####
"Jadi om-om bule itu bukan om lo?" tanya Patricia dengan ekspresi tidak percayanya, "ya Tuhan apa yang sudah kuperbuat?" imbuhnya lebih terdengar seperti gumanan.
Di sebelahnya, Nick terkekeh sambil menghisap rokoknya dengan khidmat. "Lo udah berdosa banget bikin anak gadis orang One night stand sama Om-om, Kia. Mampus lo!"
"Nick!" tegur Vallery sambil berdecak kesal. Ia kemudian menggeser tubuhnya mendekat ke arah Patricia, "jangan dengerin Nick, Pat. Ini bukan salah lo, oke? Ini murni kesalahan gue, kecerobohan gue."
"Ya, enggak bisa dong, Valle. Ini salah gue, kalau aja gue nggak ngebiarin lo balik sama itu bule, lo nggak mungkin akan one night stand sama pria asing. Terus gimana kalau sampai nanti lo hamil?" Patricia menatap Vallery semakin bersalah.
"Ya, semoga aja enggak." Vallery menggaruk kepalanya yang mendadak gatal.
"Tapi kenapa lo bisa sesantai ini sih setelah khilaf lepas perawan? Lo nggak nyesel gitu?
"Ya, nyesel lah, Pat, ya kali nggak nyesel. Cuma, logikanya gini lho, gue udah terlanjur ngelakuin, keperawanan gue udah terlanjur gue lepas, apalagi umur gue yang... yah, bisa bilang terlalu muda ini. Jujur, gue bingung sih harus bersikap gimana, tapi gue sadar betul, gue nggak harus larut dalam penyesalan. Jadi, ya udah. Udah kejadian ini, yang penting sekarang gue coba tahan diri buat nggak terjerat hal-hal begituan lagi. Dan gue mau stop ke tempat-tempat gituan. Gimana pun, gue nggak mau ngecewain Mama gue yang udah tenang di sana. Lagian menurut gue nyesel aja nggak terlalu berguna kalau nggak dibarengi sama permohonan ampun sama Tuhan. Jadi, gue coba merubah gaya hidup gue dulu deh biar nggak malu-maluin amat kalau mau minta ampun sama Tuhan."
Nick tiba-tiba tersenyum lalu merangkul pundak Vallery. "Gue suka cara pandang lo"
Patricia berdecak. "Tapi menurut gue ini nggak bener."
"Siapa yang ngebenerin sih, Pat? Enggak ada. Gue cuma suka cara pandang Valle dalam menghadapi masalahnya. Bukan membenarkan perbuatan Valle. Gue emang brengsek ya, cuma kalau perbuatan salah nggak lantas gue benerin juga. Gue akui, gue nggak bisa kayak Valle, yang abis lepas perjaka langsung punya pikiran mau tobat."
Kedua mata Patricia langsung menyipit tak suka. "Lo udah lepas perjaka? Sejak kapan?"
"Seminggu sehabis mimpi basah."
"Anjir!"
"Gue normal, Pat."
"Maksud lo gue nggak normal gitu karena di antara kita bertiga hanya gue yang masih perawan," sewot Patricia tak terima. Untung saat ini mereka berada di apartement Nick, jadi tidak akan ada yang harus mendengar seruan Patricia yang sedikit vulgar itu, kecuali mereka.
"Astaga! Temen siapa sih ini."
Nick gemas sendiri mendapati kelakuan Patricia. Sedangkan Vallery, lagi-lagi hanya tertawa tanpa memberikan komentar apa pun.
"Ketawa aja lo bisanya, huh?" sewot Nick sambil berdecak, lalu mematikan putung rokoknya dan bangkit berdiri.
Vallery meringis, sambil memamerkan deretan giginya yang rapi, sebelum akhirnya bertanya, "Mau ke mana?"
"Ngambil bir, lo mau?"
Kedua mata Vallery melotot. "Lo simpen minuman begituan? Nggak takut ketahuan nyokap lo kalau ke sini?"
