*****
Vallery menerjapkan kedua matanya saat merasakan sinar matahari menembus masuk ke dalam kamarnya. Kepalanya terasa pening, daerah kewanitaannya terasa perih dan juga ngilu.
Tunggu dulu, daerah kewanitaan terasa ngilu? Loh, memangnya apa yang telah ia lakukan semalam? Seingatnya ia hanya pergi ke club, mabuk lalu menari sepuasnya seperti orang gila.
Dengan susah payah Vallery mengumpulkan kesadaran. Mencoba mengingat-ngingat apa yang telah dilakukannya, dengan gerakan ragu, ia kemudian mengintip ke dalam selimut. Jantung Vallery rasanya seperti ditikam, tubuh telanjang dan bercak darah?
Astaga, apa yang sudah ia lakukan kemarin. Dia baru saja kehilangan keperawanannya? Dan ia tidak ingat dengan siapa melakukannya?
Kau benar-benar sudah tidak waras, Vallery. Batin Vallery frustasi.
Vallery panik sekaligus bingung. Kedua matanya mengelilingi seisi kamar bernuasa monokrom ini, sepertinya ini bukan hotel. Batin Vallery berasumsi.
Cklek!
Vallery langsung menarik selimut hingga batas leher lalu menoleh ke arah pintu. Di sana ia menemukan Lingga berdiri sambil membawa nampan berisi segelas susu dan juga roti bakar.
"Sudah bangun?" sapa Lingga sambil tersenyum. Pria itu kemudian berjalan mendekat ke arah Vallery. Meletakkan nampan itu di nakas samping ranjang.
Oh, jadi ini kamar Lingga?
Pria yang bahkan baru ditemuinya sebanyak tiga kali, itu pun kalau Vallery tidak salah hitung.
Vallery mengangguk sambil mencengkram ujung selimutnya.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Lingga lalu mengambil posisi duduk di tepi ranjang.
"Ya, cukup baik," jawab Vallery sedikit ragu.
"Apa kamu tidak merasa menyesal?" tanya Lingga tiba-tiba.
"Tentang yang semalam?"
Lingga mengangguk.
"Aku sebenarnya belum ingat kejadian semalam." Vallery mengigit bibir bawahnya, perasaannya tak enak. "Apa semalam kita... melakukannya? Benar-benar melakukannya?" imbuhnya ragu.
Dengan wajah bersalahnya, Lingga mengangguk. "Maaf. Aku harusnya menolak dan bisa menahan diri."
"Tunggu dulu!"
"Kenapa?" tanya Lingga dengan wajah bingungnya.
"Kamu bilang harusnya kamu menolak?"
"Iya. Harusnya aku menolak dan--"
"Itu artinya aku yang memaksamu?" potong Vallert tidak percaya.
Bukan tidak percaya dengan Lingga, Vallery lebih tidak percaya terhadap dirinya sendiri, yang nyaris selalu kehilangan kontrol saat mabuk. Vallery akui, ia tidak suka akan fakta itu.
Lingga terlihat ragu, ia mengusap kepala bagian belakangnya kemudian menggeleng ragu.
"Bukan memaksa tapi menggoda" koreksi Lingga sambil terkekeh geli. Ia sengaja melakukannya untuk menggoda Vallery.
"Aku bahkan menggodamu?"
Lingga mengangguk. "Dan sialnya aku pria normal," ucapnya sambil memasang wajah pura-pura sedih.
Astaga, Vallery benar-benar merasa kehilangan mukanya saat ini. Ia shock dengan kelakuannya yang seperti wanita penggoda itu.
Ck. Alkohol sialan. Umpat Vallery dalam hati.
"Astaga, memalukan sekali," guman Vallery masih shock.
"Tidak juga. Dibanding memalukan, menurutku yang semalam itu sangat memuaskan," bisik Lingga sengaja kembalik menggoda Vallery.
Secara otomatis, kedua pipi Vallery memerah menahan malu. Astaga, tidak peka sekali pria ini, ya Tuhan. Pekik Vallery dalam hati sambil menutup wajahnya menggunakan selimut.
"Aku hanya bercanda," ujar Lingga menenangkan. Ia berusaha menahan diri untuk tidak tertawa. Karena serius, melihat wajah bersemu Vallery membuat Lingga gemas. Tidak sekedar ingin tertawa, tapi juga sangat ingin mengulang kejadian semalam. Oh, oke, sepertinya otak Lingga mulai tidak waras.
"Kalau ingin tertawa, tertawa saja, tidak perlu ditahan-tahan begitu," gerutu Vallery sebal.
"Aku tidak sedang ingin tertawa. Aku hanya ingin kamu segera menghabiskan sarapanmu lalu mandi dan aku akan mengantarmu pulang," ucap Lingga sambil mengacak rambut Vallery gemas. Membuat gadis itu cemberut karena kesal.
"Aku ada kelas pagi," balas Vallery sambil membenarkan selimutnya yang agak melorot.
