_______
Lingga buru-buru merogoh saku dalam jasnya saat merasakan ponselnya bergetar. Ada pesan masuk dari Vallery, ia berpikir sejenak sebelum membukanya.
"Ada apa dia mengirimiku pesan?" gumannya lalu membuka pesan itu.
Vallery:
Besok disuruh Papa ke rumah.
Vallery:
Jam makan malam.
Vallery:
Sampai bertemu besok
Lingga menaikkan sebelah alisnya heran. Untuk apa Papa Vallery menyuruhnya ke sana?
"Will," panggil Lingga, ia menatap Wildan yang kini duduk di kursi pengemudi. Kebetulan supir pribadinya sedang cuti, jadi Wildan lah yang menggantikan Pak Tarno sementara waktu.
"Ya, kenapa, Bos?"
"Menurut kamu kalau calon mertua kamu tidak menyukaimu tapi tiba-tiba mengundangmu untuk makan malam, itu tandanya apa?"
Wildan mengelus dagu seraya berpikir serius. "Em... Emang kenapa Bos?" tanyanya kepo.
"Jawab saja!" balas Lingga singkat.
"Kalau calon mertua nggak suka sama kita, terus tiba-tiba ngundang makan malam sih jawabannya jelas, Bos."
"Apa?" Kini giliran Lingga yang kepo.
"Udah jelas kalau calon mertuanya kasih restu. Apa lagi coba selain itu? Kalau ngasih peringatan nggak mungkin kan ngundang makan malam segala? Udah jelas jawabannya itu, Bos," jawab Will dengan keyakinan penuh, "emang calon mertua siapa, Bos, yang begitu? Temen Bos?"
"Kenapa kamu berpikir itu teman saya?"
Tanpa sadar Will tiba-tiba terbahak. "Ya, soalnya kalau calon mertua bos nggak mungkin, kan bos sendiri jomblo."
"Kamu ngatain saya, Will?"
Wajah Will berubah panik. "Eh, enggak gitu, Bos, maksud saya... Anu... Saya tidak bermaksud begitu."
Lingga langsung menatapnya datar. Will meringis bersalah, ia mendadak merasa tidak enak.
"Tapi kamu serius kan dengan ucapan kamu barusan?"
"Ucapan yang mana, Bos?"
"Yang kamu bilang kalau calon mertua saya kasih restu."
Will tampak tidak bisa menutupi rasa terkejutnya. "Beneran calon bos, yang Bos omongin tadi?"
Lingga mengangguk yakin.
"Serius, Bos? Sama yang kemarin?" Will masih terlihat terkejut
"Iya, sama yang kemarin." Lingga mengangguk, mengiyakan.
"Woah, selamat, Bos. Akhirnya, ibu pasti senang nih."
"Jadi, menurut kamu saya bakalan dapet restu nih?" tanya Lingga kembali memastikan, takut kalau ia hanya berharap terlalu tinggi dan kecewa pada akhirnya.
"Jelas lah, Bos, lagian calon mertua mana yang nggak langsung menyetujui anaknya dinikahi pria macam Bos? Udah tampan, mapan, dan dari keluarga terpandang pula. Udah jelas dikasih restu lah."
"Calon mertua saya, Will. Beliau jelas tidak langsung merestui dan menentang kami."
"Kenapa bisa? Bukannya memang Bos dijodohin ya?" Will merasa aneh dengan jawaban Lingga, seperti tidak nyambung obrolan mereka.
"Siapa yang sedang kamu bicarakan?"
"Willona kan, Bos?" Will terdengar sedikit ragu-ragu.
"Bukan. Kenapa kamu bisa berpikir itu dia? Dia bukan tipe saya."
"Lha terus yang mana? Bukannya yang terakhir ibu kenalin itu, ya? Habis itu Ibu nggak nyuruh saya atur kencan buta sama Bos deh perasaan. Apa ibu sendiri yang atur?" Will berguman dengan ragu sambil mencoba mengingat-ingat.
Lingga mendengkus samar. "Oh, jadi kamu selalu berkomplot dengan Ibu saya soal perjodohan saya?"
Will kembali meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Maaf, Bos, saya terpaksa."
"Kamu terlalu menuruti beliau. Saya masih mampu cari sendiri kok."
Kali ini Will mengangguk paham. Benar juga, Bosnya ini tampan dan juga mapan, akan terasa aneh kalau ia tidak bisa mendapatkan pacar tanpa perantara. Apalagi penampilan Bosnya ini benar-benar cetakan bule, bisa jadi nilai plus-plus untuk mendapatkan kekasih dengan mudah.
