•••••••
"Kamu serius ingin menemui keluargaku?"
"Apa aku terlihat sedang bercanda?"
Lingga balik bertanya. Bersikap Gentleman, ia mendahului langkah kaki Vallery dan membukakan pintu untuk sang calon istri. Namun bukannya berterima kasih dan segera masuk ke dalam mobil, Vallery malah menghentikan langkah kakinya mendadak, sambil menyilangkan kedua lengan di depan dada. Pandangannya lurus menatap pria yang cukup cocok untuk ia panggil Om. Detik berikutnya gadis itu mendesah panjang.
"Tidakkah ini terlalu cepat?" tanya Vallery dengan tatapan tak yakinnya.
Lingga mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. "Lebih cepat lebih baik," jawabnya kemudian. Ia kembi memberi kode agar Vallery segera masuk ke dalam mobil. Namun lagi-lagi diabaikan oleh sang gadis.
"Tapi menurutku ini terlalu buru-buru dan mendadak. Aku tidak bisa, kita berdua bisa dibunuh Papaku kalau beliau tahu aku hamil."
Vallery menolak keras, sambil menggeleng tegas.
"Aku pastikan kamu dan bayi kita selamat," balas Lingga santai.
Karena mulai kehilangan kesabarannya, ia akhirnya memilih mendorong Vallery dengan pelan agar segera masuk ke dalam mobil. Gadis itu tampak pasrah dengan perlakuan Lingga, apalagi saat pria meletakkan telapak tangan di atas kepalanya, seolah takut kalau kepalanya akan terbentur. Dalam hati Vallery berdecak sambil menggeleng heran dengan sikap lebaynya. Belum sampai di situ, Lingga bahkan memasangkan sabuk pengamannya. Hal ini membuatnya dapat mencium aroma parfum pria itu dengan sangat jelas. Sesaat ia merasa gugup luar biasa, namun buru-buru ia menyadarkan diri.
"Alamat rumah," ucap Lingga setelah menyusul masuk ke dalam mobil dan selesai memasang seatbelt-nya.
Dengan ekspresi sedikit tidak rela, Vallery menyebutkan alamat rumahnya. Tak butuh waktu terlalu lama, mereka akhirnya sampai di rumah Vallery.
"Kamu beneran mau masuk?" tanya Vallery memastikan sekali lagi. Takutnya nyali Lingga mendadak menciut dan membuat pria itu berubah pikiran.
Lingga mengangguk, mengiyakan.
"Nggak takut sama Papa-ku?"
"Ya, takut," balas Lingga santai.
Kedua bola Vallery melotot. "Terus kenapa masih mau masuk?" Vallery menggeleng tegas, "dah nggak usah masuk kalau emang belum siap, kita bisa ngomong ke Papa kapan-kapan. Sekarang kamu mending pulang, kita bahas ini besok."
"Aku bilang, aku akan bertanggung jawab, Vallery."
"Hah?"
"Aku tidak akan lari. Aku akan menerima semua apapun yang akan keluarga kamu lakuin ke aku nantinya, karena memang di sini aku yang bersalah. Aku akan bertanggung jawab. Meski takut, aku akan menghadapinya."
Mulut Vallery mendadak terkunci rapat. Ia termenung sesaat, hatinya terenyuh dengan pengakuan Lingga barusan. Ia seperti merasa diperjuangkan. Bolehkah ia merasa senang meski hanya untuk sesaat?
"Tapi kamu tidak harus melakukan sampai sejauh ini," guman Vallery lalu segera turun dari mobil.
Saat keduanya masuk ke dalam rumah, Bik Jum langsung menyambut mereka. Awalnya, Bik Jum terlihat bingung dan juga terkejut melihat siapa yang datang bersama Vallery, namun hal itu tidak bertahan lama, karena Vallery yang langsung menanyakan Gerald.
"Papa di mana, Bik?"
"Ada di atas, Non, mau Bik Jum panggilin?" tawar Bik Jum.
"Boleh. Makasih, ya, Bik."