Nick menggeleng dengan wajah tanpa dosanya, ia kemudian kembali menawari kedua temannya.
"Jadi mau apa enggak?"
Vallery menggeleng.
Sedangkan Patricia mengangguk semangat.
Nick langsung mengacungkan jempolnya dan segera bergegas ke dapur. Tak lama setelahnya, ia kembali sambil membawa dua kaleng bir. Satu untuknya dan satunya lagi ia serahkan pada Patricia.
"Lo yakin ini bir?" tanya Patricia setengah mengejek.
"Why?"
Patria menggeleng lalu membuka kaleng bir yang Nick berikan. "Gue pikir yang lo bawa tadi itu ya--"
"Kan tadi gue bilang bir, Pat," sahut Nick memotong ucapan Patricia, setelah membuka kaleng birnya. Ia kemudian menoleh ke arah Vallery, berniat menawarkan minuman itu haram itu, "lo yakin nggak mau? Rendah alkohol kok."
Vallery tersenyum lalu menggeleng. "Mau rendah atau tinggi sama aja beralkohol, Nick. Gue mau tobat."
"Beda dong. Kalau kadar alkoholnya rendah, ya, belum tentu bisa bikin mabuk, sedang yang tinggi bisa bikin lo langsung teler," sahut Patricia tak setuju. "Tapi, bagus sih lo nggak minum ini. Takutnya udah ada janin di perut lo, kan bahaya," celetuknya tiba-tiba.
Hal ini membuat Nick, yang kebetulan berada agak jauh dari Patricia pun langsung melempari wajah gadis itu dengan bantal sofa.
"Patricia! Kalau ngomong dijaga!"
Patria melotot tak terima atas perlakuan Nick, gadis itu kemudian balas melempar bantal sofa yang tadi sempat mengenai wajahnya, yang sayangnya mampu di tangkap oleh pria itu.
"Ngajak ribut lo!" sembur Patricia sambil berdecak.
"Gue cuma mengingatkan, ya, biar itu mulut lo nggak asal mangap. Dan harusnya lo nggak lupa kalau gue ini orangnya suka kontak fisik, wajar kalau cara gue mengingatkan, pake cara nimpuk lo."
"NICHOLAS--"
"Apa?!" potong Nick, menyela teriakan Patricia.
"Nyebelin lo!"
"Lo pikir, elo enggak gitu?" balas Nick tak mau kalah. "Pake segala doain Valle hamil lagi. Emang nggak punya otak lo!"
"Hei! Kapan gue doa--"
"Ucapan adalah doa. Dan lo ta--"
"Stop!" kini giliran Vallery yang menyela perdebatan mereka. "kenapa jadi ribut sendiri sih?" tanyanya heran.
"Temen lo tuh, yang mulai duluan," ketus Patricia, lalu meneguk kaleng birnya.
"Lo temen gue juga, Pat. Astaga!"
Vallery mulai frustasi jika sudah mendapati Nick dan juga Patricia berdebat seperti ini. Keduanya mungkin akan menjadi pasangan yang sangat klop saat akur, tapi kalau sedang berbeda pendapat begini, sudah seperti ingin saling membunuh.
"Nggak ngakuin kayaknya dia," celetuk Nick.
"Nyamber aja sih lo, Nick," protes Patricia sambil berdecak. Ia kemudian melirik Vallery, "Lo udah dapet, Valle?" tanyanya tiba-tiba.
"Pat, serius lo nanya begituan?" sambar Nick jengkel.
"Lo apaan sih, sensi mulu. Lagi mens lo?"
Vallery memandang Patricia dan juga Nick secara bergantian lalu menggeleng. "Belum."
"Siklus kita biasanya hampir bareng loh, Valle, dan sekarang gue udah selesai, tapi lo belum?"
Wajah Patricia berubah panik, sementara Nick makin jengkel.
"Pat, jangan nakutin Valle bisa nggak sih?"
