Setelah makan malam yang panjang, sambil mendengarkan Nadia bercerita tentang Alfaraz, kini langkah kaki Farah menuju kamar putranya. Membuka pintu kamar yang tertutup rapat itu dengan perlahan, agar tidak mengganggu tidur nyenyak pemiliknya.
"Maafkan Bunda yang egois ini Nak." Lirih Farah sambil menatap lekat wajah Alfaraz.
Tangannya yang hendak menyentuh kepala bocah berumur tiga tahun itu, ia tarik kembali. Tidak ingin rasa bersalah yang kini menghantui, akan kembali menahannya di dalam pernikahan menyakitkan ini.
Farah berbalik ingin meninggalkan kamar Alfaraz, namun kakinya terhenti saat melihat Zidan masuk ke dalam kamar. Masih saja sama, tidak ada sapaan atau apapun yang keluar dari mulut laki-laki di hadapannya. Laki-laki yang masih berstatus sabagai suminya ini, tetap setia dengan kebisuan. Dan Farah memilih untuk tidak lagi perduli apalagi tersakiti. Toh hal seperti ini sudah sering kali ia alami di rumah ini.
Langkahnya kembali berlanjut, meninggalkan Zidan yang bahkan tidak menoleh ke arahnya. Bodohnya ia, memang apa yang ia harapkan. Berharap Zidan menahan dirinya untuk tidak keluar dari kamar itu, sambil memeluk dan memohon maaf ats segalanya ? Bermimpilh Farah !
Suami istri rasa orang asing, begitulah yang Farah rasakan selam bertahun-tahun pernikahannya. Dan dengan bodohnya, dia terus bertahan dan berharap. Tidak ingin lagi merasa sakit, Farah melanjutkan langkahnya menuju kamar tidurnya.
Farah naik ke atas ranjang, usai mengganti pakaiannya dengan piyama. Tatapannya menyapu seluruh ruangan kamar mewah yang sama sekali tidak ia rindukan. Kamar yang sebentar lagi akan ia tinggalkan. Kedua tangannya mengusap ranjang yang selalu Zidan gunakan untuk mengambil haknya tanpa izin lebih dulu, dan bergegas keluar dari kamar setelah selesai menuntaskan hasratnya.
Tangannya terkepal erat sambil menhan kesal entah pada siapa. Tidak bukan Zidan yang membuatnya marah, tapi dirinya sendiri yang merasa begitu bodoh dan buta dengan cinta yang ia miliki untuk laki-laki itu. Bahkan saat Zidan selalu datang di tengah malam untuk menidurinya tanpa sepatah kata, ia masih saja terbuai dan menikmatinya. Dan saat laki-laki itu bergegas pergi, ia masih saja menangis sedih padahal keadaan seperti itu selalu saja terjadi berulang kali selama empat tahun pernikahan mereka.
Entah pukul berapa sekarang, lagi-lagi pintu kamarnya terbuka di tengah malam. Farah mengerjap perlahan, dan meraup sisa-sisa nyawa yang beterbangan saat ia terlelap beberapa jam yang lalu.
Tatapannya tertuju pada sosok yang kini berdiri di ambang pintu kamar yang kembali tertutup rapat. Jangan di tanya lagi siapa pelakunya, tentu saja laki-laki yang selalu setia dengan kebisuan itu, yang masuk ke dalam kamarnya di tengah malam buta seperti ini.
Kutuk saja dirinya yang terbiasa tidak mengunci pintu kamar, karena berharap Zidan datang dan terlelap di sampingnya walau hanya sebentar.
Cahaya remang dari lampu tidur dia samping ranjang, membuat Farah lelusa menatap puas laki-laki yang semakin melangkah memangkas jarak dengan ranjang.
Farah masih bergeming di atas ranjang, ia masih diam mengamati laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya datang mendekati ranjang tempat ia berbaring. Dan keadaan yang masih sama kini terulang lagi, membuat Farah tidak lagi bisa menahan kekesalannya.
"Singkirkan tangan mu." Farah menepis tangan Zidan yang mulai membuka kancing piyamanya.
Biarlah dia dikutuk jadi batu sekalian, karena telah durhaka pada suaminya sendiri. Bahkan di titik yang sebentar lagi akan bercerai, Farah masih berharap satu kata maaf terucap dari bibir Zidan, tapi kenyataanya laki-laki ini masih saja sama. Setia dengan kebisuan dan semakin membuat hatinya terluka.