Tiba-tiba Will teringat sesuatu. Dengan gerakan spontan ia menginjak rem begitu saja, membuat Lingga terkejut bukan main. Karena kepalanya yang nyaris membentur.
"Astaga, Will, kamu ini bisa menyetir tidak sih?" omel Lingga kesal.
"Maaf, Bos, nggak sengaja," sesal Will kembali mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Dengan sedikit takut-takut ia mengintip kaca spion. "Bos," panggilnya kemudian, dengan nada hati-hati.
"Apa?" sembur Lingga galak. Bagaimana pun juga, ia masih sangat kesal karena kejadian barusan.
"Yang Bos maksud tadi bukan yang saya pikir kan?"
"Siapa yang kamu maksud? Memangnya saya cenayang bisa tahu isi pikiran kamu?
Will menggaruk kepalanya frustasi. Ingin berbicara tapi ragu-ragu, tidak dikatakan kok rasanya mengganjal.
"Gadis yang waktu itu?" Akhirnya Will bertanya karena tidak tahan dan penasaran.
"Kalau iya, kenapa?" tantang Lingga.
Will tertawa sumbang, beberapa detik kemudian ia mengubah ekspresinya menjadi serius. "Jangan bercanda, Bos!"
Lingga mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. "Memangnya ekspresi saya terlihat seperti orang yang sedang bercanda?" tanyanya santai.
"ASTAGA! JADI BOS SERIUS?!" teriak Will heboh.
Lingga mengangguk yakin. "Kenapa? Kamu mau nyinyirin saya?"
Will menelan ludahnya. "Mana saya berani nyinyirin Bos?" gumannya lirih.
Lingga tertawa dan menyindir. "Bukannya biasanya berani?"
Skakmat. Mampus. Harus dijawab apa nih? Batin Will mulai panik. Sebagai manusia normal, tentu saja ia pernah nyinyirin bosnya itu di belakangnya. Tapi, masa iya dia mengaku. Memangnya ia sudah bosan bekerja.
"Kenapa diam saja?"
"Saya nggak punya nyali buat ngejawabnya, Bos," balas Will.
Lingga terkekeh sambil geleng-geleng kepala, lalu membalas pesan Vallery dan memasukkan ponselnya ke dalam saku.
"Bos, boleh saya tanya lagi?"
"Silahkan, Will!"
"Bos beneran mau menikah?" tanya Will kembali memastikan.
Lingga mengangguk. "Seperti yang kamu katakan kalau calon mertua saya kasih restu, berarti dapat dipastikan saya beneran jadi menikah."
"Tapi bukannya jarak kalian jauh banget? Kalau mau pacaran aja, saya maklum, Bos, soalnya gadisnya emang manis, imut-imut, ngegemesin. Tapi kalau menikah?" Will melirik bosnya dari kaca spion, "Bos yakin bisa?"
"Ya, harus bisa, Will. Karena saya tidak bisa lari dan saya perlu tanggung jawab."
"Maksudnya?" Will tidak paham arah pembicaraan bosnya.
"Vallery hamil anak saya."
"Apa?!" Will terlihat begitu shock dan kembali menginjak rem secara tiba-tiba.
Cittttttt. Bunyi dencitan mobil bergesek dengan aspal. Kedua kelopak mata Lingga terpejam, guna meredam emosinya yang siap menyembur. Sedang Will hanya meringis dan kembali mengucap maaf.
"WILDAN CAHYONO!!" panggil Lingga emosi, "sudah bosan hidup kamu? Kalau mau mati jangan ajak-ajak, saya masih mau menikah dan melihat bayiku. Mengerti!"
"Enggak, bos. Maaf. Khilaf," sesal Will dengan perasaan bersalahnya.
"Awas, ya, kalau kamu nyetirnya nggak bener lagi!"
"Saya dipecat, Bos?"
"Enak saja. Potong gaji 50% ditambah lembur."
"Astagfirullah!"
"Nggak usah banyak ngeluh! Nyetir yang bener!"
#######
Lingga bergerak gelisah di depan cerminnya. Malam ini akan menjadi pertemuan pertama kalinya dengan Papa Vallery, setelah mereka mengakui kehamilan Vallery. Jujur, Lingga takut jika sesuatu hal buruk akan menimpa hubungannya dengan Vallery. Meski faktanya, beberapa orang meyakinkan kalau semuanya akan berjalan lancar. Tapi tetap saja perasaan gugup tidak bisa ia tutupi. Baginya pertemuan kali ini lebih mendebarkan daripada saat ia mengakui kalau ialah yang menghamili Vallery. Aneh memang.
"Lingga, ini Ibu. Boleh Ibu masuk?"
Lidiya sengaja datang untuk menemui putranya--yang katanya hendak menemui calon mertuanya.
