^^^&^^^
Tok Tok Tok
"Masuk!" sahut Lingga tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas-berkas yang ada di hadapannya.
Tak lama setelahnya, Will masuk. Lingga menyadari kehadiran sekertarisnya itu, tapi ia masih terlalu fokus memeriksa berkas-berkas yang perlu ditandatangani olehnya.
"Ada perlu apa, Will? Bukannya kamu tadi izin pulang lebih awal? Kenapa masih di sini?"
"Anu, Bos..."
"Ngomong aja!"
"Bos belum mau pulang?" tanya Will ragu-ragu.
Lingga terkekeh. "Kenapa? Kamu nggak enak pulang lebih awal?"
Pria bernama lengkap Willdan Cahyono ini meringis.
"Tidak perlu sungkan! Kamu bisa pulang duluan. Habis ngecek berkas, saya langsung pulang. Kamu tidak perlu khawatir," ucap Lingga serius.
"Tapi nanti Bos bakal dateng kan?"
"Ke mana?" Lingga mengalihkan pandangannya, menatap sekertarisnya itu dengan tatapan bingung.
"Bos lupa?"
Lingga berpikir sejenak sambil mengusap dagunya kemudian melirik Will. "Sepertinya," ucapnya ragu. CEO muda dari perusahaan game online itu menatap sekertarisnya penuh tanya tanya.
"Ya Tuhan! Bos, saya bisa-bisa dipecat Ibu kalau Bos begini terus," keluh Will frustasi.
Berbanding balik dengan Will yang terlihat frustasi, Lingga justru terkekeh santai. "Kenapa kamu takut dipecat Ibu saya, kalau kenyataannya kamu kerja untuk saya. Ibu saya tidak punya hak memecat kamu, Will. Kamu tidak perlu khawatir."
"Tapi Bos..."
"Kenapa? Ibu saya ngancem kamu?" Lingga kembali menghentikan kegiatannya lalu menatap Will.
Will terlihat tidak percaya. "Bos beneran lupa atau pura-pura lupa sih?"
Lingga hanya membalas pertanyaan Will dengan mengangkat kedua bahunya secara bersamaan. "Yang jelas saya tidak ingat."
Will kemudian berdecak kesal. "Hari ini Bos harus bertemu dengan Willona," ucapnya kemudian.
"Siapa Willona?" tanya Lingga dengan ekspresi bingungnya. Ia tidak merasa mengenal nama belakang artis ibukota yang katanya sudah berstatus sebagai mantan pacar Farrel Bramanstya itu.
Will mendesah tidak percaya. "Jadi Bos beneran lupa?"
Lingga kembali sibuk dengan berkas di hadapannya. "Hmm."
"Bos!"
"Katakan saja dia siapa!"
"Willona itu perempuan yang Ibu pilih untuk jadi calon istri Bos."
Lingga menggaruk pelipisnya sambil mengangguk paham. "Iya, sekarang saya inget. Kamu bisa pergi sekarang."
"Begitu saja?" protes Will kurang suka dengan respon sang atasan.
Lingga mendengus. "Memangnya kamu mau saya merespon bagaimana?" Ia kemudian melirik Will, "pulang sana!" usirnya kemudian.
"Tapi Bos nanti akan datang kan?"
"Lihat nanti, Will," jawab Lingga seadanya.
"Bos!!"
Lingga menatap Will tajam sambil berdecak. "Saya bos kamu, Will. Jangan berteriak kepada saya!"
"Bos," rengek Will frustasi. Pasalnya ia sudah berjanji kepada Lidiya--ibu Lingga--kalau ia akan memastikan bosnya ini datang ke acara yang sudah Lidiya siapkan.
Lingga mencoba untuk tidak peduli dengan rengekan Will. Ia mencoba memfokuskan diri dengan berkas-berkasnya. Tapi sepertinya hal itu sia-sia, karena Will terus merengek hingga akhirnya Lingga menyerah kalah dan menyetujui untuk datang.
"Kamu sekarang puas, Will?" sindir Lingga dengan nada sebal.
"Sangat."
"Silahkan pergi!" usir Lingga sekali lagi.
Will kemudian memberikan hormat sambil mengucapkan terima kasih, setelahnya ia pergi dari ruangan begitu saja.
^*^*^*^*^
Barbie hidup. Itulah kesan pertama yang dapat mendeskripsikan sesosok perempuan yang bernama Willona-willona itu. Berwajah manis, kulit putih mulus, tinggi semampai, hidung mancung, bibir yang tidak terlalu tebal, rambut panjang, dan anggun. Willona mengenakan dress merah marron selutut, rambut panjangnya dijepit setengah lalu sisanya ia biarkan tergerai, menambah kesan anggun dan manisnya.
Tidak terlalu buruk. Batin Lingga setelah selesai menilai penampilan Willona. Dengan gerakan spontan, Lingga berdiri menyambut Willona dan menarik salah satu kursi untuk diduduki wanita itu. Sederhana. Namun cukup membuat Willona tersanjung.
