Farah memijit kepalanya yang semakin terasa sakit. Kehamilannya kali ini lebih menguras energi, di banding saat ia mengandung El dulu. Entah berapa kali ia bolak balik toilet untuk memuntahkan semua yang tersisa di dalam perutnya.
"Percuma Bunda makan banyak, jika kamu harus meminta Bunda untuk memuntahkannya." Omel Farah seakan sedang memarahi janinnya.
Walaupun begitu, setelah memastikan perasaannya lebih baik, wanita yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaannya, keluar dari ruangan menuju restoran langganannya di depan kantor.
Langkahnya terhenti saat tidak sengaja menangkap satu mobil yang begitu ia kenal terparkir di depan Firma Hukum. Farah menoleh ke dalam kantor, namun pemilik mobil itu tidak ada.
Ah bodoh amat, dia tidak lagi perduli dengan laki-laki itu. Wajar jika Zidan berada di sini, Firma Hukum milik Indra ayah dari Rehan ini memang sudah lama bekerja sama dengan perusahaan Ayah mertuanya. Jadi tidak lagi mengherankan jika Zidan akan datang ke tempat ini.
Dengan hati-hati, Farah kembali melanjutkan langkahnya menuju restoran yang ada di seberang jalan. Yang tidak Farah ketahui, Zidan sedang duduk diam di dalam mobil yang baru saja ia lewati, dan menatapnya penuh kerinduan.
Sama seperti biasanya, restoran yang selalu saja ramai di jam makan siang seperti ini. Beberapa pegawai yang juga bekerja di Firma Hukum Rehan, menyapa Farah dan ia balas dengan anggukan kepala. Farah memilih menu yang sehat, sayuran dan buah kemudian mulai memakannya perlahan.
****
"Pulang Ra, sudah malam." Pinta Rehan saat memasuki ruang kerja Farah.
Farah mengalihkan fokusnya dari pekerjaan, lalu menatap laki-laki baik yang kini berdiri di depan meja kerjanya.
"Sedikit lagi, aku ingin semua selesai sebelum aku kembali ke Jogja nanti." Jawabnya lalu kembali pada tumpukan berkas yang ada di atas meja kerjanya.
Beruntung janinnya tidak berulah jika di malam hari, dan kesempatan itu harus pergunakan dengan baik. Ah mungkin saja, janin mungilnya sedang terlelap sekarang.
Rehan mengalah, lalu membawa tubuhnya menuju sofa yang ada di dalam ruangan itu. Menatap wajah serius wanita yang tidak jauh dari tempat ia duduk. Dulu ia sempat meminta Farah untuk menjadi istrinya pada Andra, namun sahabatnya justru meminta ia agar menikahi Diana, dan menjaga Farah sama seperti menjaga adiknya sendiri. Dan kini, ia begitu menyayangi adik kecil Andra dan juga mencintai Diana kekasih dari sahabatnya itu. Andra adalah orang terbaik yang Allah kirimkan saat ia patah hati karena penolakan Zia.
"Selesai." Ucap Farah. "Ayo antar aku pulang ke rumah." Ajaknya pada laki-laki yang sibuk dengan ponsel dengan layar menampilkan gadis kecilnya.
"Hai Nana.." Ucap Farah lagi sambil melambaikan tangan ke layar ponsel Rehan.
"Hai Bunda." Balas Liana.
Setelah puas mendengarkan celotehan riang putrinya dan Farah, Rehan mengakhiri panggilan video tersebut. Berpamitan untuk mengantar Farah, dan meminta putrinya untuk tidur lebih dulu.
Rehan terkejut melihat wajah dan bibir Farah yang begitu pucat.
"Kamu baik-baik saja ?" Tanya Rehan khawatir.
"Iya, aku baik-baik saja. Hanya sedikit pusing dan ingin segera istirahat." Jawab Farah lalu keluar dari ruang kerjanya di ikuti Rehan yang masih terlihat begitu khawatir.
****
Mobil milik Rehan. Melaju perlahan di jalanan Jakarta. Tatapannya terus bergantian dari wajah Farah dengan jalanan yang ada di depannya.
"Mulai besok aku tidak akan masuk lagi ya Kak." Izin Farah.
Rehan mengangguk.
"Tapi tetap kabari jika kapan kamu berangkat. Biar aku dan Diana yang akan mengantarmu." Perintah Zidan dan di jawab anggukan kepala oleh Farah.
"Jangan lupa gaji dan pesangon ku di kirim." Ucap Farah sambil terkekeh lucu.
Rehan mendengus kesal
"Buat apa ? Kamu kan pasti akan dapat harta gono gini dari suamimu yang kaya itu." Ucapnya.
"Oh iya aku lupa, aku akan jadi janda seorang direktur perusahaan besar." Ucap Farah sedih.
"Lah kenapa tiba-tiba jadi sedih." Kekeh Rehan melihat wajah pucat Farah yang terlihat sedih.
