Pagi kembali menyapa, Farah terduduk lemah di atas ranjang di dalam apartemen miliknya. Belum ada apapun yang masuk ke dalam tubuhnya, dan kini ia sudah harus memuntahkan seluruh yang tersisa.
Map berwarna cokelat yang ia bawa dari pengadilan dua hari yang lalu, di tatapnya nanar. Sudah dua hari ia berada di apartemennya, dan hari ini ia memutuskan untuk pulang dan memberitahu Nadia semuanya.
Dia ingin keluar dengan cara yang baik, sama seperti ia memasuki rumah itu. Bukankah seorang tamu yang sudah di terima dengan baik oleh pemilik rumah, wajib berpamitan dan mengucapkan terimakasih.
Semalam pikirannya buntu, tidak tahu apa yang harus ia lakukan kini. Bagaimana bisa ia begitu egois memilih berpisah, dan melahirkan bayi yang tidak berdosa ini tanpa Ayahnya.
Namun, kini ia kembali tersadar, jika semua akan baik-baik saja meskipun tanpa Zidan. Ia punya tabungan cukup untuk membesarkan calon anaknya seorang diri, jadi tidak ada yang perlu dia khawatirkan.
"Baiklah nak, hari ini kita harus memeriksakan keadaan mu." Ucapnya sambil mengusap lembut perutnya yang masih terlihat rata, seakan sedang mengajak janin itu berbicara.
Farah menatap tampilan tubuhnya di cermin, sebuah senyum manis ia paksakan untuk terukir di bibir pucat nya.
"Sepertinya masih kurang ya Nak." Ucapnya lagi sembari meraih pewarna bibir yang ada di atas meja riasnya, sambil terus mengusap perutnya. Memohon pada janin yang kini tumbuh di dalam rahimnya, untuk membantu dan memberinya kekuatan.
***
Taksi yang ia tumpangi mulai melaju di jalanan yang tidak pernah sepi dari pengguna. Jalanan kota metropolitan yang seakan tidak pernah sepi dari lalu lalang kenderaan itu, di tatapnya sendu. Perutnya yang masih rata di usapnya lembut sembari menghirup oksigen yang ada di dalam taksi.
Rehan sudah mengabarinya, jika surat panggilan sidang dari pengadilan sudah sampai di kantor. Namun, sebelum ke kantor, ia harus memeriksakan kesehatan calon bayinya lebih dulu.
"Kamu harus kuat ya. Kita harus kuat." Ucap Farah membatin.
Setelah membayar biaya taksi, Farah keluar dari mobil lalu masuk ke dalam rumah sakit.
****
"Janinnya lemah, di harapkan ibu menjaga pola makan dan kurangi stres ya Bu." Ucap seorang dokter wanita yang baru saja memeriksa kandungan Farah.
"Tapi dia baik-baik saja kan Dok ?" Tanya Farah sambil menatap lekat satu lembar hasil USG yang ada di tangannya.
Dokter itu mengangguk, lalu memberitahukan apa saja yang harus di lakukan Farah di awal masa kehamilan ini.
"Saya sarankan untuk jangan dulu melakukan hubungan suami istri ya Bu."
Farah dengan cepat mengangguk, lagi pula dengan siapa dia akan melakukanya lagi. Surat panggilan dari pengadilan sudah keluar, itu berarti ia mulai benar-benar sendirian sekarang.
Usai melakukan pemeriksaan, Farah keluar dari rumah sakit. Ia tersenyum, setidaknya setelah berpisah nanti dia tidak akan hidup sendirian. Akan ada malaikat kecil yang akan menemani hari-harinya nanti.
***
Taksi yang membawanya dari Rumah Sakit kini berhenti di depan gedung dengan beberapa lantai. Belasan tahun lamanya ia mengabdikan dirinya di tempat Andra mengais rezeki untuk membiayai sekolahnya dulu. Dan mungkin dalam beberapa hari ke depan, akan segera dia tinggalkan.
Jogjakarta, Kota kelahirannya. Yah dia akan kembali ke kota yang menyimpan banyak kenangan. Kembali menempati rumah yang sudah belasan tahun ia tinggalkan. Rumah yang menyimpan banyak kenangan di setiap sudutnya.
"Jangan khawatir Nak, di Jogja bagus kok. Kotanya indah kamu pasti akan suka. Bunda tinggal dan besar di sana." Usapnya lagi di perut rata miliknya.