"Gue nggak nakutin, Nick, gue cuma tanya. Gue beneran khawatir ini, masalahnya--"
"PATRICIA!!"
"Apa?!"
"Kekhawatiran lo nggak mendasar. Hubungan badan sekali tuh, nggak lantas bikin lo akan langsung hamil."
"Tapi Vallery udah telat. Itu artinya kita harus cek."
Ekspresi Vallery kali ini berubah gelisah. "Menurut lo gitu, Pat?"
Patricia menghela napas sambil mengangguk. "Buat jaga-jaga doang, Valle. Dan semoga aja emang hasilnya negatif."
Vallery tampak berpikir serius. Ditatap kedua sahabatnya ini secara bergantian.
"Mau coba tes pake testpack?" tawar Nick.
Vallery mengigit bibirnya ragu. Entah dapat dorongan dari mana, tangannya tiba-tiba meraba perutnya secara reflek.
Vallery mengangguk setuju lalu berdiri. Membuat kedua sahabatnya mendongak, dan menatapnya heran.
"Mau ke mana?" tanga Nick mewakili.
"Apotek. Beli testpack."
Nick menggeleng tak setuju lalu ikut berdiri. "Lo di sini. Biar gue sama Patricia yang beli."
"Lah, kok gue juga kena?" protes Patricia tak terima, "lo beli sendiri dong. Kan lo yang ngusulin."
"Biar gue aja deh, Nick," kata Vallery, berniat meraih sling bag-nya namun ditahan Nick.
"Udah, lo di sini."
Nick membimbing Vallery agar kembali duduk. Ia kemudian menarik tangan, Patricia memaksa gadis itu agar segera berdiri.
"Gue jadi yakin lo itu beneran naksir Valle deh, Nick," gerutu Patricia kesal, "sekarang lo ngaku deh sama gue."
"Nggak usah bawel," balas Nick sambil meraih kunci motornya. Ia kemudian beralih pada Vallery, "jangan ke mana-mana sebelum kita balik," pesannya kemudian.
"Nggak usah ngedrama sok melankolis. Kita cabut dulu. Ingat! Jangan kemana-mana sebelum kita balik," ujar Patricia sebelum menyusul Nick.
"Iya."
####
"Turun!" titah Nick sambil mematikan mesin motornya. Ia kemudian melepas helm dan ikut turun setelah Patricia turun dengan wajah cemberutnya.
"Lo kok galak banget sih sama gue, Nick," protes Patricia jengkel.
Nick mengabaikan protesan Patricia, "Pokoknya nanti kita akting, ya, di dalam. Ikuti aja alur gue, oke. Bikin senatural mungkin."
"Alurnya kaya gimana?" tanya Patricia kebingungan.
"Gue nggak tertarik buat spoiler. Yuk, masuk!"
Nick kemudian menarik tangan Patricia untuk diajak masuk ke dalam apotek.
"Ingat! Ikuti alur gue," bisik Nick lalu merangkul pinggang Patricia secara tiba-tiba.
Patricia mengernyit heran, meski hanya sesaat. Setelahnya ia mencoba untuk menyesuaikan alur yang Nick buat.
"Selamat malam, Kak!" sapa salah satu penjaga apotek menyambut Nick dan juga Patricia. "Ada yang bisa kami bantu?"
"Kita mau cari testpack, Mbak."
"Mau jenis apa, Kakak?"
Nick kemudian menoleh ke arah Patricia. "Kamu mau jenis yang apa, sayang?"
"Aku nggak ngerti jenis begituan, sayang. Jadi, aku ikut kamu deh."
"Aduh, kok gitu sih, sayang. Kan nanti yang mau pake kamu."
Percayalah!
Patricia saat ini benar-benar ingin muntah karena harus berakting seperti sekarang ini.
"Tapi kan kamu yang bayar," balas Patricia sambil menyandarkan kepalanya di pundak Nick.
Nick tersenyum lalu mengecup pelipis Patricia. "Kamu ini bisa aja."
