"Assalamualaikum Al." Suara Zidan terdengar dengan jelas di telinga Farah.
Ah sungguh bodoh dirimu Farah, bahkan dadamu akan berdebar walau hanya mendengar suaranya.
Sekian menit berlalu, Farah masih berdiri mematung di tempat ia berdiri. Berharap, masih terus berharap setidaknya senyum atau lambaian tangan dari laki-laki yang begitu dia cintai akan dia dapati, namun harapan tinggallah sebuah harapan.
Beberapa menit telah berlalu, dia menanti namun tidak kunjung mendapat sapaan hangat seperti yang dia harapkan. hanya pemandangan yang semakin menyakiti hatinya yang terus dia nikmati di dalam ruangan itu.
Senyum Zidan saat mengecup pipi gembul Al dengan gemasnya. Juga tatapan hangat penuh cinta saat laki-laki yang berstatus sebagai suaminya mencium puncak kepala Nadia istri pertamanya.
Tes..
Satu tetes air mata menetes di pipinya, saat tubuhnya berbalik menuju dapur. Dapur adalah ruang paling belakang yang paling aman untuk menyuarakan isi hatinya.
Dengan langkah gontai di sertai isakan yang nayaris tidak terdengar, Farah memaksakan kakinya untuk melangkah meninggalkan ruang tamu yang begitu menyesakkan dada.
Pelukan hangat Zidan di tubuh Nadia semakin membuat hatinya menjerit sakit. Seharusnya dia hanya mengurung dirinya di dalam kamar saja, dan tidak perlu menuruti ajakan Nadia untuk menyambut kepulangan suami mereka.
Jika saja dia tahu, jika ajakan Nadia sore ini hanya untuk menyambut kepulangan suami mereka itu, sudah di pastikan dia tidak akan mau melakukannya.Karena memang sejak dulu Zidan tidak pernah memerlukan kehadirannya. Yang laki-laki itu inginkan hanyalah istri pertamanya, Nadia juga bocah laki-laki yang dia lahirkan tiga tahun yang lalu.
Ah memang siapa dirinya ? Apa pantas untuk meminta lebih ? Berulang Kali untuk meyakinkan diri agar jangan terluka, namun tetap saja dengan kurang ajarnya hati yang terluka entah sejak kapan semakin terasa perih saat lagi-lagi mendapati tatapan hangat penuh cinta Zidan pada Nadia yang tidak pernah ia rasakan selama empat tahun pernikahan mereka.
"Eh Non Farah, ada yang bisa saya bantu Non ?" Suara asisten rumah tangga yang sedang menyiapkan makan malam menyadarkan Farah dari lamunan luka laranya.
"Ngga Bi, saya hanya ingin ke toilet." Jawab Farah sambil mengusap air matanya yang menggenang.
Asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja dengan Nadia, hanya bisa mengangguk lemah. Dia tahu apa yang sedang terjadi, tidak hanya kali ini dia melihat air mata di pipi istri kedua majikannya ini, namun dia sadar dengan posisinya untuk tidak bertanya apa yang menjadi penyebabnya.
Farah menangis pilu di dalam kamar mandi, kepalan tangannya terus menghentak bagian dada yang terasa sesak.
"Aku ingin pergi, Ibu bagaimana ini ?" Lirihnya menyayat hati. "Bu jemput aku." Ucapnya lagi.
Entah berapa lama ia menangis, dan setelah puas menangisi nasibnya, puas meratapi keputusannya, kini Farah menatap pantulan wajahnya dari kaca yang ada di dalam kamar mandi dapur.
Sebuah senyum miris terlihat di bibirnya. Hijab yang tadi sudah berantakan, ia rapikan kembali. Wajahnya yang sembab di basuh nya dengan air. Berharap air yang dia usapkan di wajah cantiknya bisa menutupi segala luka yang semakin menganga perih.
Beberapa kali ia mencoba untuk merilekskan wajahnya di depan cermin. Berusaha untuk menampilkan kembali senyum terbaiknya, untuk menutupi kesedihan di wajahnya.
Tidak ingin menambah masalah lagi dalam hidupnya. Karena dia yakin sebentar lagi wanita yang memiliki hati seluas samudra itu akan datang mencarinya.
Dan benar saja, ketukan pintu kamar mandi terdengar jelas dan jangan di tebak lagi siapa yang berada di balik pintu itu yang jelas bukanlah Zidan.
"Mbak cari kemana-kemana, kamu tuh suka banget menghilang." Decak Nadia saat pintu kamar mandi terbuka lebar.
"Kebelet tadi." Ucap Farah bohong.
"Ayo ke depan." Ajak Nadia.
Farah masih diam di tempatnya, sungguh dia tidak ingin menambah lagi goresan luka di hatinya karena tatapan tajam Zidan yang selalu tertuju padanya.