"Terima kasih," ucap Willona sambil tersenyum.
Lingga balas tersenyum sambil mengangguk, baru kemudian kembali duduk di kursinya.
"Kita pesan makan sekarang?" tanya Lingga, setelah duduk nyaman di kursinya.
Willona menjawab dengan anggukan kepala tanda setuju.
Tanpa membuang waktu, Lingga langsung mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan. Setelah selesai memesan mereka mengobrol sembari menunggu pesanan mereka.
"Bagaimana menurutmu tentang perjodohan ini?" tanya Lingga, memulai percakapan mereka.
"Aku tidak masalah. Kamu cukup tampan dan juga mapan. Aku perempuan normal yang tidak akan menolak pria seperti kamu," jawab Willona jujur.
Jawaban yang di luar dugaan. Batin Lingga sambil mangguk-mangguk. Realistis dan jujur. Lingga suka dengan sikap Willona. Terlihat dewasa dan juga anggun. Tidak terlalu buruk. Tapi tetap saja ia tidak tertarik untuk hubungan lebih.
"Kamu sendiri? Apa kamu keberatan?"
"Sebenarnya tidak terlalu."
"Tapi?"
Lingga harus menahan jawabannya karena pelayan datang mengantarkan pesanan mereka. Suasana hening setelahnya, karena Lingga memilih untuk menikmati Steak Medium Rare-nya lebih dulu, ketimbang langsung menjawab rasa penasaran Willona.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi, Lingga."
"Aku tahu. Lebih baik kita makan dulu," ucap Lingga mengintruksi Willona untuk segera menyantap Tenderloin Steak-nya.
Namun, bukannya menurut Willona justru mendengkus lalu menyandarkan punggungnya di kursi.
"Kamu menolakku?" tebak Willona terlihat sakit hati.
"Kenapa kamu berpikir begitu?" Lingga ikut menyandarkan punggungnya di kursi.
"Kalau kamu menerima perjodohan ini, kamu pasti akan bilang kalau kamu tidak keberatan. Tapi yang kamu lakukan sekarang tidak demikian. Apalagi kalau bukan karena kamu memang menolakku."
Lingga tersenyum sambil mengangguk takjub. Perempuan ini ternyata cukup peka juga.
"Kamu cukup cerdas," puji Lingga tanpa perasaan bersalah dan kembali menyantap steaknya.
"Maksudnya?!" seru Willona tidak paham sepenuhnya.
"Ya, sesuai dengan asumsi kamu barusan."
Harga diri Willona seolah diinjak-injak. Kurang ajar sekali pria ini.
"Brengsek," umpat Willona geram, "kurang ajar!" imbuhnya lalu meninggalkan meja begitu saja.
Lingga menghela napas pendek, pandangannya lalu beralih pada Tenderloin Steak milik Willona yang bahkan belum disentuh wanita itu sama sekali. Ia kemudian meraih ponselnya yang memang sengaja diletakkan di samping piringnya. Mengutak-atik sebentar dan kembali meletakkan ponsel itu ke tempat semula. Baru kemudian menyantap Steak Medium Rare miliknya.
Setelah steaknya habis, Will datang dengan nafas yang sedikit ngos-ngosan.
"Ada masalah apa, Bos?" tanya Will saat menemukan bosnya ini duduk sendirian.
Lingga menyesap red wine-nya dengan penuh penghayatan, lalu mengangkat dagunya. Mengintruksi sekertarisnya itu untuk duduk di kursi yang ada di hadapannya. Dengan ekspresi sedikit bingung, Will tetap mendudukkan bokongnya di kursi itu.
"Ini maksudnya gimana sih, Bos?" tanya Will tidak paham.
"Saya traktir kamu makan malam hari ini. Meski bukan selera kamu, tapi Tenderloin Steak cukup bisa dinikmati semua orang. Jadi, ya makan aja."
Lingga mengelap ujung bibirnya dengan serbet, lalu beranjak berdiri.
"Orang bisa berpikir jika kita pasangan gay kalau saya masih tetap duduk di sini. Jadi, saya tunggu di mobil saja. Kamu nikmati makan malam kamu, lalu setelahnya kamu bisa pulang."
Setelah mengatakan itu, Lingga langsung meninggalkan Will yang sedang terbengong.
"Astagfirullah! Gue bahkan nggak tahu ini rejeki atau musibah," gerutu Will sebelum meraih garpu dan pisaunya. Dia jauh-jauh meninggalkan kencan butanya hanya demi Tenderloin Steak yang bahkan mulai dingin. Astaga, yang benar saja.
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Nur cholifah Olif
rezeky willl 😁
2023-08-19
0
Dhinok Farrel
ahahahahaha.... Will....rasane enak toh tenderloin steak nya...😀
2023-06-10
0
Mak sulis
not bad.. aku suka kak outhor
2023-06-01
0