Lingga mangguk-mangguk. "Oh, oke. Aku akan mengantarmu ke kampus kalau begitu." ia kemudian berjalan menjauh dari ranjang, berniat untuk meninggalkan kamarnya, namun tidak jadi dan berbalik. "ngomong- ngomong soal semalam, kamu benar-benar sedang tidak dalam masa subur kan?"
"Kenapa?"
Lingga menggeleng. "Hanya sedikit khawatir. Kalau aku sih tidak masalah, umurku sudah cukup matang untuk menjadi Ayah. Tapi kalau kamu?" Ia menggaruk kepalanya ragu, "kamu masih terlalu muda, Vallery. Aku mungkin akan sa--"
"Tidak," potong Vallery cepat, "aku tahu ini rumahmu. Tapi bisa tidak kalau kamu keluar sekarang? Aku ingin mandi."
Lingga mengangguk paham lalu segera keluar kamar. Sedangkan Vallery memilih untuk meraih segelas susu putih dan langsung meneguknya hingga habis. Meski tidak terlalu suka susu rasa vanila, ia tetap menghabiskannya, karena apa? Karena ia merasa kehausan. Baru setelahnya ia turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi. Tubuhnya lengket dan ia ingin segera mandi.
****
Vallery menggaruk tengkuknya bingung. Ia baru menyelesaikan ritual mandinya, masih menggunakan handuk kimono dengan kepala yang dibungkus handuk kecil. Mencari-cari keberadaan kemeja dan juga celana jeans-nya yang dipakai semalam.
Tunggu!
Lingga tidak menyobek pakaiannya kan semalam?
Dengan sedikit berlari kecil, ia kemudian keluar dari kamar dan mencari keberadaan Lingga.
Vallery langsung menemukan Lingga saat ia menuruni anak tangga. Tanpa ba-bi-bu ia langsung menghampiri Lingga yang terlihat fokus dengan Macbooknya. Saking sibuknya pria itu bahkan tak menyadari keberadaannya yang kini sedang menatapnya tajam, dengan kedua tangan yang menyilang di depan dada.
Baru saat gadis itu berdehem, Lingga menoleh.
"Sudah selesai? Kenapa tidak pakai baju sekalian?" tanya Lingga sambil meletakkan macbooknya di atas meja.
Vallery tak langsung menjawab, gadis itu lebih memilih untuk duduk di sebelah Lingga terlebih dahulu.
"Aku nggak nemuin bajuku. Kamu kemanain?" tanya Vallery. "Enggak kamu robekkan?"
Secara spontan Lingga tertawa. "Tidak. Kenapa kamu berpikir begitu? Aku belum sebirahi itu semalam. Lagian, meski birahiku sedang naik-naiknya, aku bukan tipekal pria yang suka main terburu-buru. Dan lebih suka main lembut tapi tidak menuntut. Kamu tidak merasakannya?"
Vallery memutar kedua bola matanya. "Aku mabuk semalam. Jadi belum ingat."
Lingga pura-pura memasang wajah sedihnya. "Sayang sekali kamu tidak meningatnya."
"Ha?"
Lingga menoleh ke arah Vallery dengan ekspresi datarnya. "Akan sangat menyenangkan kalau kamu mengingatnya."
Vallery berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Astaga! Jadi mana kamu meletakkannya?"
"Dicuci."
"Udah?"
Lingga menggeleng. "Nanti. Kalau ART-ku sudah ke sini."
"Terus sekarang di mana? Aku pake itu aja dulu."
Vallery heran. Kalau belum dicuci harusnya ia dapat memakainya kembali, kecuali kalau sudah terlanjur dicuci baru tidak bisa dipakai.
"Aku sudah membelikan baju, tinggal kamu pakai. Sudah aku taruh di kamar sekalian."
"Kenapa tidak bilang dari tadi," gerutu Vallery sambil menghentakkan kedua kakinya imut, lalu bergegas naik ke lantai atas kembali.
Lingga hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala, menatap punggung Vallery yang kian menjauh.
Tak lama setelahnya, Vallery segera turun. Lingga langsung tersenyum menyambutnya dan menyuruh gadis itu duduk.
"Kita harus bicara."
"Tentang?"
"Yang semalam."
"Kenapa?"
"Apa kau menyesal?"
Vallery mengangguk.
"Tapi kenapa kamu bisa setenang ini?" tanya Lingga keheranan.
"Ya, memang kamu maunya aku bagaimana? Semua sudah terlanjur terjadi, menangis tersedu-sedu dan terpuruk dalam penyesalan tidak akan membuat keperawananku kembali bukan?"
Mendengar jawaban Vallery, seketika itu Lingga tidak bisa berkata-kata. Mental anak muda jaman sekarang benar-benar mengerikan. Batinnya sambil bergidik ngeri.
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Partiah Yake
iya benar. sudah terlanjur mau gimana Lagi
2022-09-16
1
berkah banyak rejeki dan sehat
GT
2022-04-22
1
Sri Widjiastuti
khilaf sama bab sdh terlanjur ini sama an deh ceritanya
2021-11-22
3