Berbagi Cinta "Wanita Kedua"
Musim penghujan di bulan desember. Empat kalender sudah terlewati, empat kali pula bulan Desember dengan hawa dingin menusuk ini telah ia lewati.
Rasa dingin dari hembusan angin di bulan Desember begitu terasa hingga ke tulang-tulangnya. Sama seperti halnya bahtera rumah tangga yang ia lalui, sikap acuh dan dingin sang suami semakin lama semakin terasa menusuk hingga ke relung hatinya.
Kata orang, kita hanya perlu bertahan dan terus melaluinya. Namun semakin hari luka yang mengendap di hatinya semakin menganga perih, saat melihat tatapan dingin Zidan padanya selama empat tahun ini.
Di awal-awal pernikahan, dia mencoba untuk memaklumi sikap dingin itu. Namun, semakin hari rasanya semakin menyesakkan dada kala tatapan dingin terkesan tajam masih terus tertuju padanya, sedangkan untuk Nadia laki-laki itu selalu menatap hangat penuh cinta.
Apakah dia pantas untuk merasa terluka ? Ah sungguh bodoh dirinya, berharap jika laki-laki yang dulu sempat memandangnya penuh cinta masih akan sama jika ia masuk ke dalam kehidupan dan menjadi wanita ke dua di dalam pernikahan laki-laki itu.
Farah menarik nafasnya dalam, lalu kembali menghembuskan nya perlahan. Berharap rasa sesak di dada ini akan sedikit berkurang, meskipun ia tahu itu sangatlah tidak mudah.
Rintik hujan menetes membasahi pohon di luar jendela kamar mewahnya. Angin yang berhembus membuat daun-daun yang sudah menguning mulai berjatuhan di atas rerumputan hijau yang terawat.
Tatapannya masih begitu menikmati setiap rintik hujan yang mampir di kaca jendela kamarnya karena terbawa oleh angin.
Minggu sore yang indah, namun tidak dengan hatinya yang mulai gamang. Entahlah, tatapan dingin Zidan sejak di awal pernikahan mereka mulai mengganggunya. Sikap acuh tak acuh laki-laki yang masih bertahta di hatinya, mulai membuatnya meragu dengan keputusannya empat yang tahun lalu.
Apakah semua ini memang benar ?
Sekuat apapun dia berfikir, tetap saja ia merasa ini sangat tidak benar. Terlepas dirinya yang hanyalah istri ke dua, bukankah ia pun memiliki hak yang sama untuk di perlakukan dengan adil oleh suaminya sendiri.
Kata seandainya kini mulai menghantui pikirannya. seandainya dulu dia tidak menerima lamaran Nadia, apakah ia akan merasakan sakit ini.
menyesal ? Sepertinya bukan, meskipun ini terasa sakit, ia tidak menyesal Karena sudah memilih untuk menjadi bagian dari hidup Zidan dan melahirkan anak untuk laki-laki yang masih sangat ia cintai itu.
Namun sepertinya rasa ingin menuntut hak dari seorang istri mulai mengganggunya. Bukankah dia memang berhak mendapatkan cinta dan kasih sayang dari laki-laki yang sudah berlabel sebagai suami, sama seperti yang laki-laki itu berikan pada istri pertamanya ?
Entahlah, rasa sakit yang ingin sekali ia tepis, beberapa tahun terakhir ini, kian terasa perih. Luka yang selalu dia usahakan untuk sembuh selama lebih dari empat tahun pernikahannya, kian menganga sakit.
Apakah kini dia cemburu pada Nadia ?
Empat tahun dia mencoba untuk terbiasa dengan perasaan ini, rasa sakit saat melihat Zidan begitu menyayangi Nadia namun tidak dengan dirinya. Berusaha untuk memaklumi cinta Zidan yang mungkin tidak bisa laki-laki itu bagi untuknya.
Namun semakin hari rasa cemburu karena perlakuan tidak adil Zidan, mulai menggerogoti hatinya. Kata orang bisa karena terbiasa, namun kini yang dia rasa justru semakin hari rasanya semakin sakit.
Semakin ia ingin membiasakan diri dan berdamai dengan keadaannya, semakin ingin ia menutut hak nya yang ingin di perlakukan dengan adil oleh suaminya sendiri.
Mungkin pergi adalah pilihan paling tepat, namun membayangkan kembali tatapan kecewa dan memohon dari Nadia membuatnya enggan untuk mengutarakan.
Ingin rasanya mengutarakan untuk pergi, namun dia tidak tahu harus memulai kehidupannya dari mana setelah berpisah dari Zidan.
Bagaimana dengan putranya ? Apakah dia bisa pergi tanpa bocah laki-laki yang dia lahir kan setelah satu tahun pernikahan mereka ? Tidak ! Bahkan hanya membayangkannya saja sudah terasa sakit. Membayangkan tidak bisa lagi memeluk dan mencium Al membuatnya sakit.
