Farah menatap sepotong roti dan segelas jus tanpa selera. Pening juga mual masih begitu terasa, namun gelas jus itu tetap di raihnya, lalu meminumnya dengan perlahan. Calon bayinya membutuhkan nutrisi, jadi ia harus tetap memaksakan diri untuk meminum perasan buah tersebut. Tangan yang hendak mengambil sepotong roti isi yang ada di atas piring seketika terhenti, saat bunyi bel apartemennya terdengar.
Dengan tubuh yang masih begitu lemas, Farah mengambil hijab di alam kamar, lalu melangkah menuju pintu apartemennya.
Ia menduga jika yang bertamu pagi ini adalah Rehan, namun kini orang yang berdiri di pintu apartemennya dengan kacau adalah sosok yang tidak ingin lagi ia temui di sisi umurnya.
Sejenak ia berdiri, menunggu laki-laki yang terlihat mengenaskan di hadapannya ini bersuara, namun tetap saja sama. Mulut yang ingin sekali ia pukul itu, masih saja membisu.
Baru saja Farah ingin menutup pintu apartemennya, Tangan Zidan segera menahannya, namun masih tanpa suara.
"Ah Brengsek." Kesal Farah dan segera memukul tubuh Zidan dengan keras. "Kamu benar-benar brengsek." Makinya, masih terus memukul tubuh Zidan dengan sekuat tenaga, namun sang pemilik tubuh masih saja bungkam bahkan ringisan kecil pun tak terdengar dari mulut yang selalu saja membuatnya terbuai.
Setelah puas menyalurkan kekesalannya, Farah kembali berbalik masuk ke dalam apartemen dengan nafas yang memburu.
"Nadia masuk Rumah Sakit." Ucap Zidan pelan.
Farah menoleh menatap wajah tampan namun terlihat kacau itu dengan begitu lekat.
"Nadia drop saat kamu pergi kemarin, dan hari ini dia memaksa ingin bertemu kamu." Ucap Zidan lagi.
"Apa kata maaf terlalu susah untuk kmu ucapkan ? Kamu tahu kesalahan kamu selama ini, tapi kamu berpura-pura tidak melakukan kesalahan apapun Mas. Jika hanya cinta yang tidak bisa kamu bagi, aku masih bisa memakluminya, tapi saat tidak ada satu pun kata maaf yang terucap padahal kamu tahu kamu melukaiku, lebih membuatku tersiksa." Cerca Farah.
"Maafkan aku, tapi tolong temui Nadia." Pinta Zidan memohon.
Hati Farah semakin mencelos sakit, lagi-lagi semua karena Nadia. Kapan laki-laki melakukan satu hal saja demi dirinya sendiri. Farah menertawakan dirinya sendiri di dalam hati, Yah Zidan akan selamanya menjadi Zidan, dan tidak akan pernah berubah seperti yang dia mau.
"Aku mau ganti baju." Ucap Farah dingin lalu melangkah masuk ke dalam apartemen tanpa mempersilahkan Zidan masuk, meninggalkan laki-laki yang tetap saja selalu membuatnya luluh dengan kebisuan.
*****
Farah melangkah menyusuri koridor rumah sakit tanpa menghiraukan rasa nyeri di bagian bawah perutnya. Entah mengapa tiba-tiba saja, perut bagian bawahnya begitu nyeri. Apakah calon anaknya juga ikutan marah sama si Bapak yang terus membisu ini di depannya ini ? entahlah.
Zidan membuka pintu ruangan tempat Nadia di rawat dengan perlahan, lalu Farah masuk meskipun tanpa di persilahkan oleh laki-laki yang semakin membuatnya kesal. Ah dia kesal sekali sampai rasanya ingin mencakar wajah tampan itu dengan kukunya.
"Mbak." Panggil Nadia saat memasuki ruangan tempat Nadia berada.
Nadia menoleh, wajah pucat itu seketika cerah saat melihat Farah masuk ke dalam ruangannya.
Zia yang sedang bercerita dengan Nadia, ikut tersenyum melihat Farah masuk ke dalam ruangan Nadia.
"Maafkan aku Mbak." Lirih Farah.
Bibir pucat Nadia melengkung saat melihat Farah kini menangis di samping ranjang tempat ia berbaring. Tangannya yang masih terpasang jarum infus itu, terangkat mengusap lembut buliran bening yang membasahi wajah Farah.
"Mbak yang seharusnya meminta maaf. Maafkan kami ya Ra, maaf membuat kamu terluka begitu lama." Ucap Nadia.
