"Mbok tolong bawa Al ke kamar ya." Ucap Farah berusaha untuk tetap tenang. Meskipun kini kakinya terasa lemas dan bergetar seakan tidak bisa lagi menahan beban tubuhnya sendiri.
"Ada apa Nak ?" Tanya Anisa khawatir.
Farah menarik dress panjang rumahan yang ia kenakan, dan dugaannya benar darah ini memang berasal dari tempat yang tidak ia inginkan.
"Bu tolong Farah, tolong bawa Farah ke rumah sakit." Pintanya sambil duduk perlahan di atas lantai. Darah yang keluar semakin banyak, hingga mengotori baju dan lantai yang ia duduki.
"Cepat Bu, tolong bantu Farah ke Rumah Sakit." Pintanya lagi. Kali ini kedua tangannya sudah memeluk perut yang mulai terasa nyeri dengan erat.
"Maafkan Ibumu yang lalai ini." Lirihnya dalam hati.
Sedangkan Anisa sudah ikut duduk di samping menantunya dan berteriak memanggil dua kaki-laki yang hendak di bawakan nya dua cangkir teh.
"Zidan. Ayah.." Teriak Anisa dari ruang keluarga.
Dua laki-laki yang sedang membicarakan banyak hal di ruang tamu, gegas mendatangi asal suara.
"Ada apa ?" Tanya Dimas khawatir terjadi apa-apa dengan istrinya. Pasalnya Anisa adalah orang yang tidak sembarangan berteriak seperti ini.
"Menantu kita Yah, Farah terluka." Jawab Nisa bergetar, sambil memegang tangan Farah yang begitu dingin.
"Luka ? kok bisa ?." Tanya Dimas.
"Cepat Yah. Ya Allah dari tadi nanya terus." Kesal Anisa.
Zidan memucat saat melihat darah segar yang semakin banyak mengalir di atas lantai. Dan tanpa mengucapkan apapun, Zidan segera membawa tubuh Farah yang semakin lemas keluar dari dalam rumah menuju mobil.
"Cepat Mas." Ucap Farah dengan bibir yang memucat.
Zidan mengangguk sambil memakaikan sabuk pengaman di tubuh istrinya.
"Kenapa bisa luka Ra ?" Tanyanya sambil melajukan mobil dengan kecepatan tinggi menuju Rumah Sakit.
Farah hanya menggeleng dengan wajah pucat pasi, dan meminta Zidan untuk cepat agar semuanya masih bisa di selamatkan.
*****
Zidan segera membawa tubuh istrinya yang sudah berlumuran darah keluar dari dalam mobil. Tubuhnya bergetar karena ketakutan. Air mata mulai meluncur di wajahnya. Darah semakin banyak keluar entah dari mana. selama perjalanan ia sesekali melihat kaki yang kata Ibunya terluka, namun Zidan tidak menemukan apapun di kaki istrinya ini.
"Tetap bersamaku Ra." Pinta Zidan sembari melangkah cepat menuju ruang Gawat Darurat sambil membopong Farah.
"Aku ngantuk Mas." Ucap Farah lemah.
"Jangan tidur Ra, aku mohon jangan tidur." Suara Zidan serak, air mata semakin banyak menetes di wajahnya. Ketakutan semakin melingkupi hatinya, jangan lagi. Ia baru saja kehilangan wanita yang berharga.
Saat tubuh Farah sudah berpindah ke atas bed pasien, Zidan masih terus menggenggam jemari istrinya yang semakin mendingin.
"Ku mohon Ra, tetap bersamaku. Maafkan aku yang begitu bodoh ini. Aku sangat mencintaimu Ra." Ucap Zidan lagi masih dengan air mata yang merembet keluar dari tempatnya.
Farah tersenyum mendengar kata maaf yang sekian lama ia tunggu, keluar dari bibir suaminya.
"Aku juga mencintaimu Mas." Ucapnya bersamaan dengan mata yang mulai tertutup perlahan.
Dokter yang sedang menangani Farah, meminta asistennya untuk membawa Zidan keluar, agar tidak mengganggu konsentrasinya. Pasalnya laki-lkai ynag mengaku sebagai seorang suami itu, terus saja memaksa pasien untuk membuka mata.
Zidan duduk di kursi tunggu di depan ruangan tempat di mana Farah berada. Kaos putih yang ia kenakan sudah berganti warna, karena begitu banyaknya darah yang keluar dari tubuh istrinya. Kedua tangannya meremas kepala, sembari mengutuk dirinya yang lagi-lagi tidak bisa menjaga amanah yang di titipkan Allah dengan baik.