Apakah dia rela menyerahkan darah dagingnya pada Nadia, sungguh hanya sekedar membayangkannya saja sudah begitu menyesakkan dada.
Alfaras, putra pertamanya, darah dagingnya juga buah hatinya. Mengapa bukan buah cinta nya dengan Zidan ? Oh itu sangat terdengar menggelikan. Zidan tidak mencintainya, mungkin saja laki-laki itu melakukan malam pertama dengan indah beberapa tahun silam hanya karena ingin mengambil hak yang memang seharusnya laki-laki itu ambil.
"Hei lagi mikirin apa sih ? Mbak panggil-panggil ngga nyahut."
Suara lembut menangkan milik Nadia, menyadarkan Farah dari lamunan.
Farah menoleh, menatap wajah cantik milik Nadia dengan lekat. Wanita baik bak malaikat ini di tatapnya dengan lembut.
"Ada apa ?" Tanya Nadia heran karena adik madunya ini menatapnya lama. Tidak seperti biasanya, Farah akan cepat berpaling saat tatapan mereka bertemu.
Farah mengalihkan tatapannya dari wajah cantik yang semakin memucat itu, lalu menggeleng.
Ingin rasanya kembali mengutarakan niatnya yang ingin pergi dari rumah tangga Nadia dan Zidan, namun kalimat yang ingin keluar dari dalam hatinya tercekat di tenggorokan.
Pernah suatu hari ia mengungkapan keinginannya untuk pergi, namun tatapan kecewa penuh permohonan dari Nadia kembali membuatnya bertahan dalam rumah tangga yang begitu menyesakkan dada ini.
"Keluar yuk, Al ada di ruang TV." Ajak Nadia. Bukan Al putra mereka yang menjadi tujuan Nadia, namun beberapa saat yang lalu Zidan mengabarinya jika laki-laki itu sedang dalam perjalanan pulang ke rumah mereka. Namun jika dia mengatakan yang sebenarnya, Farah pasti tidak akan mau di ajak keluar dari kamarnya untuk menyambut kepulangan suami mereka dengan berbagai alasan.
Mendengar nama putranya di sebut, Farah mengangguk patuh, lalu beranjak dari sofa tempat ia duduk, kemudian mengikuti langkah kaki Nadia keluar dari dalam kamar menuju ruang kelurga.
"Mamah, Bunda..." Teriak Al.
Nadia terkekeh lucu melihat tingkah putra mereka yang segera melepaskan mainan yang ada di tangannya dan memilih berlari menghambur memeluknya.
Farah menatap pemandangan di hadapannya dengan hati yang semakin menggila. Tidak hanya Zidan yang mencintai Nadia, tapi putra yang ia lahir kan tiga tahun yang lalu pun begitu menyayangi Nadia.
"Hai Bunda.." Tangan mungil itu melambai ke arahnya. Farah membalas lambaian tangan itu disertai senyum manis dari bibirnya.
Al, putranya memang lebih dekat dengan Nadia. Anak lelakinya itu bahkan lebih sering tidur di kamar Nadia dari pada di kamarnya.
Farah bersyukur, karena Al mendapat cinta dan kasih sayang yang berlimpah dari Nadia, meskipun bukanlah dara daging dari wanita itu.
"Kita jemput Papa ya, itu papa sudah tiba." Ucap Nadia.
Farah terdiam mematung di tempatnya, langkah kakinya memaku di lantai marmer rumah. Netra nya hanya bisa menatap nanar pemandangan yang begitu indah namun membuat dadanya sesak di ujung sana.
Zidan merangkul Nadia dan juga Alfaras ke dalam dekapan hangat, sedangkan dirinya hanya di biarkan mematung di tempatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Akmal Rizky Ar Raffi
AQ baca lagi kak karyamu
2024-09-05
0
Ema Dy
teman2 semua saya mau nanya. ada yg tau judul novel tentang perselingkuhan yg pemeran nya bernama rangga. cerita nya sangat menyayat hati. cma saya lupa judul nya. bagi teman2 yg tau tolong infonya.
2024-02-20
0
senja hari
sebaik apa pun itu penyampaian dan dikemas tidak ada yg kedua itu org yg baik.dia bleh aja kyak sinetron azab lemah tak berdaya tpi dia mampu tuh hadir ditengah rt org lain.klo pun diminta ya TOLAK emng gk selaku itu jdi cwek.mna mugkin wanita karir mau digituin??yg ada dah cerai klo gk gtu ya maen serong.kehidupan org elit mlah lebih jelek dri yg kitabayangkan , klo baik bisa lebih dari yg kita perkirakan tpi apa ada org elit sebaik itu klo gk nguntungin mereka mana mau gtu aja.
2024-01-17
1