"Mbak, aku mau istirahat. Sepertinya kurang enak badan."
Nadia berdiri sambil menatap sendu pada gadis yang dia paksa masuk dalam rumah tangganya.
Bukan karena dia tidak tahu apa yang terjadi, namun dia ingin tetap melanjutkan ini. Karena hanya Farah yang bisa membuat ia tenang pergi jauh jika waktunya tiba nanti.
"Ra."
"Mbak aku mohon." Sela Farah cepat.
Dia tidak ingin berdebat, moodnya buruk. Sungguh dia tidak ingin melukai perasaan wanita sebaik Nadia hanya karena rasa sakit hatinya pada Zidan.
Nadia akhirnya membiarkan Farah berlalu dari sana.
****
Satu persatu anak tangga mulai Farah tapaki, untuk menuju kamar tidurnya. Namun di pertengahan tangga, kakinya terdiam kaku saat melihat sosok tampan yang sudah terlihat segar dengan kaos putih andalannya.
Zidan sibuk melihat layar ponselnya, tanpa dia sadari kini tubuhnya sudah berada di hadapan Farah.
Farah menunduk dalam, kakinya berhenti melangkah. Tangannya menggenggam erat pegangan tangga, berusaha sekuat tenaga untuk meredam degupan jantungnya yang semakin menggila. Wangi tubuh Zidan tercium jelas di indra penciumannya.
Langkah Zidan terhenti, tatapannya tertuju pada istri keduanya yang terlihat menunduk dalam. Lalu dengan acuh laki-laki itu kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang keluarga di mana putranya berada, tanpa menghiraukan Farah yang berdiri mematung di tempatnya.
Farah semakin mencengkram erat pegangan tangga yang terbuat dari besi itu. Dadanya semakin sesak, karena lagi-lagi mendapati sikap acuh Zidan padanya. Jangankan memeluk atau mengecup kepalanya, bahkan hanya sekedar menyapa pun laki-laki itu begitu enggan melakukannya.
Dengan hati yang semakin perih, Farah kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar tidur. Mungkin di ruang gelap akan sedikit membantu untuk menenangkan dirinya.
Baginya sepi salah sahabat paling mengerti, karena sunyi adalah hal bagian yang paling memahami.
****
Ketukan pintu kamar membuat Farah terjaga. Kamarnya begitu gelap, dia ingat saat dia masuk ke dalam kamar cahaya masih terlihat menembus tirai tipis yang menutupi jendela kamarnya, dan kini ternyata sudah malam.
"Non Farah, Nyonya meminta Non turun untuk makna malam." Suara asisten rumah kembali menyadarkan Farah dari lamunan.
"Iya Mbok, bilangin Mabk Nadia sebentar lagi saya turun. Mereka duluan saja makan malamnya." Ucap Farah dari dalam kamarnya yang masih tertutup rapat.
Tidak lagi ingin menunggu lama, dan membuat wanita baik itu justru meninggalkan meja makan dan datang menyeretnya keluar, Farah bergegas turun dari ranjangnya menuju kamar mandi.
Baju rumahan dengan jilbab instan sudah terbalut rapi di tubuhnya, lalu dengan langkah cepat ia mulai menuruni satu per satu anak tangga menuju ruang makan.
Dan benar saja, bahkan Zidan pun belum memulai makan malamnya.
Farah kembali berusaha setenang mungkin, meskipun dadanya akan berdebar tidak karuan, padahal Zidan bahkan tidak meliriknya sama sekali.
"Maaf aku ketiduran Mbak." Ucap Farah saat memasuki ruang makan.
"Ngga apa-apa kok, Mbak juga masih nyuapin Al. Ayo sini." Ajak Nadia.
Farah mengangguk lalu ikut duduk di kursi yang bisa ia duduki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Inaqn Sofie
Baru baca ..udah 2024 tp g apa ya thor mau komen greget sebenrnya baca yg kisah poligami..lanjut baca bikin sakit hati g lanjut di bikin penasaran...
dan ini sik farhan di sinopsis kan dia berpropesi sebagai pengacara ..ya udah tinggalin aja dulu suamimu toh kamu punya penghasilan ..
2024-08-20
0
Tri Widayanti
Pentingnya menjaga kewarasan😁
Farah Farah,baik bgt sih kamu
2024-06-12
0
Endang Supriati
memang engga di kasih uang sama suamimu, pergi dulu lah hiling bodoh.
sambil nyidir sama zidan.. mesraan lah dgn istri sakitmu yg sebentar lagi mati. lalu diam2 bawa pergi snakmu, supaya tdk rewel ksh obat tidur anskmu. jd bawanya mudah. kasih semua obat tidur.!!!!! GOBLOGGGGG
2024-03-08
0