######
Malam ini Vallery hanya ingin bersenang-senang tanpa memperdulikan hal lain. Ia ingin menari seperti orang gila semalaman suntuk. Masa bodoh kalau seandainya Papanya kebingungan mencarinya. Ia tidak peduli.
"Valle, balik, yuk!" teriak Patricia sambil menarik pergelangan tangan Vallery, "lo kayaknya udah mabuk parah deh."
Vallery pernah minum meski tidak sering, tapi dia bukan ahlinya dengan minuman beralkohol itu. Dia peminum yang buruk, alhasil meski baru minum beberapa teguk ia sudah mabuk.
"Vallery, ayo pulang!" teriak Patricia sekali lagi.
Namun Vallery masih tidak memperdulikannya, gadis itu memilih terus menari tanpa memperdulikan teriakan temannya itu. Membuat Patricia, gadis Sunda yang memiliki darah Belanda itu mengerang jengkel. Kedua matanya menyorot seisi club, mencari keberadaan Nick, temannya yang lain, yang ternyata sedang duduk di sofa dikelilingi perempuan dengan pakaian berbahan super minim.
Sialan. Lagi enak-enakan ternyata. Batin Patricia sambil mengumpat kesal. Kalau sedang seperti itu bagaimana ia meminta bantuan Nick? Pria itu jelas tidak akan sudi kegiatan enaknya diganggu, hanya untuk membujuk Vallery pulang karena sedang mabuk. Mendadak Patricia bingung sendiri, harusnya ia tadi tidak mengajak mereka ke sini kalau tahu akhirnya akan begini. Serius. Patricia benar-benar menyesal.
"Valle, pulang!!" teriak Patricia frustasi.
"Bentar dong, Pat, nanggung!" balas Vallery ikut berteriak.
Patricia mengerang sekali lagi, emosinya sudah naik ke ubun-ubun. Tapi ia juga tak punya cukup tenaga untuk menyeret Vallery dari kerumunan umat manusia yang sedang berusaha menghilangkan rasa penat masing-masing. Patricia benar-benar bingung saat ini, dan sekarang bertambah bingung karena ada seorang pria bule--yang tidak ia kenali sama sekali--menarik tangan Vallery hingga gadis itu turun dari dance floor.
______
"Selamat malam Pak CEO!"
Lingga tidak dapat menutupi rasa terkejutnya saat menemukan Randu tiba-tiba muncul entah dari mana. Padahal jarak rumah sakit tempat Randu praktek dan kantornya tidaklah dekat, kenapa pria ini tiba-tiba ada di sini?
"Ngapain lo di sini tiba-tiba nongol kayak jalangkung?"
"Klubing, yuk! Gue abis nggak tidur dua malam nih, pengen liat cewek-cewek seger biar otak gue ke refresh."
"Orang gila," umpat Lingga kemudian masuk ke dalam mobil. Randu pun kemudian langsung menyusulnya, "nggak praktek lo besok?" tanya sambil memasang seatbelt.
Randu menggeleng. "Nggak ada jadwal shift poli klinik besok. Paling maraton caesar sama visit doang. Itu pun cuma dua, dan semoga nggak nambah. Rekap medis mah gampang diatur."
"Bar aja ya?" tawar Lingga, yang langsung ditolak Randu.
"Gue nggak minum, bro, jadi mending di club aja."
"Males gue ke club, berisik. Bikin pusing."
"Sesekali lah, mumpung gue free nih. Lo nggak kasian sama gue?"
"Kalau di club sama-sama enak, bro, lo bisa minum sepuasnya. Gue bisa puas lihat cewek-cewek goyang di sana."
"Mata keranjang lo!" cibir Lingga.
Randu tidak peduli. Ia hanya merasa bahwa ia pria normal, itu saja.
"Kenapa nggak ajak Gilang aja sih?"
Randu menggeleng. "Nggak bisa, dia udah ada pawang yang nungguin di rumah. Mana berani dia ke tempat ginian."
"Suami takut istri, ya?"
"Enggak usah diperjelas."