Seseorang yang berada di sebrang jalan masih menatap penuh kerinduan, hingga Farah masuk dan menghilang di balik pintu kaca kantor, yang dua hari ini terus ia datangi hanya untuk memastikan jika wanita yang masih menggenggam seluruh cintanya, baik-baik saja.
Setelah memastikan wanita yang begitu ia rindukan, dan sebentar lagi akan ia lepaskan sudah tiba di tempat kerja dengan keadaan baik-baik saja, Zidan kembali melajukan mobilnya menuju perusahaan milik keluarga yang ia pimpin.
****
"Aku nungguin kamu dari tadi." Cerca Diana saat melihat wanita yang selalu menggantikan dirinya merawat Liana, putrinya masuk ke dalam ruang kerja suaminya.
Farah tertawa lucu melihat wajah kesal dari wanita yang tidak kalah baik dari Nadia. Senyum manis masih terlihat di bibir mungil miliknya.
Kata Alhamdulillah kembali ia gumam kan di dalam hati, Setidaknya di kisah pernikahan yang begitu menyedihkan, masih banyak orang-orang yang begitu peduli dan mencintai dirinya dengan tulus.
"Maaf Kak Diana, tadi aku mampir dulu ke rumah sakit. Ngga enak badan." Jawabnya.
"Tapi sekarang sudah baik-baik saja kan ?" Tanya Diana khawatir. Ia sudah mengetahui kabar perihal rumah tangga Farah yang sebentar lagi kandas.
Farah mengangguk.
"Kata Dokter aku stres." Ucapnya terkekeh. "Aku stres sebentar lagi mau jadi janda." Sambungnya masih dengan kekehan lucu, namun percayalah hatinya seakan di remas kuat.
Sepasang suami istri yang ada di dalam ruangan itu menatapnya dengan sedih, namun Farah terus menampilkan wajah baik-baik saja dihadapan dua orang yang begitu menyayangi nya.
"Kak setelah putusan cerai keluar, aku mau pulang ke Jogja." Cicit Farah.
"Aku akan dukung kamu selama itu membuat kamu bahagia Ra." Jawab Rehan.
"Bagi pesangon yang banyak ya Kak, kasihanilah janda ini." Ucapnya masih dengan kekehan di bibirnya.
Rehan mendengus kesal melihat Farah yang selalu saja memaksakan diri terlihat baik-baik saja. Akan lebih baik jika wanita mungil di hadapannya ini menangis histeris dari pada harus berpura-pura baik-baik saja seperti ini.
"Kamu boleh nangis di depan kami Ra." Ucap Diana.
Senyum yang sejak tadi bertengger di bibir Farah hilang, berganti tatapan sendu dari netra yang menyimpan begitu banyak kesedihan.
"Aku baik-baik saja, iya kan Kak ? Setelah berpisah dari Zian nanti, aku akan baik-baik saja kan ?" Tanyanya. Mata yang sejak tadi memperlihatkan binar jenaka, kini mulai berembun.
Rehan beranjak dari sofa tempat ia duduk, dan menghampiri Farah yang kini menatapnya sendu. Diraihnya tubuh mungil itu kedalam dekapan, lalu memeluknya erat.
"Kamu akan baik-baik saja, semua akan baik-baik saja. Aku dan Diana akan selalu ada untuk kamu, kapan saja kmu butuh." Ucap Rehan sambil mengusap lembut punggung Farah yang bergetar.
Diana mengusap pipinya yang juga basah dengan air mata. Andra adalah laki-laki terbaik yang pernah hadir dalam hidupnya, dan melihat Farah terjebak dalam pernikahan seperti ini, membuat ia semakin merasa bersalah.
"Kakak akan mencarikan mu laki-laki baik nanti." Ucapnya.
Farah mengurai pelukan Rehan, lalu tertawa dengan linangan air mata di pipinya.
"Jangan lupa yang kaya Kak." Jawabnya membuat Diana ikut tertawa dengan buliran bening di pelupuk matanya.
Rehan mendengus kesal, emang harus yang kaya yaa, Ah terserah wanita sajalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Akun Tiga
hanya bisa berdoa smoga othornya kecelakaan kelindes mobil amin otak gak di pake
2024-05-18
0
Hotma Gajah
halunya kebangetan pendidikan tinggi kerja mentereng masa ngemis cinta udah kayak pelacur habis di setubuhi di tinggal sampai 4thn lagi pelacur aja nunggu transaksi dulu hadehhhh.
2024-02-21
0
karmila
dr awal baca smpai bab ini, hati ku nyesek thor😭😭😭😭😭
2023-12-14
0