus rencana lo apa sekarang, Mas?"
"Untuk sekarang, gue belum tahu. Tapi yang jelas gue bakal tanggung jawab dan nikahin."
"Meski orangtua gadis itu menentang keras?"
"Ya, apapun yang terjadi gue harus nikahin dia."
"Meski perbedaan umur kalian terpaut jauh?"
Lingga mengangguk yakin. "Age just number, Ka." Ia kemudian bangkit berdiri, "thanks buat salep dan udah mau dengerin gue. Gue cabut duluan."
"Iya, hati-hati, Mas."
ʕ•ε•ʔʕ•ε•ʔʕ•ε•ʔʕ•ε•ʔ
Will menghentikan niatnya untuk menyuap mie rebusnya, karena mendengar suara pintu kamar kostannya yang diketuk. Dengan langkah terburu-buru, ia kemudian berlari ke arah pintu dan langsung membukanya.
"Astaga, Bos? Itu mukanya kenapa? Kenapa sampai memar gitu? Siapa yang ngelakuin ini? "
"Boleh saya masuk?"
Will mengangguk cepat, ia kemudian membuka pintu kamar kostnya lebar-lebar dan mempersilahkan bosnya masuk. "Silahkan masuk, Bos! Maaf berantakan."
"Wajar. Kan belum ada yang ngurusin."
Eh, itu barusan gue diledek, ya? Batin Will terkejut. Ia merasa sedikit tersinggung.
"Oh, kamu sedang makan malam, ya?" tanya Lingga saat tidak sengaja mendapati panci kecil yang masih mengepul dan juga mangkuk berisi nasi. "Lanjut makan dulu, gih! Habis ini saya mau cerita."
Apa?! pekik Will shock dalam hati. Mendadak, ia merasa gugup. Apakah malam ini ia harus begadang demi mendengarkan curhatan bosnya? Kalau iya, boleh tidak ia melambai pada kamera dan mengatakan kalau ia menyerah?
"Makan, Will! Dengerin curhatan orang juga butuh tenaga," gurau Lingga lalu memilih untuk duduk di sofa panjang yang ada di kostan Will. Kedua matanya menjelajahi seisi ruangan berukuran 3x3m ini. "gaji yang saya berikan nggak cukup buat sewa apartemen, Will?"
"Cukup, Bos. Cuma adek saya di kampungkan banyak. Ada empat, jadi, lebih baik saya hidup sederhana yang penting keluarga di kampung nggak kekurangan."
Lingga tersenyum salut lalu mengangguk. Ia kemudian menatap Will yang masih setia berdiri, bukannya segera menyantap makan malamnya.
"Kamu lebih baik makan dulu, Will. Saya serius harus curhat setelah ini. Jangan sungkan, kan ini kostan kamu. Saya hanya tamu."
"Iya, Bos. Bos sudah makan? Atau mau makan malam sama saya? Tapi seadanya sih, cuma mie rebus."
"Mie rebus kamu campur nasi?" tanya Lingga terkejut. Pasalnya, ia tahu sekali jika kedua makanan itu tidak boleh dicampur.
"Iya. Saya boleh makan mie sama Bapak saya, bos, asalkan sama nasi," terang Will makin membuat Lingga terkejut.
Astaga, dapat ilmu dari mana Bapaknya Will dulu?
"Will, Mie itu mengandung karbohidrat dari tepung yang diolah berulang, ditambah lagi dengan nasi putih yang mengandung karbohidrat juga. Bila keduanya dimakan bersama, gula darah akan cepat naik. Bisa merusak pangkreas, melebarkan volume perut, mengganggu sistem pencernaan, Obesitas, tekanan darah tinggi, atau bahkan diabetes mellitus. Kamu tidak tahu tentang itu?"
Will menggeleng polos. "Saya baru tahu dari bos, barusan banget. Emang gitu, bos?"
"Ya, memang begitu. Mulai besok jangan biasakan mencampur kedua makanan itu. Tidak baik buat kesehatan. Kamu jelas masih ingin jadi suami orang atau jadi Bapak kan?"
"Masihlah, bos."
"Ya, sudah. Sekarang kamu habiskan mie kamu, tapi jangan dicampur nasi."
"Terus nasi saya?"
"Kasih ayam."
"Ayam saya ada di kampung, Bos."
"Ya, terserah mau kamu apain. Yang jelas jangan kamu makan bareng mie, ngerti!"
"Tapi saya orang Indonesia, bos, bukan bule macem bos."
"Lalu kalau kamu orang Indonesia kenapa?" Lingga menatap Will tidak percaya, "harus makan pake nasi meski kamu sedang makan mie?"
"Iya," balas Will yakin.
"Sak karepmu dewe kono lah. Kandani kok ngeyel!"
"Ebuset, beneran bule Jawa ternyata," kelekar Will.
"Gaji bulan ini saya potong 25%."
"Astagfirullah, bos!!"
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
YEkaMirna
🤣🤣🤣🤣
2022-08-03
0
eve
suka...suka....👍
2021-11-23
1
Qhii
suka sama karakternya bule jawa sabar dia ngasih tahunya ke will.
2021-11-21
1