Mereka akhirnya pergi ke club atas bujukan Randu. Lingga tidak tega karena pria itu terus-terusan merengek sudah lama sekali tidak mendapatkan kebebasan. Berlebihan sekali bukan? Memang. Dan bodohnya itu membuat Lingga akhirnya luluh dan memenuhi permintaan sahabat karibnya itu.
"Wissh, rame juga ya, kapan terakhir gue ke tempat ginian, ya? Rasanya udah sampe lupa aja."
"Siapa suruh belajar mulu," ledek Lingga.
"Gue nyesel ambil kedokteran, Ga," ucap Randu tiba-tiba.
Lingga langsung tertawa mendengarnya. Menyesal katanya?
"Nyesel ya, Pak? Tapi kenapa kalau nyesel sampai ambil spesialis?" sindir Lingga, "gue denger-denger malah mau ambil sub spesialis segala? Begitu lo bilang nyesel? Gila ya, lo tuh nggak bosen apa belajar terus?"
Randu langsung menatapnya sengit. "Diem deh lo Bule Jawa!" ketusnya langsung meninggalkan Lingga menuju kerumunan orang yang sedang asik menari.
"Baik, Pak Bidan."
Lingga hanya geleng-geleng kepala melihat Randu yang tiba-tiba merajuk. Ia tidak terlalu memusingkannya, karena ia yakin pria itu nanti akan lupa sendiri. Ia kemudian memilih untuk mencari tempat duduk dan memesan minuman.
Selagi menunggu pesanannya, kedua matanya ia mencari keberadaan Randu. Yang ternyata pria itu sudah asik menari bersama seorang gadis, pria itu bahkan melambaikan tangannya untuk menyapanya dan mengajaknya bergabung, namun tentu saja langsung ditolak oleh Lingga. Saat hendak berbalik untuk menikmati minuman pesanannya, netranya tak sengaja menangkap sesosok gadis yang ia kenal. Gadis itu tampak mabuk cukup berat dan seorang temannya terlihat kesusahan mengajaknya berhenti menari. Gadis itu yang memanggilnya Om kemarin.
Mendadak ia merasa kesal dan langsung ingin mengabaikannya saja, tapi melihat temannya itu yang sudah terlihat frustasi membuatnya tidak tega. Alhasil, tanpa berpikir lebih lama, ia segera bangkit, menghampiri gadis itu dan menariknya turun dari dance floor.
"Bentar dong, Nick!"
Gadis itu langsung memekik protes dan berusaha melepaskan cekalan tangannya. Namun Lingga memilih untuk mengabaikannya.
"Excuse me--"
"Bukankah kamu ingin membawa Vallery turun dari dance floor?" tanya Lingga pada teman gadis itu.
Patricia tampak kebingungan. "Anda mengenal Vallery?"
Lingga mengangguk, meski mereka hanya sebatas tahu nama masing-masing dan tidak terlalu saling mengenal seperti yang Patricia bayangkan.
Vallery mengernyit, kemudian memajukan wajahnya ke arah pria bule itu dengan kedua mata agak menyipit. Kelopak matanya menerjap beberapa kali sebelum akhirnya memekik heboh sambil cekikikan, khas orang mabuk.
"Om Bule Jawa?" seru Vallery mencoba memastikan.
Lingga hanya memasang wajah datarnya.
"Apa anda adiknya Om Gerald?"
Lingga menerjap kebingungan. Ia tidak mengenal siapa Om Gerald itu, meski begitu pada akhirnya ia mengangguk singkat.
"Dia sudah terlalu mabuk, ayo saya antar kalian pulang!"
"Tidak! Aku masih ingin menari, Lingga," tolak Vallery tidak setuju. Kepalanya menggeleng tegas, lalu tubuhnya berniat bergabung dengan kerumunan orang-orang yang menari di dance floor, tapi untungnya Lingga dapat dengan cepat menahannya agar tidak kembali ke sana.
"Kamu sudah terlalu mabuk, Vallery," teriak Lingga mulai kehilangan kesabaran. Dengan spontan ia kemudian mengangkat tubuh Vallery, membuat gadis itu langsung memekik heboh.
"Turunkan aku! Turunkan aku!" teriak Vallery heboh, kedua tangannya memukul-mukul pundak Lingga dengan penuh emosi, berharap segera diturunkan. Namun sepertinya Lingga tidak perduli, ia hanya melirik Patricia, mengkode teman Vallery agar segera mengambil barang-barang milik gadis itu.
