"Ra, besok kamu pulang jam berapa ?" Tanya Nadia.
"Seperti biasa Mbak." Jawab Farah masih sambil menunduk dan fokus dengan makanan nya agar cepat selesai.
"Mbak mau banget kita makan malam seperti ini selain di hari minggu." Ucap Nadia pelan.
"Maaf Mbak, tapi pekerjaan di kantor ngga bisa aku tinggal." Jawab Farah bohong.
Zidan menoleh, menatap sejenak istri keduanya yang terus fokus dengan makannya. Selama empat tahun ini dia selalu memantau apa saja yang di lakukan Farah, dan gadis yang pernah membuatnya jatuh cinta ini selalu makan malam sendirian di apartemen lalu kembali ke rumah mereka saat Nadia sudah terlelap.
"Aku duluan Mbak, Al sepertinya sudah ngantuk juga." Izin Farah saat tidak sengaja menangkap Zidan sedang memperhatikannya.
Zidan mengalihkan tatapannya saat Farah sudah mengangkat wajahnya.
Nadia mengangguk, lalu Farah segera beranjak dari tempat duduknya,menuju kursi khusus tempat putranya duduk.
"Ama antuk." Ucap Al dengan mata yang sayu.
Farah tersenyum gemas, berulang kali ia mengecup pipi gembul putranya, kemudian meninggalkan ruang makan itu bersama Al dalam gendongan.
Hanya di hari Minggu seperti ini, Farah memiliki kesempatan untuk mengurus putranya. Di hari-hari biasanya, Al lebih banyak menghabiskan waktu bersama Nadia.
Setelah kepergian Farah, Nadia menatap lekat ke arah suaminya yang kembali menyibukkan diri dengan makanan yang ada di hadapannya.
Nafas berat berhembus dari mulut Nadia, entah apa yang membuat laki-laki di hadapannya ini enggan untuk menunjukkan perasaan yang sesungguhnya.
Dia tahu Zidan masih mencintai Farah, laki-laki baik yang dengan ikhlas menerima segala kekurangannya selama hampir sepuluh tahun ini, selalu dia dapati diam-diam memperhatikan Farah.
"Zi."
Zidan yang masih ingin melanjutkan makan malamnya, sejenak menoleh. Menatap wajah istri pertamanya yang semakin hari semakin memucat.
"Besok bisa jemput Farah di tempat kerjanya kan ?" Tanya Nadia.
Zidan menghela nafas nya yang terasa berat, kemudian menggeleng.
"Aku banyak pekerjaan di kantor, dan Farah pun sama." Jawab Zidan.
Nadia hanya bisa menunduk pasrah, sudah empat tahun ini dia mengusahakan agar Zidan bisa dekat dengan Farah, namun semua usahanya sia-sia.
Bukan hanya Zidan yang enggan untuk mendekatkan diri, tapi Farah pun seakan membangun benteng tinggi agar tidak ada orang yang bisa mendekat termasuk dirinya.
"Mau sampai kapan Zi ?" Tanya Nadia.
Zidan menggeleng.
"Aku sudah mengabulkan permintaanmu, tolong jangan lagi meminta lebih. Ini saja sudah terasa sulit bagiku." Jawab Zidan sambil meletakkan sendok dan garpu di atas piring.
***** makannya sudah menghilang, hatinya seakan di remas-remas saat menatap wajah sendu Farah ketika dia mengabaikan istri keduanya itu.
Keadaan ini begitu menyiksa, cinta yang ingin sekali dia bunuh kini semakin tumbuh rimbun saat melihat wajah Farah, dan membuatnya bimbang.
Dan melihat Farah seakan menciptakan jarak di antara mereka, merupakan satu keberuntungan baginya, jadi ia pun tidak ingin mendekatkan diri dan melukai hati Nadia.
Peringatan sang Ayah agar jangan terlalu mendekatkan diri dengan Farah Karena takut menyakiti Nadia, masih saja terngiang di telinganya. Dan kini Nadia lah yang memaksanya untuk terus melangkah menuju Farah.
Langkah yang mati-matian ia tahan agar tidak berlanjut, kini kian sulit. Apalagi setelah sekian hari tidak melihat wajah istri keduanya itu, seakan membuatnya frustasi.
"Aku mencintaimu Nad, apa itu belum cukup juga bagimu ?"
"Aku ingin kamu bahagia setelah aku pergi Zi, dan aku tahu hanya Farah yang bisa memberi itu. Tidak ada wanita yang bisa membuat kamu benar-benar bahagia selain Farah, termasuk aku." Lirih Nadia.
Zidan segera membawa tubuh Nadia yang semakin hari semakin kurus ke dalam dekapannya, mencium puncak kepala wanita yang dengan setia membantunya menata hati sekian tahun lamanya dengan penuh kasih sayang.
"Papa memgizinkan kamu menikahi gadis itu, hanya demi Nadia. Tolong buat Nadia bahagia sebelum dia pergi Zidan."
Kata-kata Papa mertuanya sebelum dia menikahi Farah empat tahun lalu masih di pegang nya dengan erat.
"Kamu sudah cukup buat aku bahagia Nad, aku mencintaimu." Ucap Zidan semakin mengeratkan pelukannya.