"Iya, sama-sama, Non."
Setelah mengatakan itu, Bik Jum langsung undur diri dan memanggil Tuannya.
"Kamu mau minum apa?" tawar Vallery.
"Apa saja. Asal dingin, air dingin aja juga boleh."
Vallery mengangguk paham lalu menyuruh Lingga duduk, sementara dirinya pergi ke dapur untuk mengambil air minum untuknya
Tak berapa lama Gerald datang dan menghampiri Lingga dan Vallery yang sudah kembali dari dapur. Raut wajah keduanya mendadak memucat.
Wajah Gerald tampak kebingungan melihat Lingga. Ia kemudian beralih ke putri semata wayangnya. "Siapa dia, Valle?"
Lingga langsung berdiri. "Perkenalkan nama saya Lingga, Lingga Maheswara," ucap Lingga memperkenalkan dirinya. Tangannya terulur menjabat tangan Gerald, Papa Vallery membalas jabatan tangan itu dengan wajah yang masih kebingungan.
"Silahkan duduk!" Gerald menyuruh Lingga kembali duduk sebelum ia duduk juga, "boleh saya tahu apa maksud dan tujuan anda datang ke sini?"
"Maksud dan tujuan saya kemari adalah saya ingin melamar putri Om," ucap Lingga dengan nada lugas, tidak ada nada keraguan sedikit pun.
Gerald melotot tajam. "Apa anda bilang? Anda sadar dengan apa yang barusan anda katakan?" emosinya meluap. Ia tidak terima. Bagaimana bisa ada pria dewasa yang cocok ia jadikan adik ingin menikahi putri satu-satunya.
"Ya, saya sadar sepenuhnya," balas Lingga tegas.
Bugh!
"PAPA!!" seru Vallery reflek saat satu pukulan mendarat di wajah Lingga. Ia terkejut dan tidak menyangka kalau Papanya akan melakukan hal demikian.
"Keluar anda dari rumah saya!" usir Gerald galak, "selagi saya masih minta dengan baik-baik."
"Saya serius ingin menikahi putri anda." Lingga terlihat bersungguh-sungguh, ia bahkan sampai berlutut. Mencoba mengabaikan ujung bibirnya yang terasa sedikit perih.
Gerald terlihat kehilangan kata-kata.
"Izinkan saya menikahi putri anda."
"Kamu pikir aku sudah gila?"
"Aku mau menikah sama Lingga, Pa," sahut Vallery cepat.
Gerald terlihat terkejut, ia beralih menatap sang putri. Berharap kalau apa yang barusan didengar sebuah kekeliruan.
"Apa kamu bilang?"
"Vallery mau menikah sama Lingga." Vallery menggeleng dan meralat perkataannya, "Vallery harus menikah dengan Lingga demi Cucu Papa."
"Cucu? Cucu apa?"
"Vallery hamil.
"Apa kamu bilang?" tanya Gerald dengan suara sedikit bergetar. Sebelum Vallery menjawab, ia lebih dahulu berdoa agar apa yang tadi didengar barusan sebuah kesalahan.
"Maafin Vallery, Pa, Vallery khilaf."
"Bilang sama Papa kalau apa yang Papa denger barusan itu salah!"
Vallery masih bergeming sambil menundukkan kepalanya. Bahunya terlihat naik-turun, menandakan kalau ia sedang terisak.
"Oke, kalau kamu memang bersikeras melarang Papa agar tidak menikah lagi, Papa kabulkan permintaan kamu. Kamu puas?! Sekarang beritahu Papa kalau semua itu bohong! Bilang ke Papa, Valle!!" teriak Gerald penuh dengan emosi. Ia sudah tidak bisa menahan amarahnya kali ini. Benar-benar tidak bisa.
"Maafkan saya, Om!" sesal Lingga tulus.
BUGH!!
Satu pukulan keras kembali mendarat pada wajah Lingga.