Dan dibalas gerutuan sebal dari Patricia. "Bisa banget lo, modusnya."
Nick kemudian tertawa. "Iya, nanti kalau hasilnya negatif kita langsung usaha sayang. Kamu mah, baru juga selesai terus ke sini. Udah ngekode aja. Nggak enak sama Mbak apotekernya dong, sayang."
Si penjaga apotek hanya meringis canggung. Sementara Patricia, gadis itu sudah seperti ingin mencekik leher Nick detik itu juga, namun sebisa mungkin ia berusaha untuk menahannya. Dan memaksakan diri untuk tersenyum.
"Mbak, kita mau testpacknya yang paling bagus, akurat, dan mahal deh."
"Siap, Kakak. Mau berapa?"
"Lima."
"Hah?!" Patricia memekik spontan, kemudian tertawa canggung. "Astaga, sayang. Kamu ini berlebihan seka--"
"Enggak. Buat kamu itu nggak ada istilah berlebihan, sayang," potong Nick.
"Kak, ini testpacknya. Semuanya 600.000," kata si penjaga apotek.
Patricia melotot terkejut. "Mahal banget. Salah hitung kali, Mbak."
"Tidak, Kak. Satunya 120.000, kan suami Kakak pengennya yang paling bagus, akurat, dan mahal. Yang paling mahal, ya, 120.000."
"Terus yang paling murah berapa?"
"Udah, sayang. Nggak papa."
Nick kemudian melepaskan rangkulan di pinggang Patricia, merogoh celananya dan mengeluarkan dompet. Namun ditahan Patricia.
"Mau ngapain?" tanya Patricia heran.
"Bayarlah. Masa mau godain Mbaknya."
"600.000 cuma buat beli testpack? Gila lo?" Patricia memekik heboh. "Yang murah aja, Mbak. Nggak jadi yang ini." ia mendengkus tak percaya. "Gila. 600.000 cuma buat beli testpack segitu banyak," gerutunya kesal. "kita ambil testpack yang paling murah, Mbak. Dua aja cukup."
Si penjaga apotek mengangguk paham, meski raut wajah jengkelnya sedikit tidak bisa ditutupi. Ia kemudian mengeluarkan test pack tadi lalu menggantinya dengan test pack yang lebih murah.
"Jadi semuanya 10.000, Kak," ucap si penjaga sambil menyodorkan kantung plastik ke arah Patricia.
"Cuma 10.000?" tanya Nick heran. "yakin itu bisa bikin kita tahu istri saya hamil apa enggak?"
"Bisa, Kak."
"Kalau gitu tetep lima deh, Mbak."
Penjaga apotek itu sedikit kesal, namun tetap berusaha ramah melayaninya.
"Baik, Kak. Jadi semua 25.000."
Nick mengangguk lalu mengeluarkan selembar lima puluhan.
"Uangnya 50.000, ya, Kak. Jadi kembaliannya 25.000."
Nick tersenyum sambil menerima uang kembaliannya. "Iya. Makasih, Mbak."
"Sama-sama, Kakak. Semoga hasilnya positif, ya."
Nick tersenyum lalu merangkul pinggang Patricia sekali lagi. Lalu menuntunnya keluar apotek.
"Njir, besok-besok lo kayaknya perlu ikutan casting deh, Nick. Kali aja bisa gantiin Jefrin Nichol terus bisa saingan sama Iqbal Ramadhan."
Patricia geleng-geleng kepala sambil memakai helm, sementara Nick hanya terbahak.
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Mak sulis
Nick kamu modus yah..sambil menyelam minum air
2023-06-03
0
Lina Herlina Hardjati
kocak 😂😂😂
2022-10-25
1
Ferawati Rudi
et dah Thor ...tetep gak bisa nahan ketawa baca novel" Lo...mulai dari TELAT NIKAH, JATUH CINTA DADAKAN, sekarang ini...luv luv deh novel nya👏👏😁
2020-04-29
1