Farah masih tersenyum, namun matanya sudah ikut berkaca melihat Nadia yang terus terisak dan memintanya untuk tetap tinggal. Tapi kali ini ia berusaha menguatkan hati agar tidak lagi terhambat dengan tatapan penuh permohonan Nadia.
Ini tidak hanya tentang Nadia, tapi juga tentang Zidan. Dan sampai semalam ia menunggu kata Maaf terucap dari bibir laki-laki yang masih berstatus sebagai suami, tapi kata maaf yang ia harapkan lagi-lagi hanya kecewa yang di dapatkan.
"Aku ingin berpisah secara baik-baik." Ucap Farah sembari menyodorkan satu buah amplop dengan logo pengadilan ke arah Zidan.
"Jangan lakukan itu Ra." Bujuk Nadia namun Farah menggeleng tegas.
"Benar kata Tante Nina, pernikahan poligami tidak akan pernah Jannah hingga ke syurga Nya. Aku terluka selama empat tahun karena sikap abai Mas Zidan, dan bagaimana bisa kita meraih Mawaddah itu, jika salah satu dari kita merasa tidak bahagia dengan pernikahan ini." Jelas Farah.
"Mbak jangan khawatir tentang Putra kita, aku akan menyerahkan hak asuh Alfaraz pada kalian" Ucapnya sembari mengusap lembut punggung tangan Nadia.
Zidan meremas amplop yang di sodorkan Farah dengan begitu erat. Namun, semua kata yang ingin menahan Farah pergi hanya bisa tertahan di tenggorokannya.
"Aku pergi Mbak, aku titip Al dan sampaikan maaf ku padanya karena sudah menjadi Ibu yang egois." Ucap Farah. Satu tetes cairan bening yang menetes dari pelupuk matanya, ia usap dengan perlahan lalu beranjak dari sofa menuju pintu rumah tanpa menoleh lagi.
Setelah pintu rumah mewah itu ia tutup kembali, Farah terisak pilu. Semuanya berakhir di sini namun tidak dengan cinta yang masih menggebu di dalam dada. Semuanya masihlah seorang Zidan pemiliknya. Semua ras yang ia harap terbalas, masih bertahta dengan angkuh di relung hati terdalamnay.
Sebelum memasuki taksi yang sudah ia pesan di aplikasi penyedia jasa, Farah kembali menatap rumah mewah yang sekian tahun menjadi saksi bagaiman ia menjalani hari penuh luka. Menatap lekat-lekat rumah yang sama sekali tidak ia rindukan, karena tidak adanya kenangan manis yang perlu membuatnya merindu.
Mungkin setelah ini, ia tidak akan lagi menginjakkan kakinya di sini. "Maafkan Bunda yang jahat ini Al." Gumamnya lalu masuk ke dalam taksi yang sudah menunggunya sejak tadi.
Mobil yang membawa Farah sudah melaju di jalanan Jakarta, sementara di rumah mewah yang baru saja ia tinggalkan, Zidan membawa tubuh Nadia yang tidak lagi sadarkan diri.
Dua mobil melaju di jalanan yang sama, dengan kesedihan yang sama. Zidan tidak henti-hentinya meminta maaf entah pada siapa. Nafasnya sesak melihat kepergian Farah tadi, dan kini kembali di tambah dengan kondisi Nadia yang tiba-tiba saja drop setelah kepergian Farah.
"Sialan." Teriaknya kesal dengan air mata yang terus merembet di pipinya, saat jalanan kota Jakarta yang semakin padat dengan lalu lalang kendaraan di sore hari.
"Jangan tinggalkan aku Nad, Farah sudah pergi aku mohon kamu tetap bersamaku." Ucapnya.
Zia yang sudah ia kabari tentang keadaan Nadia, sudah bersiaga dengan beberapa dokter ahli yang selama ini ikut memantau kesehatan Nadia.
"Kak..
"Tetap di sini, biarkan Dokter berkonsentrasi menanganinya." Cegah Zia pada adiknya kemudian ikut berlalu mendorong bed pasien menuju ICU.
Zidan terduduk lemas di kursi tunggu, hingga empat orang paruh baya tiba di rumah sakit tempat ia membawa Nadia.
"Harus kuat Nak." Ucap Angga dan Yuna. Mereka sudah menyiapkan diri sejak lama tentang penyakit putri mereka, meskipun sedih namun semuanya harus tetap di pasrahkan. Karena masih ada yang lebih berkuasa atas segalanya.