"Brengsek kau! Apa salah Putriku sampai kau nodai kesuciannya? Kau tidak lihat betapa polosnya putriku? Bajingan kau! Brengsek!" maki Gerald penuh umpatan. Sumpah demi Tuhan, ia benar-benar ingin membunuh pria ini rasanya.
"Udah, Pa!"
"Jangan hentikan Papa! Papa ingin menghajarnya sampai babak belur. Enggak, Papa akan membunuhnya." Gerald terlihat diselimuti amarah yang siap meledak.
"Memang setelah Papa menghajar Lingga sampai babak belur, bisa mengembalikan semuanya?" jerit Vallery di sela sesegukannya.
Tubuh Gerald mematung. Genggaman tangan yang tadi mencengkram kerah kemeja Lingga mendadak terlepas.
"Tapi dia sudah menghamili kamu?" lirih Gerald terdengar putus asa. Sejujurnya ia masih sedikit tidak percaya dengan apa yang diucapkan barusan. Pria ini menghamili putrinya? Putri semata wayangnya tengah mengandung? Semakin dipikirkan, semakin ia marah.
"Yang salah di sini bukan cuma Lingga, Pa, tapi Vallery juga. Jadi nggak ada gunanya Papa hajar Lingga. Karena Vallery paling bersalah di sini."
Mendengar ucapan Vallery, Lingga langsung menggeleng tidak setuju. "Nggak ada yang paling salah atau salah aja, Valle. Kesalahan ini seimbang dilakukan oleh kita berdua. Tidak lebih di kamu ataupun hanya lebih di aku."
Sialan. Mendengar ucapan Lingga yang sedikit berbau gombalan, membuat Gerald mendadak ingin muntah. Dalam hati, pria paruh baya itu pun cukup menyesali sikapnya yang tidak pernah bisa semanis itu terhadap Riana. Ck. Kenapa pula dirinya malah membandingkan caranya dan Lingga dalam memperlakukan wanitanya. Ini tidak benar. Batin Gerald sambil geleng-geleng kepala.
"Saya akan bertanggung jawab, Om," ucap Lingga penuh keyakinan.
Gerald memijit pelipisnya yang mendadak pening. "Lebih baik kamu pulang, kita bicarakan lain kali. Saya perlu berpikir."
"Papa!!" seru Vallery kesal.
Gerald kemudian langsung menoleh ke arah Putrinya. "Apa? Ini semua tidak sesederhana itu, Valle, untuk memutuskan sebuah pernikahan. Papa butuh waktu untuk berpikir."
"Tapi--"
"Saya bilang pulang!" usir Gerald dengan tegas.
Lingga tidak membantah, jelas saja, ia langsung bangkit berdiri dan berpamitan. Gerald tidak merespon sama sekali, ia paham betul dan langsung undur diri.
"Maafin Papa aku, ya," sesal Vallery merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada Lingga.
Pria itu tersenyum menenangkan Vallery. "Nggak papa, aku baik-baik aja."
"Tapi memar loh, nanti sampai rumah langsung diobatin, ya."
Lingga terkekeh geli secara spontan. Sudah lama ia tidak diperhatikan seperti ini.
"Ya ampun, gimana ini, apa kita perlu ke rumah sakit?"
Kali ini Lingga terbahak. "Enggak usah, ini nggak papa, cuma luka kecil. Nanti begitu sampai rumah langsung diobati. Makasih karena udah khawatir." Ia tersenyum tulus, mengelus rambut Vallery dan masuk ke dalam mobilnya.
Sedangkan Vallery mematung, jantungnya berdegup kencang. Perasaan aneh macam apa ini?
Tbc,
Hayo, like dan komennya jangan lupa ya🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Mak sulis
iiihhh ada dengup kencang didada saat Lingga mengusap kepala Vall..itu karena kamu lagi mengandung anaknya jadi ada kontak batin deh
2023-06-03
0
tetesan embun 🌛
lebih bagus yg ini dri pda yg terlambat menikah,
2023-03-09
1
nona listya
ayoooo thoooorrrrr,,,
2020-01-26
0