Farah mengaktifkan kedap suara di dalam kamarnya, lalu berlari menuju kamar mandi. Pagi yang masih sama, makanan yang masuk ke dalam perutnya semalam, kembali tumpah di dalam closet. Tubuhnya yang lemas bersandar di dinding kamar mandi. Seharusnya di keadaan seperti ini, ada seseorang yang membantunya. Namun kini ia bahkan bersembunyi di balik dinding yang kedap suara. Air mata kembali di usapnya pelan, ini tidak akan lama, sama seperti ia hamil Al dulu.
Dengan perlahan, Farah bangkit dari atas lantai lalu keluar dari dalam kamar mandi. Tunik putih di padukan dengan celana panjang berbahan Jeans sudah melekat di tubuhnya.
Hari ini sebelum kembali ke Apartemen, Farah ingin menghabiskan waktu berdua dengan putranya. Usai memakai pelembab bibir, juga sedikit polesan tipis di wajahnya, Farah keluar dari dalam kamar menuju ruangan dimana penghuni rumah berada.
Nadia dan Zidan sudah menunggu di ruang makan sama seperti hari-hari biasanya.
"Hari ini kamu ngga kerja Ra ?" Tanya Nadia sambil menatap madunya yang terlihat berbeda dengan pakaian santai namun tetap terlihat cantik.
"Aku mau ajak Al jalan-jalan, boleh ya Mbak ?" Tanya Farah "Aku dan Al, berdua." Sambungnya sebelum Nadia menjawab dan meminta Zidan untuk menemaninya.
"Ra
"Ku mohon Mbak, hari ini aja." Pinta Farah memelas.
Nadia menatap suaminya yang sedang menatap Farah dengan begitu lekat.
"Baiklah, tapi hati-hati ya Ra. Mbak khawatir." Ucap Nadia. Farah tersenyum lalu mengangguk sembari mengucapkan terimakasih.
Setelah sarapan, Farah membawa Al kembali ke kamar untuk mengganti pakaian. Alfaraz begitu antusias saat Farah mengatakan mereka akan pergi bermain di taman. Bocah laki-laki ini jarang sekali di bawa keluar rumah karena Nadia dan Zidan yang selalu saja posesif.
"Gantengnya anak Bunda." Ucap Farah melihat wajah tampan putranya. "Al harus jadi anak baik ya." Ucapnya lagi. Al mengangguk antusias dan menggemaskan.
"Let's go." Ajak Farah.
Alfaraz menggenggam erat jemari tangan Farah, sembari mengikuti langkah kaki sang Bunda menuruni satu per satu anak tangga.
"By Ama." Ucap Al saat melihat Nadia sedang duduk di sofa ruang keluarga dengan benda lipat di pangkuannya.
"By anak Mama, jangan lama-lama ya perginya, Mama cepat rindu soalnya." Ucapnya sambil mengecup puncak kepal putranya dengan sayang.
Farah tersenyum dan mengangguk, hanya hari ini dan tidak akan lama. Begitulah batinnya berbicara. Setelah ini, semua akan ia kembalikan pada Nadia, Semuanya termasuk Al.
Nadia masih melambaikan tangannya pada Al yang berada dalam gendongan Farah, hingga tubuh dua orang berharga itu menghilang di pintu pembatas ruangan.
*****
Farah menarik nafas kesal saat mendapati Zidan masih berdiri di samping mobil yang terparkir di halaman rumah.
"Aku antar kalian." Ucap Zidan tegas tanpa ingin di bantah.
Farah hanya menghembuskan nafasnya, namun tidak membantah dan masuk ke dalam mobil setelah Zidan membuka pintu mobil lebar-lebar.
Dua orang dewasa itu saling mengabaikan. Ah tidak hanya Farah yang mengabaikan, sedangkan Zidan masih terus menyimak celotehan dua orang berharga yang ada di dalam mobilnya.
"Ini apa Unda ?" Tanya Alfaraz sembari menunjuk sebuah patung dengan jemari mungilnya.
"Itu patung sayang." Jawab Farah sambil ikut melihat satu buah patung yang berdiri di tengah bundaran yang terkenal di ibu kota.
"Jangan ke sana Ra, di sana banyak orang." Ucap Zidan menolak.
"Di mana-mana tempat bermain anak itu banyak orang Mas." Kesal Farah karena Zidan selalu saja menolak setiap taman bermain yang ia sebutkan. "Kalau kamu nggak mau anterin, aku dan Al turun di sini, biar ke sana naik taksi aja." Sambungnya mengancam.
Zidan hanya menarik nafasnya lalu kembali fokus dengan jalanan menuju Taman Bermain sekaligus kebun binatang yang ada di Jakarta.
Setelah Zidan memarkirkan mobilnya, Farah segera turun dari dalam mobil tanpa satu katapun. Embel-embel berpamitan atau apapun itu, tidak dia lakukan. Zidan hanya menatap sedih punggung Farah yang sudah berlalu masuk ke dalam taman.