"Aku mencintainya Kak." Ucap Farah
Rehan semakin terbahak melihat wajah menggemaskan Farah.
"Kumaha atuh Neng."
*****
Mobil milik Rehan kembali melaju di jalanan, Farah menatap lalu lalang mobil yang sedang melaju di sampingnya.
Hingga lamunannya tersadar saat Rehan sudah menghentikan mobil di depan sebuah rumah mewah yang beberapa tahun ini ia tempati.
"Aku masuk Kak." Pamitnya pada Rehan.
"Bicaralah dengan baik." Ucap Rehan sambil menyodorkan satu buah amplop yang tiba di kantornya pagi ini.
"Hampir saja lupa." Ucap Farah, lalu meraih amplop yang berlogo pengadilan itu dari tangan Rehan.
"Berpisah harus dengan cara baik-baik, ada Alfaraz di antara kalian." Ucap Rehan memperingati, lalu tangannya terulur mengusap kepala Farah yang selalu tertutup hijab.
Farah mengangguk mengerti, lalu turun dari mobil Rehan menuju pintu rumah yang tertutup rapat. Dua hari ia tidak mendatangi kediaman ini, entah bagaimana kabar putranya selama dua hari ini.
Sebelum memasuki rumah dengan kunci cadangan yang ada di dalam tasnya, Farah menarik nafas dalam-dalam lebih dulu. Sekuat apapun ia berusaha terlihat biasa-biasa saja, tetap saja ini bukanlah hal yang mudah.
Saat pintu rumah terbuka, Nadia yang sedang duduk di samping Zidan segera beranjak dan menghampiri Farah.
Sebuah senyum ia terlihat di bibir pucat nya saat melihat Nadia mendekatinya dengan tatapan khawatir.
"Kemana aja Ra ? Mbak telpon ngga pernah kamu angkat." Ucap Nadia saat mendapati madunya sudah berdiri di ambang pintu rumah.
Zidan hanya menoleh sejenak, lalu kembali mengalihkan tatapannya dari dua wanita yang kini saling berpelukan. Sejujurnya ada sedikit rasa lega, melihat Farah kembali kerumahnya malam ini.
"Maaf Mbak, aku banyak sekali pekerjaan di kantor, jadinya tidak sempat memeriksa ponsel." Jawab Farah Farah sambil tersenyum ke arah Nadia.
"Kamu sakit Ra, wajah kamu pucat banget." Tanya Nadia sembari menempelkan punggung tangannya di dahi Farah.
Farah menggeleng
"Aku baik-baik saja, hanya perlu beristirahat saja." Jawabnya kemudian meminta izin masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat.
"Ra, jangan pergi lagi ya. Ngga enak ngga ada kamu. Al terus menanyakan tentang kamu, tapi Mbak ngga tahu harus jawab apa. Ponsel ngga pernah kamu angkat." Lirih Nadia.
Farah yang baru saja melangkah meninggalkan ruang tamu tempat Zidan dan Nadia berada, kembali menoleh. Seutas senyum kembali terpatri di bibirnya, namun ia tidak menjawab permintaan Nadia. Dia memilih besok pagi untuk membicarakan tentang gugatan cerai yang telah ia ajukan, malam ini dia ingin segera beristirahat.
"Makan malam dulu Ra." Pinta Nadia memohon.
Farah kembali mengangguk patuh. Biarlah malam ini saja ia akan melakukan apa yang di pinta oleh wanita baik ini. Lagi pula calon bayinya memang membutuhkan nutrisi, dan malam ini ia belum menempatkan makan malam.
"Aku mau mandi dan ganti pakaian lebih dulu." Jawabnya.
Nadia tersenyum lega melihat kepergian Farah yang sudah menghilang di pintu pembatas ruang tamu dan ruang keluarga.
Kekhawatiran berita yang diceritakan Zidan bahwa Farah ingin bercerai, kini menghilang entah kemana. Melihat Farah yang tersenyum, tanpa mengatakan apapun, Nadia merasa sangat lega.
"Sepertinya dia memang hanya pergi menenangkan dirinya Zi." Ucapnya pada sang suami yang ikut menatap pintu yang baru saja di lewati Farah.
Zidan tersenyum, lalu mengangguk. Namun ia yakin, jika sebentar lagi Farah tidak akan lagi bisa dia miliki. Rehan sudah memberitahu padanya tentang panggilan sidang yang tiba pagi ini. Namun biarlah, biar Farah yang akan menjelaskan semuanya pada Nadia, seperti yang di sarankan oleh Rehan siang tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Hotma Gajah
zidan pengecut kok bisa jadi direktur jgn"karna orang tua nadia hingga rela jadi orang bodoh.
2024-02-21
1
amalia gati subagio
zidan ttp laki pebgecut laknat!!!
Rehan sok bijak....????
2022-08-25
1
Risa Risa
sedih thorr
2022-06-10
0