Patricia mengangguk, meski sebenarnya masih diselimuti kecurigaan. Apa dia benar-benar Om-nya Vallery? Batinnya meragu.
Mencoba untuk berpositif thinking, ia kemudian berlari menghampiri meja dan mengambil tasnya dan juga tas milik Vallery. Lalu kembali mendekat ke arah Lingga dan mengekor di belakang pria itu. Saat mereka tiba di tempat Parkir Lingga menyuruh Patricia agar membukakan pintu mobilnya, kali ini gadis itu tidak langsung menurut. Hal ini tentu saja membuat Lingga berdecak kesal. Bukan apa-apa, pasalnya saat ini posisinya sedang menggendong Vallery.
"Kenapa?"
"Anda siapa?" tanya Patricia penuh keraguan.
Lingga gelagapan. Sepertinya temannya ini curiga. Kalau ia ketahuan berbohong bukankah nanti ia dikira memiliki niat buruk.
"Bukankah saya tadi sudah bilang kalau saya pamannya?"
Patricia masih terlihat ragu-ragu.
Hal ini membuat Lingga berdecak kesal. "Bisa kamu buka pintu mobilnya dulu? Pinggang saya mulai pegal," akunya sambil sedikit meringis.
Meski masih ragu, akhirnya Patricia membukakan pintu mobil pria itu. Lalu dengan lebih leluasa Lingga memasukkan tubuh Vallery ke dalam mobil. Kali ini gadis itu sudah tidur dengan tenang tanpa rancauan tak jelasnya lagi.
"Kamu juga silahkan masuk, saya antar sekalian," ucap Lingga setelah menutup pintu mobilnya.
Patricia menggeleng. "Saya bawa mobil sendiri. Anda bisa mengantarkan Vallery dengan aman?"
Lingga mengangguk yakin.
"Termasuk aman dari amukan sang Papa mungkin?"
Kali ini Lingga terdiam.
"Ah, anda kan pamannya, sudah jelas Vallery pasti akan aman daripada saya yang mengantarnya pulang. Baiklah kalau begitu saya akan segera pulang. Tolong antarkan Vallery dengan aman. Maaf merepotkan, Vallery sedikit brutal dan menyebalkan saat mabuk," ucap Patricia.
Lingga mengangguk maklum sambil tersenyum. "Semua orang mabuk memang menyebalkan."
"Ah, anda benar benar."
Patricia mengangguk, membenarkan. Ia kemudian berjalan menuju mobilnya sendiri, meninggalkan Vallery bersama Lingga dengan perasaan sedikit ragu-ragu. Entahlah, ia sedikit cemas tanpa sebab.
Setelah Patricia benar-benar meninggalkan tempat parkir. Lingga dikejutkan dengan suara Randu tiba-tiba.
"Anjir, udah dapet mangsa aja lo, Bro?"
Lingga memasang wajah galaknya. "Ini nggak seperti apa yang lo pikir."
"Emang gue mikir apaan?"
"Ya, mana gue tahu." Lingga berdecak dan segera menyuruh Randu untuk masuk, yang sayangnya langsung ditolak oleh pria itu.
"Gini-gini gue pengertian, bro. Gue bisa naik taksi, santai aja. Selamat bersenang-senang! Ingat, jangan lupa pake pengaman, demi keamanan bersama. Gue nggak mau ya, kalau semisal nanti lo tiba-tiba masuk ke ruang praktek gue dan..." Randu menghentikan kalimatnya sendiri lalu menggeleng tegas, "pokoknya biar aman pake pengaman." Tanpa menunggu Lingga menjawab, Randu langsung pergi begitu saja. Sedangkan Linggalangsung masuk ke dalam mobil. Mendadak ia bingung harus membawa gadis ini kemana.
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Agaiskha Guslin
baru sadar ini ceritanya papa mala sm ayah nya agha ya thor 😁
2023-08-29
0
Tari
lngsung sikat om....... 😁😁☺
2021-11-23
1
vailea clarissa
valery kok kaya cewe murahan sih
2019-12-07
4