Zidan tahu jika istri keduanya ini hanya ingin menghabiskan waktu sebelum meninggalkan putranya. Rehan sudah menjelaskan perihal hak asuh Alfaraz yang tidak ada dalam tuntutan cerai.
"Maafkan aku Farah." Ucapnya.
Zidan menyandarkan punggungnya di kursi mobil, menarik nafasnya dalam-dalam untuk mengurangi sesak yang menghimpit dada.
"Astagfirullah." Ucapnya dalam hati. Ini sangat berat dan nyaris membuatnya gila. Membayangkan Farah pergi dari hidupnya untuk yang kedua kalinya, begitu menyakitkan.
Tanpa ingin mengganggu kebersamaan dua orang berharga itu, Zidan memilih untuk menikmati waktunya sendirian di sebuah kafe yang tersedia di sana. Ia membiarkan Farah menikmati hari ini dengan puas bersama Al tanpa ada gangguan.
*****
Senyum bahagia masih terus terlihat di wajah Alfaraz, lembut Farah terus saja mengabadikan wajah menggemaskan itu dengan kamera ponselnya.
"Unda itu apa ?" Tanya bibir mungil itu dengan begitu antusias.
Farah pun selalu menjawab dan menjelaskan dengan perlahan setiap binatang yang menarik perhatian putranya.
Berjam-jam waktu yang merek habiskan di dalam kebun binatang, Al meminta sang Bunda untuk menggendongnya, dan Farah membawa tubuh kecil itu kedalam dekapan dan memeluknya dengan begitu erat.
"Maafkan Bunda Nak, jangan marah Bunda ya." Gumamnya sambil mengusap lembut punggung putranya.
Farah terkejut melihat mobil Zidan masih terparkir di tempat yang ia tinggalkan tadi, dan sosok tampan yang selalu saja membuat jantungnya menggila, kini melangkah mendekat ke arahnya.
Kita makan siang dulu." Ajak Zidan.
"Makan di rumah aja sama Mbak Nadia." Jawab Farah lalu melanjutkan langkahnya menuju mobil Zidan.
Hening mengambil alih, tidak ada suara yang terdengar di dalam mobil mewah itu saat Al sudah terlelap di pangkuan Farah..
Mobil terus melaju di jalanan kota Jakarta, siang yang begitu terik dengan lalu lalang mobil yang memadati jalanan. Farah begitu gelisah karena semua barang-barang nya masih belum di siapkan sama sekali, sedangkan mobil begitu lama mencapai rumah.
Berbeda dengan Zidan, laki-laki itu sangat mensyukuri kepadatan jalan siang ini. Setidaknya ia bisa memuaskan matanya menatap wajah cantik di sampingnya, meskipun si pemilik terus saja mengabaikannya.
****
Farah melangkah cepat memasuki rumah, Zidan mengikutinya dari belakang masih tanpa kata. Menguatkan hatinya tentang apa yang akan terjadi beberapa data lagi. Farah akan pergi, beberapa menit lagi Farah akan beranjak dari hidupnya.
"Sudah tidur ya Ra." Tanya Nadia saat melihat Madunya memasuki rumah dan membawa putra mereka ke dalam kamar.
"Ada apa Ra ?" Tanya Nadia heran Karen Farah begitu terburu-buru. Namun, Farah hanya menjawab dengan gelengan kepala lalu keluar dari kamar Al menuju kamar tidurnya.
*****
Farah duduk di sisi ranjang sambil menatap satu buah koper berisi pakaian yang ia bawa dari apartemen empat tahun lalu. Semu pemberian Nadia, ia tinggalkan di dalam lemari pakaiannya.
Dengan langkah perlahan Farah keluar dari kamar, lalu menuruni satu per satu anak tangga. Ia menarik nafasnya berat saat melihat Nadia sudah berlinangan air mata di samping Zidan.
"Jangan seperti ini Ra." Cegahnya namun tidak beranjak dari sofa di dalam rumah keluarga. "Jika kamu mau, Mbak yang akan pergi." Bujuk Nadia.
Farah tersenyum, kalau menggeleng.
"Mbak adalah ibu dan istri yang baik, aku datang memang hanya ingin mengambil barang-barang pribadiku, dan sedikit menghabiskan waktu bersama Al." Jawab Farah sambil melangkah menuju sofa di mana Zidan dan Nadia berada.
Nadia masih teus mencegah Farah pergi, dengan air mata yang semakin deras membasahi pipi pucat nya.
"Maafkan aku Mbak, maaf tidak bisa meraih sakinah itu bersama." Ucap Farah lagi namun Nadia masih terus terisak di atas sofa mewah yang ada di rumah keluarga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Yunior
Nadia+Zidan sangat egois,disuruh nikah hanya untuk mendapatkan keturunan,
2023-12-13
0
Dosman
anjiiiiiiir sadar woi nad, Al itu bukan anak lo! kesel bacanya gua
2023-04-29
0
Nisa Nisa
jgn percaya airmata itu
2022-11-02
0