Dia hanya terus mengurung dirinya di dalam kamar, dan mengabaikan istri dan putranya yang masih ada. Ia hanya sibuk menangisi Nadia, tanpa perduli dengan dua orang lain yang juga sama berarti dalam hidupnya.
"Maafkan aku Ra, maaf hanya terus membuatmu terluka dan menderita." Lirihnya. Dadanya terasa sakit saat membayangkan sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi pada Farah. Mungkin ada banyak orang yang tahu jika dia begitu mencintai wanita yang ada di dalam ruangan tepat di hadapannya ini, tapi hanya ia yang tahu bagaimana besarnya cintanya untuk Farah.
Bahkan wanita sebaik Nadia pun tidak mampu menghapus rasa yang pertama kali hinggap untuk seorang Farah.
"Bagaimana dengan Farah Nak ?" Tanya Anisa saat mendapati Zidan duduk sendirian di luar ruangan.
"Masih sedang di tangani Dokter Bu." Jawabnya lemas. Tangannya mengusap kasar wajahny yang penuh dengan cairan bening.
"Kenapa bisa terluka Bu, dia dari mana saja?" Tanya Zidan.
"Kami hanya duduk di taman belakang, menemani Al yang sedang bermain dengan ikan di dalam kolam kecil di belakang rumah kalian." Jawab Anisa.
"Jika hanya di taman bekang tidak mungkin bisa terluka, Nadia sudah meminta pekerja untuk membuat taman itu dengan sangat aman, karena Al sering bermain disitu." Jawab Zidan. Anisa terdiam, ia pun tadi tidak mendapati luka atau apapun di kaki menantunya itu.
"Kita tunggu saja apa yang akan di katakan Dokter nanti." Ucap Dimas.
Tidak lama mereka menunggu, Dokter yang menangani Farah sudah keluar dari dalam ruangan, bersama Farah yang masih belum sadarkan diri. Asisten Dokter tersebut, mengajak Zidan menuju ruangan, sedangkan Anisa dan Dimas mengikuti suster menuju ruang perawatan yang akan di gunakan oleh menantu mereka.
****
"Bagaimana keadaannya Dok ?" Tanya Zidan.
" Istri Bapak baik-baik saja, sebentar lagi akan kembali sadar. Hanya saja janin yang berada di dalam kandungannya tidak bisa kami selamatkan." Ujar Dokter sambil menuliskan resep obat untuk Farah.
"Janin ? maksud anda istri saya sedang mengandung ?" Tanya Zidan
Dokter mengalihkan fokusnya dari sehelai kertas yang ada di atas meja kerjanya, lalu menatap wajah yang nampak kebingungan di hadapannya.
"Bapak tidak tahu ? Usia kandungan istri anda sudah memasuki Minggu ke delapan." Ucap Dokter tersebut lalu kembali melanjutkan aktivitasnya di atas meja kerjanya.
Zidan mengepalkan tangannya. Entah pada siapa kekesalannya saat ini. Pada dirinya sendiri yang tidak mengetahui keberadaan darah dagingnya, ataukah pada sang istri yang tidak memberitahu apapun.
"Jangan berkecil hati Pak, rahim istri anda baik-baik saja, jadi masih punya kesempatan untuk memiliki keturunan. Dan diusahakan menghindari ketegangan rumah tangga saat istri sedang hamil mudah. Efek stres sangat rentan untuk usia awal kehamilan." Ujar Dokter memperingati sembari menyodorkan secarik kertas berisi beberapa catatan obat yang harus di konsumsi Farah.
Farah menarik nafasnya yang begitu berat. Apapun yang terjadi di antara mereka, bukankah Farah berkewajiban memberitahu mengenai hal ini padanya ? Namun wanita itu justru meminta ceria, dan berniat pergi tanpa memberitahu jika Adah makhluk kecil yang kembali tumbuh di dalam pernikahan mereka.
Usai mengucapkan terimakasih Zidan keluar dari ruangan Dokter, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruangan di mana istrinya berada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
® - N@
Pretty lah, Cinta koq menyakiti ya
2024-06-18
0
Tri Widayanti
Yuhh gak jadi cerai toh..
2024-06-12
0
Hotma Gajah
ngapain ngasih tau ama laki bodoh kayak kamu zidan
2024-02-21
0