Zia yang sedang menemani Nadia, mengikuti adiknya dan keluar dari ruangan tersebut. Dua kakak beradik itu duduk di kursi yang tersedia di depan ruang perawatan Nadia, untuk memberikan waktu kepada dua wanita baik yang ada di dalam ruangan itu.
"Zi kamu sudah meminta maaf ?" Tanya Zia.
Zidan menggeleng.
"Aku tidak ingin kata maaf dariku akan kembali menahan langkahnya Kak. Sampai kapanpun aku tidak akan bisa membahagiakan Farah, karena aku tidak suka orang lain menyalahkan Ayah karena pernikahan ku ini." Jawab Zidan.
Zia hanya bisa menarik nafasnya yang terasa begitu berat, lalu menepuk punggung adiknya dengan lembut.
"Tetap saja kamu harus meminta maaf. Tidak masalah jika itu kamu lakukanlah nanti, hargai Farah sebagai ibu dari putramu Zi." Ucap Zia memelas. Zidan mengangguk mengerti, entahlah kapan waktu nanti itu tiba, yang jelas untuk saat ini dia ingin Farah bahagia, dan jelas-jelas bukanlah ia yang mampu memberi itu.
*****
Di dalam ruangan, senyum manis masih terlihat di wajah cantik Nadia. Tangan yang masih terpasang jarum infus, terus menggenggam tangan Farah dengan begitu erat.
"Selama Mbak ngga ada, boleh kan untuk sementara kamu pulang dan menjaga Al dulu ?" Pinta Nadia.
"Aku akan membawa dan menjaga Al di apartemen."
"Apartemen ngga aman Ra untuk Al, anak kita itu lagi akti-aktifnya, dan itu sangat berbahaya." Ucap Nadia memelas.
Farah tidak bisa menolak dengan tegas, ah selalu saja seperti ini. Tatapan memohon Nadia selalu saja mampu melawan egonya.
"Tapi Mbak harus janji harus cepat pulih, aku ngga mau lagi berlama-lama di sana." Ucap Farah yang seketika membuat wajah cantik itu sendu.
Nadia tidak menjawab, wanita cantik itu hanya mengalihkan tatapannya dari Farah menuju jendela ruangan.
"Selama Mbak tidak ada bisa kan kamu berjanji untuk menjaga Al dan Zidan dengan baik ?" Tanya Nadia, namun sorot matanya masih tertuju pada tirai yang menggantung di jendela ruangan.
"Iya untuk Al, tapi tidak untuk Mas Zidan." Tegas Farah. "Aku kesal sama dia." Sambungnya dengan wajah cemberut.
"Mbak juga kesal sama dia." Ucap Nadia yang seketika membuat Farah terbahak.
"Kalau ngga takut dosa, mau Mbak cakar-cakar wajahnya yang menyebalkan itu." Ucap Nadia lagi.
Farah semakin tertawa keras sampai ada sedikit air yang keluar dari sudut matanya.
"Benar Ra, kesal banget lihat dia kemarin yang diam saja saat kmu pergi, padahal jelas sekali dia sangat ingin menahan mu." Ucap Nadia.
"Mbak..
"Dia masih mencintaimu Ra. Hanya kamu, dan selalu kamu. Hanya saja dia tidak ingin melukai banyak orang termasuk Ayah dan Ibu mertua kita. Mbak hanya ingin meminta keluasan hati darimu untuk bersabar sedikit lagi." Mohon Nadia namun Farah menggeleng tegas.
"Aku tetap akan melangkah dan melanjutkan hidupku dengan baik walau tanpa Mas Zidan, Mbak tidak usah khawatir. Sekarang yang harus Mbak Nadia pikirkan adalah kesehatan Mbak biar cepat sembuh. Aku mau menjaga Al di rumah, tapi Mbak harus janji cepat pulih dan segera pulang."
Nadia hanya tersenyum bahagia, tangannya yang masih terpasang selang infus itu kembali mengusap lembut pipi Farah.
"Mbak tahu kamu juga mencintai dua lelaki berharga itu, sama seperti Mbak. Mbak lebih senang menitipkan mereka padamu." Ucapnya.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
human😎
dasar tolol
2024-12-07
0
Nisa Nisa
karena kamu sama saja dgn ayahmu 6g terus kamu idolakan
2022-11-03
0
Nisa Nisa
kamu pikir memzalimi perempuan lain bukan dosa? lelaki yg memgabaikan istrinya bukan dosa? jgn bicara dosa seolah kamu begitu mulia
2022-10-31
0