Anisa mendekati putranya yang terlihat sangat kacau. Bukan kali ini saja Nadia drop, namun hari ini Zidan terlihat sangat mengenaskan dari biasanya Nadia di bawa ke Rumah Sakit.
"Farah pergi Bu, dia menggugat cerai." Adu nya pada sang ibu yang sudah duduk di sampingnya.
Yuna yang mendengar kabar itu terkejut, karena selama ini semua terlihat baik-baik saja. Farah gadis yang baik dan begitu menyayangi putrinya, jadi ia pikir tidak ada alasan hingga Farah menggugat cerai menantunya ini.
"Zidan terus saja melukainya Bu." Zidan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Anisa meraih tubuh putranya dan memeluknya erat. Tubuh Zidan bergetar, namun tidak ada suara apapun lagi yang terdengar dari bibirnya. Anis terus mengusap lembut sembari mengucapkan kalimat semangat, berharap bisa membantu membuat putranya merasa lebih baik.
"Tidak ada yang benar-benar abadi Nak, seharusnya kamu sudah mempersiapkan diri untuk hal ini." Ucap Anisa.
"Zidan pikir tidak akan sesakit ini jika Farah pergi."
"Kamu ikut tersakiti, karena kamu tidak meminta maaf telah melakukan kesalahan padanya. Yang membuat kamu sakit bukan karena kepergiannya, tapi karena rasa bersalah yang tidak kamu ungkapkan." Ucap Anisa menjelaskan. "Jika kamu meminta maaf, kamu akan bisa melepasnya pergi dengan hati yang lapang." Sambungnya .
Zidan terdiam tanpa menjawab perkataan sang ibu, mungkin semuanya memang benar. Setidaknya tadi ia mengucapkan kata maaf karena telah menyakiti Farah, namun sampai wanita yang ia cintai itu pergi, ia terus saja menutup rapat mulutnya.
"Bagaimana keadaanya Nak ?" Tanya Dimas saat melihat putri sulungnya keluar dari ruangan tempat menantu ya berada.
Zia tersenyum
"Nadia selalu melewatinya dengan baik Yah, dia wanita yang kuat." Jawab Zia di iringi nafas lega dari semua orang yang ada di sana.
"Aku mu melihatnya Kak."
"Biarkan Nadi beristirahat sebentar, nanti jika dia sudah siuman, akan Kakak beritahu."
Zidan mengangguk mengerti, lalu melangkah mengikuti Zia menuju ruangan lain bersama empat orang paruh baya yang ada di sana.
"Farah nggak ikut ?" Tanya Zia sembari membantu asistennya meletakkan beberapa cangkir teh ke atas meja sofa.
"Farah sudah pergi, dia menggugat cerai." Jawab Zidan.
Zia menatap tidak suka mendengar kalimat yang keluar dari bibir adiknya.
"Pernikahan bukan permainan Zidan, lebih baik menolak untuk tidak menikahi dari pada harus bercerai setelah sekian tahun bersama." Ucap Zia.
Empat orang paruh baya yang ada di dalam ruangan, tetap menutup rapat mulut mereka.
"Bukankah Kakak sudah memperingati kamu untuk menolaknya dulu, tapi kamu tetap memaksakan keadaan menikahinya." Omel Zia.
Zidan hanya terdiam, dia memnag tidak bisa menyembunyikan apapun dari wanita terbaik setelah sang ibu ini.
"Lalu bagaimana dengan hak asuh Al ?" Tanya Zia. Intonasi kalimatnya sudah jauh lebih baik, namun tatapan tajam yang tertuju pada sang adik masih sama.
"Farah menyerahkan hak asuh Alfaraz padaku dan Nadia."
Zia menarik nafasnya berat, ia bisa ikut merasakan bagaimana perasaan adik iparnya saat ini.
"Kamu sudah mendzaliminya Zi, temui dan minta maaf dengan tulus padanya. Walaupun kalian tidak kan lagi bisa kembali, tapi hargailah Farah sebagai wanita yang sudah dengan ikhlas mengandung dan melahirkan anak untukmu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Jumadin Adin
setelah keluar dari rumah zidan semoga farah bahagia dan menemukan laki² yg terbaik
2022-12-28
1
Nisa Nisa
justru zidan selalu mempermainkan pernikahan masa kamu gk tahu Zia..dia menyakiti Farah terus menerus atas nama menjaga persaan nafia tp didepan nadia mengaku mencintai farah. Parah kan sakit jiwanya
2022-11-02
0
Nisa Nisa
tp keangkuhan lelaki spt zidan mana mau minta maaf
2022-11-02
0