"Sudah cukup, aku tidak ingin menjadi wanita bodoh yang kesekian kalinya. Hitung berapa kali Mas memasuki kamarku tanpa kata, dan meninggalkan aku sendirian setelah selesai. Hitunglah berapa kali Mas melakukan itu, sebanyak itu pula luka yang Mas gores kan di hatiku." Ucap Farah sambil menahan isakan agar tidak keluar dari bibirnya.
Zidan menghentikan aktivitas tangannya, lalu duduk dengan diam di atas ranjang tempat Farah berbaring. Sedangkan Farah sudah kembali membalik tubuhnya memunggungi laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya itu.
Sebelah tangannya, ia gunakan membekap mulutnya sendiri, agar suara isakan tidak terdengar oleh laki-laki yang masih diam membisu di belakangnya. Sedangkan satu tangannya ia gunakan untuk mengusap lembut perut nya yang masih rata, karena sudah mengeluarkan kata-kata kasar pada Ayah dari bayinya.
Cukup untuk hari ini. Bahkan di saat luka yang semakin membiru, Farah masih berharap Zidan masuk kedalam kamar ingin mengucapkan maaf dan menahannya pergi, namun, harapannya tetap saja berbuah kecewa.
Zidan hanya akan selalu datang untuk meminta hak, dan pergi setelah puas menidurinya. Bisakah laki-laki itu mengerti, dia adalah seorang istri sama seperti Nadia dan bukan simpanan yang akan selalu bahagia setelah menerima transferan puluhan juta ke dalam rekeningnya usai di ajak bergulat di atas ranjang.
Setelah mendengar pintu kamaranya yang kembali tertutup rapat, Farah semakin terisak pilu. Sebenarnya apa yang ia harapkan, ah bodohnya dirimu Farah. Berharap Zida memohon maaf dan menahannya pergi, oh ayolah jangan terlalu berharap agar tidak banyak pula kecewa yang akan di terima.
****
Berpuluh-puluh menit waktu yang terlewati, Zidan masih bersandar di pintu kamar yang ia tutup kembali, sambil mendengar isakn pilu menyayat hati dari wnita yang ia cintai.
Ia merindukan Farah, tidak hanya tubuh wanita itu tapi semuanya. Ia ingin mendekap dan mencium wajah Farah dengan sepuasnya, dan semu itu hanya bisa ia lakukan saat merek menghabiskan waktu di ats ranjang.
"Maafkan aku." Ucapnya pelan. Suara tangisan masih terus terdengar di telinganya, membuat dadanya ikut berdenyut sakit. "Maafkan aku Ra." Ucapnya lagi.
Nanti setelah suara tangisan Farah tidak lagi terdengar, barulah Zidan beranjak dari lantai di depan pintu kamar Farah menuju kamar di mana Nadia berada.
Zidan membuka pintu kamar istri pertamanya dengan perlahan, dan menutupnya kembali saat melihat Nadia masih tertidur lelap di atas ranjang.
*****
Ranjang yang biasanya di peruntukkan untuk keluarga yang berkunjung, menjadi tempat Zian beristirahat malam ini. Satu buah cincin yang masih tersimpan di dalam tempatnya, ia keluarkan. Sebuah cincin yang mirip dengan cincin yang melekat di jari manis Farah di tatapnya sendu. Apakah i tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk mengenakkan cincin ini selamanya ? Entahlah, kehidupannya begitu rumit, bahkan hanya untuk mengenakkan cincin pernikahan saja ia begitu takut melakukannya.
"Maafkan aku." Ucapnya. "Pergi dan carilah bahagia yang tidak bisa aku berikan padamu." Sambungnya lalu memasukkan kembali cincin itu ke dalam tempatnya. Cincin yang tidak akan pernah ia kenakkan, walau dia begitu ingin memakainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Akun Tiga
smoga othornya mati besok kelindes mobil
2024-05-18
0
karmila
aku mau nanya thor.. pas kamu bikin cerita kaya gini.. kamu mewek juga ga kaya kita yg bca?? huaaa😭😭😭
2023-12-14
1
Jumadin Adin
zidan benar² pecundang
2022-12-28
1