****
Lingga bingung harus membawa gadis ini kemana. Kalau ia mengantarkan gadis ini pulang, bukankah keadaan akan runyam? Lagian ia juga tidak tahu di mana tempat tinggal Vallery. Dibawa ke hotel? Bukankah itu membuatnya terlihat seperti Om-om yang ingin meniduri baby sugar-nya? Tidak, itu tidak boleh terjadi. Lalu ia harus membawanya kemana?
Setelah berpikir keras, akhirnya Lingga memberanikan diri untuk membangunkan Vallery, meski sebenarnya tidak tega juga.
"Vallery," panggil Lingga sambil mengguncang bahu Vallery pelan.
Vallery menggeliat sesaat, tapi tidak membuka kedua matanya.
"Vallery, bangun! Ini saya harus anter kamu ke mana? Buka mata kamu!"
"Aku nggak mau pulang. Aku nggak mau pulang," rancau Vallery masih dengan kedua mata terpejam. "aku nggak mau ketemu Papa. Aku benci Papa, Nick. Papa udah nggak sayang sama aku... hiks... hiks... aku nggak mau pulang."
Nick lagi? Entah kenapa ada perasaan tidak suka yang Lingga rasakan saat gadis itu lagi-lagi mengira kalau dirinya Nick. Memang siapa Nick itu? Pacarnya?
"Saya Lingga, bukan Nick. Cepat buka matamu dan beritahu saya harus mengantarmu kemana."
Secara tiba-tiba Vallery membuka kedua matanya. "Aku nggak mau pulang, Om."
Om lagi? Memang sejak kapan ia menikah dengan Tante-nya?
"Saya bukan Om kamu, Vallery! Cepat beritahu saya harus mengantar kamu kemana!"
"Bawa aku ke rumahmu, Om! Aku nggak mau pulang."
"Tidak bisa," tolak Lingga tidak setuju, bagaimana pun ia pria normal, bagaimana bisa ia membawa gadis mabuk ke dalam rumahnya, bisa gawat nanti, "jangan rumah saya."
"Kalau begitu bawa aku ke hotel."
"Oke, kita ke rumah saya."
*****
Lingga langsung merebahkan tubuh Vallery di kamarnya, meski tubuh Vallery terbilang cukup langsing, Lingga tetap saja merasa kelelahan karena harus menggendong Vallery dari halaman rumahnya menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Setelah deru nafasnya mulai terasa agak normal, Lingga membenarkan posisi tidur Vallery. Setelah dirasa cukup nyaman, Lingga kemudian menegakkan tubuhnya, berniat untuk mandi dan membiarkan Vallery beristirahat. Namun tanpa ia duga, gadis itu tiba-tiba membuka kedua matanya sambil tersenyum aneh, setidaknya itu yang Lingga lihat.
"Tidurlah kembali! Saya akan mengambil pakaian dan tidur di kamar sebelah. Tenang saja, kamu aman di rumah saya," ucap Lingga, berusaha mengabaikan sikap aneh Vallery saat ini.
Tatapan mata gadis itu benar-benar tidak baik untuknya. Bagaimana pun Lingga pria normal yang tentu saja menyukai ****. Dan tatapan Vallery saat ini, membuat Lingga berpikir jika gadis itu menginginkannya.
Astaga. Apa yang barusan gue pikiran. Gue pasti sudah gila. Batin Lingga dalam hati.
"Om nggak pengen main-main sama aku, Om? Om belum nikah kan? Masa ganteng begini belum nikah? Nggak percaya aku."
Vallery tiba-tiba mengubah posisi tidurnya menjadi miring, tangan kirinya ia gunakan untuk menyangga kepalanya, menatap Lingga dengan tatapan menggoda. Mulutnya terus merancau tidak jelas.
Lingga menelan ludahnya dengan susah payah, kemudian menggeleng kuat. Tidak. Ia tidak boleh tergoda.
"Vallery, kamu perlu istirahat," ucap Lingga berusaha untuk tetap tenang.
"Ya, aku memang perlu istirahat. Tapi setelah kita menghabiskan malam panjang kita," kedip Vallery genit.
Lingga mengeram tertahan. Sialan. Sisi lelakinya meronta. Pria normal mana yang bisa tahan jika digoda seperti ini, ya Tuhan.
Secara spontan Lingga terkekeh sambil memijit pelipisnya. "Vallery, jangan menggoda! Aku ini pria dewasa dan normal."
Entah kerasukan setan mana, Lingga tiba-tiba mengubah cara bicaranya.
"Bagus kalau kau normal. Jadi kita bisa menghabiskan malam panja--"
"Tidak, Vallery, kamu perlu tidur."