"Boleh, Bu. Masuk aja, nggak dikunci kok pintunya.
"Udah siap?" tanya Lidiya sambil menghampiri Putra Sulungnya.
Lingga mengangguk. "Tapi Lingga kok deg-degan, ya, Bu. Lingga takut diapa-apain."
Lidiya mendengkus. "Kamu sudah ngapa-ngapain anaknya, wajar kalau kamu nanti diapa-apain juga "
"Duh, Ibu, kok malah bikin Lingga tambah takut." Lingga memasang wajah cemberutnya.
"Ya, harus berani dong. Kehamilin anak orang aja berani kok, ketemu Bapaknya takut. Cemen kamu!"
Seketika itu juga, mulut Lingga langsung tertutup rapat. Tidak berani membalas ucapan sang ibu, karena sudah jelas ia kalah telak.
"Ya sudah, Lingga langsung berangkat sekarang aja," ucap Lingga pada akhirnya, "doain Lingga, ya, Bu. Semoga sukses."
"Mau sesukses apalagi emangnya kamu?"
Sejenak melupakan sopan santun, Lingga memutar kedua bola mata malas. Candaan ibunya kali ini benar-benar tidak lucu.
"Sukses meluluhkan hati Papa Vallery maksudnya, Bu."
"Iya, iya, ibu cuma bercanda. Sana, berangkat! Nggak usah pulang kalau nggak dapet restu."
"Biasanya juga gitu," balas Lingga hampir mirip seperti gerutuan.
Di rumah Vallery
Suasana rumah Vallery tampak canggung begitu Lingga datang. Di sana sudah ada Gerald, Vallery, bahkan Riana, kekasih Papa Vallery. Saat keduanya bertemu, mereka terlihat sama-sama terkejut dan juga tidak menyangka. Lingga terkejut karena calon mertuanya terlihat jauh lebih muda darinya, Riana pun demikian. Ia juga terkejut saat mendapati fakta kalau kekasih Vallery terlihat lebih tua darinya. Meski saat itu Vallery pernah bercerita tentang hal ini, tapi tetap saja saat bertemu langsung ia tidak bisa menutupi rasa terkejutnya.
"Karena semua sudah berkumpul, ayo langsung pindah ke meja makan saja," ajak Gerald. Ekspresinya masih sulit Lingga tebak. Ia berdiri dan mengajak semuanya untuk ke ruang makan.
"Yuk," ajak Vallery saat mendapati Lingga yang tampak melamun, "gimana? Muda banget kan calon ibu mertua kamu."
Lingga mengangguk, lalu keduanya berjalan beriringan menuju ruang makan. "Banget. Dia bahkan terlihat lebih muda dari Jennifer."
"Siapa Jennifer?" Vallery terdengar tidak suka saat nama wanita lain Lingga sebut.
"Istri Dika. Adikku."
"Ah, calon adik iparku?"
Lingga menghentikan langkah kakinya tiba-tiba. Terkekeh lalu mengangguk, membenarkan. Meski batinnya merasa aneh. Ya, ampun bagaimana nanti mereka saling memanggil? Membayangkannya saja sudah terdengar lucu, bagaimana jika semua itu kejadian.
Saat sudah di ruang makan, suasana meja makan terasa sedikit canggung. Tidak ada obrolan basa-basi, yang terdengar hanya suara dentingan sendok menabrak piring. Hal ini tentu saja membuat Lingga kembali merasa tegang. Ini benar-benar jauh dari bayangan sebelumnya.
Saat acara makan malam sudah selesai, baru lah Gerald membuka suara.
"Langsung saja pada intinya. Saya mengundang kamu makan malam begini karena ada maksud dan tujuannya." Gerald menatap Lingga dengan tajam, "kamu serius ingin bertanggung jawab dan menikahi putriku?"
Tanpa keraguan Lingga mengangguk yakin. "Iya, saya serius dan tidak akan main-main. Saya berjanji akan membahagiakan putri anda."
"Apa jaminannya?"
"Ya?" Lingga mendadak kebingungan.
"Kenapa kamu dengan percaya dirinya akan membahagiakan putriku? Kalau kenyataannya kamu sudah membuat putriku sengsara saat ini."
"Papa!"
"Diam, kamu Valle!" Gerald menatap tajam putrinya.
"Papa nggak boleh ngomong gitu ke Mas Lingga dong. Udah lah, langsung aja ke inti seperti yang Papa bilang tadi. Papa mau merestui kami atau tidak?"
Rahang Gerald mengeras karena kesal. Putri kecilnya kini benar-benar seperti tidak punya sopan santun. Dan itu benar-benar membuatnya tidak rela untuk memberi restunya. Astaga, mana tega ia membiarkan putri kecilnya diambil orang lain sebelum saatnya.