Di pintu pembatas menuju ruang makan, Farah kembali membalik tubuhnya menuju kamar. Hatinya mencelos sakit, air mata kembali menetes bersamaan senyum miris di bibirnya. Tangannya menggenggam erat gelas kaca yang ingin di isinya air putih untuk persediaan di dalam kamarnya.
Yah begitu bodoh dirinya, berfikir jika bisa melahirkan anak untuk Zidan, laki-laki itu akan kembali menatapnya dengan penuh cinta. Bodohnya dia berharap, jika Zidan masih mencintainya hanya karena laki-laki itu selalu menyentuh tubuhnya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Kamu benar-benar bodoh Farah...
****
Ceklek....
Pintu kamar terbuka perlahan, entah jam berapa sekarang. Ternyata kelelahan karena terlalu banyak menangis, bisa membantu nya cepat terlelap. Farah mengerjap, memastikan jika seseorang yang sedang berdiri di ambang pintu kamarnya, benar-benar suaminya.
Kamar yang begitu temaram, membuat Farah Berani menatap lekat ke arah laki-laki yang masih menguasai seluruh hatinya ini.
Zidan melangkah masuk ke dalam kamar Farah. Sebelum menuju ranjang tempat Farah berada, tangan yang masih berada di handel pintu kembali mendorong pintu itu agar tertutup rapat.
Farah masih membisu, membiarkan Zidan terus melangkah menuju ranjangnya. Dadanya semakin berdebar, tubuhnya menegang saat Zidan semakin memangkas jarak, hingga bibir laki-laki itu mengecup keningnya.
Tanpa suara atau apapun, tangan laki-laki yang ingin sekali di tepisnya mulai membuka satu per satu kancing piyama yang ia kenakan.
Farah merutuki dirinya sendiri yang selalu saja terbuai dengan sentuhan demi sentuhan lembut di tubuhnya. Suaranya seakan kembali tertelan, ketika bibir yang jarang sekali menyapanya, kini memagut bibirnya dengan lembut.
Mata yang bahkan tidak berani menatap Zidan, kini tertutup rapat. Bibir yang baru saja di ***** dengan lembut oleh suaminya, di gigit nya pelan, sekuat tenaga menahan rintihan tidak keluar saat sesuatu menerobos masuk ke inti tubuhnya.
Hingga berpuluh-puluh menit waktu berlalu, peluh dari keduanya bercucuran membasahi bedcover putih yang sudah terlihat acak-acakan, padahal pendingin ruangan menyapa.
Dan kegiatan panas di atas ranjang itu berakhir, saat mulut yang sejak memasuki kamar ini terus membisu, kini melenguh dengan menyebut nama Farah saat puncak yang selalu mereka raih bersama kini melanda.
Masih dengan nafas yang tersengal, Zidan melepaskan diri dari Farah lalu turun dari ranjang besar itu. Dengan terburu-buru ia kembali memunguti piyamanya yang sudah berserakan di lantai kamar, lalu gegas mengenakan nya kembali tanpa membersihkan dirinya terlebih dulu.
Selalu seperti itu, bahkan hanya sekedar menggunakan kamar mandi yang ada di dalam kamar Farah pun, Zidan tidak pernah melakukannya.
Farah masih tergeletak lemas di atas ranjangnya. Menatap nanar laki-laki yang begitu terburu-buru ingin segera keluar dari dalam kamarnya.
Yah kamarnya, bukan kamar mereka. Pasalnya Zidan akan bergegas keluar dari kamar itu setelah selesai memuaskan dahaganya yang tidak lagi bisa di puaskan oleh Nadia.
Sakit rasanya, Zidan tidak pernah sekalipun tinggal dan terlelap di ranjang yang ia tempati selama empat tahun ini, usai menuntaskan hasratnya.
"Ceraikan aku Mas." Lirih Farah di sertai isakan samar juga air mata yang semakin banyak menetes membasahi pipinya.
Langkah kaki yang hendak keluar dari dalam kamar Farah seketika terhenti. Zidan menoleh, menatap Farah yang masih terbungkus selimut putih untuk menutupi tubuh polosnya.
Meskipun samar, dia masih bisa melihat dengan jelas wajah menyedihkan istri keduanya itu. Dadanya bergemuruh saat mendengar isakan samar yang keluar dari bibir Farah.
Tangannya terkepal erat, juga rahang nya terlihat mengeras saat kata cerai terdengar untuk yang pertama kalinya dari mulut Farah. Matanya tertutup untuk meredam rasa yang begitu mengganggu.
"Aku sudah melahirkan anak untuk mu dan Mbak Nadia, tolong buat aku pergi dari sini." Isakan Farah semakin jelas terdengar.
Zidan memilih untuk kembali membalik tubuhnya keluar dari kamar itu, dan meninggalkan wanita yang sudah membuatnya candu, dengan isak tangis menyayat hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Siti Nurbaidah
bakalan siapin banyak tisu ni saat membaca..jdo melow sendri😔😔
2025-01-12
0
Afrizal Kurdi
sedih thor
2024-12-08
0
Tri Widayanti
Dijadikan pemuas doang
2024-06-12
0