Setelah mengatakan itu, Lingga berniat meninggalkan kamarnya begitu saja, tanpa niat untuk mengambil pakaiannya terlebih dahulu. Ia tak punya banyak waktu, ia harus segera keluar dari sini, sebelum semua menjadi kacau.
Tetapi tanpa Lingga duga, Vallery tiba-tiba bangun dari menghadang tubuh Lingga. Sudut bibirnya terangkat, tanpa aba-aba ia segera menempelkan bibirnya ke bibir Lingga. Dan sebagai pria normal, Lingga akhirnya membalas ciuman yang Vallery berikan, meski tadi ia sempat menolak sebentar, tapi birahinya yang kian menjadi, memberontak ingin dilampiaskan. Jadi, tentu saja ia membalas ciuman itu.
"Sudah cukup, Vallery. Saya tidak ingin ada adegan kamu menangis tersedu-sedu besok pagi. Cepatlah tidur!" ucap Lingga setelah ia menguasai dirinya.
Vallery menggeleng sedih. "Kau menolakku?"
"Saya hanya ingin melindungi kamu."
"Omong kosong," cibir Vallery, tanpa diduga gadis itu kembali mendekat ke arah Lingga. Bibir mungil itu kembali mengecap bibir Lingga.
Sebagai lelaki normal, Lingga jelas saja langsung membalasnya tanpa banyak berpikir. Bahkan tangannya yang tadi hanya berada di tengkuk Vallery, kini bergerak turun, meraba punggung Vallery dengan gerakan sensual. Lalu tanpa sadar, tangannya sudah membuka ke kancing kemeja Vallery satu persatu, lalu meloloskannya begitu saja.
Tangan Lingga kembali bergerilya, meraba punggung Vallery hingga menyentuh pengait bra gadis itu dan melepaskannya dengan mudah.
"Ini tidak adil, aku sudah setengah telanjang, tapi kamu masih berpakaian utuh," rajuk Vallery saat pungutan bibir mereka terlepas.
Lingga sudah terbakar birahinya, ia kemudian tersenyum sambil mengelap bibir Vallery yang sedikit membengkak karena ulahnya tadi. Kemudian ia melepaskan jaket hitam dan kaos putihnya lalu membuangnya ke sembarang arah, setelahnya ia kembali mencium bibir Vallery.
"Kalau kamu memintaku berhenti sekarang, aku akan berhenti dan melupakan semuanya, Vallery. Tapi, kalau--"
"Aku menginginkanmu malam ini, Lingga."
Lingga menerjap kaget. Ia tidak salah dengar? Vallery tidak lagi memanggilnya Om?
"Kamu yakin? Kamu mungkin akan menyesalinya di keesokan harinya." Lingga masih ingin meyakinkan Vallery agar tidak membuat keputusan yang gegabah.
Karena sudah terlanjur mode on, Vallery menjadi naik darah. "Aku tidak perduli. Aku sudah setengah telanjang, Lingga. Kamu jangan gila!"
"Oke. Aku harap kamu tidak akan menyesalinya, yang penting aku sudah memperingatkan!"
"Aku tidak peduli," balas Vallery acuh tak acuh.
Lingga tiba-tiba teringat ucapan Randu. "Tapi aku tidak memiliki pengaman, Vallery. Kau yakin mau lanjut?" tanyanya ragu-ragu.
"Ya Tuhan! Melakukan sekali tidak lantas akan membuatku hamil, Lingga."
Namun Lingga masih ragu-ragu. "Kamu sedang tidak dalam masa subur kan?"
"Apa itu penting?" seru Vallery makin kesal.
"Tentu saja penting, Vallery, kalau kamu sedang dalam masa subur, kamu bisa hamil meski kita hanya melakukannya sekali. Aku tidak bisa menghamili gadis di bawah umur, Vallery, meski sebenarnya aku ingin. Tapi aku tidak--"
"Kamu terlalu banyak bicara, sedangkan tubuhmu sudah bereaksi kalau menginginkanku," potong Vallery sambil tersenyum mengejek, ia menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya yang tak tertutup apa pun. Sepertinya gadis ini benar-benar sudah sangat mabuk. Batin Lingga merasa ngeri.
"Adikmu sudah sangat membutuhkan bantuan. Bagaimana? Haruskah kita ber--"
Lingga menggeleng tegas, lalu mendorong tubuh Vallery hingga gadis itu terpental di atas ranjang. Kemudian ia menindih tubuh gadis itu.
Ya, Tuhan maafkan aku!
Tbc,
Gaesss, minta likenya dong🤗🤗🤗😘🥰🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dhinok Farrel
bablas wes...
2023-06-10
0
langit sore
ehm
2021-11-27
1
Riris
lucu ceritay easy going jd enk bacay
2021-11-22
1