"Kalau kamu sudah sengotot ini, Papa bisa apa?" gerutu Gerald.
Ekspresi Vallery berubah sumringah. "Terima kasih, Pa. Vallery janji, kita nggak akan ngecewain Papa," ucapnya yakin. Ada perasaan bersalah bercampur haru yang mendadak ia rasakan. Ia berterima kasih sangat dengan kebesaran hati sang Papa mau menerima kesalahannya.
"Harus itu," balas Gerald, "tapi kalian menikah setelah Papa."
"Kok begitu?" protes Vallery tidak terima, "keadaan Vallery lebih darurat, Pa. Masa Papa duluan yang nikah."
"Menurut kamu, apa orang nggak akan curiga kalau kamu duluan yang menikah? Kamu bisa ketahuan hamil duluan, Valle. Kamu tidak sadar?"
"Terus masalahnya di mana? Emang faktanya be--"
"Vallery!" potong Gerald mulai tersulut emosi.
"Nggak papa, Valle. Seenggaknya kita tetap bisa menikah, itu yang lebih penting," ucap Lingga menenangkan Vallery. Kalau sudah begini Vallery bisa apa selain mengangguk pasrah.
Vallery menggeleng tidak setuju. "Kalau begitu nikahkan kami saja, Papa nggak perlu gelar apapun."
"Jelas saja akan Papa lakukan, tapi kamu menikah setelah Papa," ucap Gerald terdengar tidak ingin dibantah.
"Tapi, Pa?"
"Kamu mau Papa nikahkan atau tidak?"
Vallery merengut kemudian mengangguk pasrah. "Ya sudah, kami mengalah. Kapan Papa dan Tante Riana akan menikah. Papa sudah melamar Tante Riana di hadapan orang tuanya?"
"Akan Papa lakukan segera."
Vallery berdecak. "Bayi Vallery tidak bisa menunggu lama, Pa, kami harus segera menikah. Kalau menunggu terlalu lama nanti keburu perut Vallery keliatan makin besar."
"Vallery benar, Mas, alangkah lebih baik kalau Vallery dan Lingga yang lebih dulu menikahnya baru kita," sahut Riana, menyetujui ucapan Vallery, "aku nggak papa, Mas."
"Tapi Riana." Suara Gerald terdengar tidak suka dengan ide tersebut, ia tidak rela.
"Mas!"
Suasana mendadak dingin, Vallery mendadak merasa tidak enak karena membuat Papa dan calon ibu sambungnya berbeda pendapat. Ia melirik keduanya secara bergantian dan menoleh ke arah Lingga.
"Gimana ini, Mas?" bisiknya pelan.
"Sepertinya mereka butuh privasi," balas Lingga ikut berbisik.
"Kamu ingin membantah saya, Riana?" Nada suara Gerald terdengar menyeramkan di telinga Vallery, buru-buru ia mengajak Lingga untuk menyingkir.
"Aku jadi nggak enak deh sama Papa dan Tante Riana, mereka berantem gara-gara aku," keluh Vallery merasa bersalah.
Di sampingnya Lingga menatapnya intens. "Aku pikir kamu tidak suka dengan calon ibu sambungmu."
"Memang."
"Tapi keliatannya nggak demikian."
"Kamu belum mengenalku dengan baik, Mas, kamu nggak tahu apa yang aku rasain. Jadi jangan sok tahu!" Vallery mendadak kesal dengan topik bahasan ini, "mending kamu pulang sana! Aku mau tidur. Capek."
"Apa anakku merepotkanmu seharian ini?"
"Dia bukan hanya anakmu, Mas. Tapi anakku juga," koreksi Vallery terdengar tidak suka.
"Oke, maaf. Anak kita maksudku," ralat Lingga, "jadi apa anak kita merepotkanmu seharian ini?"
Vallery menggeleng sambil menyentuh perutnya. "Tidak, dia baik seharian ini. Hanya saja, aku sedikit capek."
"Haruskah aku memijitmu?"
Vallery tertawa lalu mendorong tubuh Lingga. "Tidak perlu. Ayo, aku antar sampai depan."
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Adwa Azizah
haha. Lingga di usir.. suruh cepat pulang
2022-11-29
0
Na_Mora
Ceritanya lucu, ngegemesin! Aku suka, deh!
2021-11-23
2
ShanOh
Klo di pikir" sama sih ,, la bpaknya vallery juga punya kekasih yg perbedaan umurnya jga jauh,,, trus klo anaknya menikah dg laki" yg jauh lebih dewasa y gak masalah dong ya😂😂
2021-11-04
2