"Hey, sok-sokan ngomongin surga dan neraka. Emang situ yakin kelak bakalan tinggal selamanya di surga? Yakin, sudah pesan tanah di sana? Atau jangan-jangan, udah beli kavlingan di neraka, lagi."
Kata-kata meremehkan dari bibir Alisha itu masih terngiang-ngiang di telinga Dante. Padahal sudah satu jam yang lalu gadis itu memandang sebelah mata atas bentuk perhatiannya.
Mengacak rambutnya dengan kasar, Dante lagi-lagi merasa gusar. Alisha itu siapa? Hanya orang asing yang tiba-tiba hadir dalam kehidupannya. Sayangnya justru orang asing itulah yang belakangan telah mengusik pikirannya.
Dante bahkan lupa akan penderitaannya sendiri yang kini hidup dalam keterbatasan. Asalkan gadis saiko bernama Alisha itu kembali ke jalan yang benar, ia tak mempersoalkan meski sehari hanya makan satu kali.
Cintakah dia terhadap Alisha?
Namun, batin Dante berteriak lantang, 'Tidak!' Ia menolak mentah-mentah statement yang berkelebat di benaknya. Sekuat tenaga ia meyakinkan diri jika itu hanya bentuk perhatian seorang teman. Tidak lebih. Toh mereka baru saja mengenal. Mana mungkin perasaan bernama cinta itu hinggap hanya dalam waktu sekejap. Pada gadis yang sudah tidak suci, pula.
Ah, entahlah.
Dante yang terbaring di atas kasur tipis itu terlonjak saat tiba-tiba ponselnya berdering. Buru-buru ia merogoh dari dalam saku celana demi bisa melihat siapa peneleponnya.
Dante mendengkus lirih setelah melihat nama Jonathan tertera di layar ponselnya. Pria itu pasti ingin menanyakan sejauh mana usahanya menemukan cinta sejati untuk menjawab tantangan sang papa agar pria paruh baya itu berhenti menjodohkannya.
Dante meringis sambil memukul-mukul pelan dahinya sendiri. Ia bingung hendak mengangkat atau tidak. Jikapun diangkat, ia juga tak tahu harus mengatakan apa pada Jonathan. Toh sampai sekarang ia belum menemukan gadis baik untuk diperkenalkan pada keluarganya. Alhasil, ia hanya diam memandangi ponselnya yang bernyanyi-nyanyi sendirian.
Baru juga hendak bernapas lega karena panggilan dari Jonathan berhenti, Dante dibuat terlonjak lagi oleh panggilan Jonathan yang kedua kali.
Mau tak mau, Dante pun meraih ponselnya yang tergeletak di kasur, lalu menggeser gambar gagang telepon berwarna hijau untuk menerima panggilan. Percuma juga ia terus-terusan menghindar.
"Apa Jo?" Seperti tak ada beban sedikit pun, Dante menyapa dengan nada santai.
"Apa kabar, Mas Dante?" balas suara berat di seberang sana. Jonathan.
"Pakai nanya apa kabar, lagi!" Dante menyahuti ketus pertanyaan Jonathan. Namun, setelah itu ia lanjutkan lagi ucapannya dengan nada meremehkan. "Ya lo tau sendiri lah, gimana gue sekarang. Hidup gue susah. Tapi, setidaknya gue nggak menderita lantaran dipaksa-paksa!"
"Kok Mas Dante bilang gitu? Toh semua yang papa Mas Dante lakukan itu demi kebaikan Mas Dante sendiri, loh."
"Apaan! Kebaikan gue dari mana? Memangnya Papa pikir gue nggak bisa nyari jodoh sendiri, gitu?"
"Ya kalau gitu, buruan bawa pulang dong calonnya, Mas. Biar Mas Dante bisa hidup enak lagi," timpal Jonathan di seberang sana.
Mendengar itu Dante tercenung. Benar juga apa yang dikatakan Jonathan. Ia hanya perlu membawa calonnya untuk ditunjukkan kepada sang papa. Setelah itu hukumannya akan ditarik dan ia bisa hidup enak seperti sedia kala. Jikapun ia tak benar-benar mencintai calonnya, mana papanya tahu? Sepertinya tak masalah jikapun dirinya berbohong.
Tak bisa dipungkiri. Dante yang sejak lahir terbiasa hidup mewah memang tak bisa jauh-jauh dari benda yang namanya uang. Hidup susahnya belakangan ini membuat Dante kehilangan jati diri, teman, dan juga cinta. Persetan dengan gadis yang menginginkan hartanya saja. Ia yakin, kelak akan menemukan cinta sejati yang bisa menerima dia apa adanya.
Namun, yang jadi masalahnya, ia harus merekrut siapa untuk berpura-pura jadi kekasihnya?
"Mas Dante? Mas? Kok diam?" Suara Jonathan sukses membuyarkan lamunan Dante. Pemuda itu mengerjap, lalu menyahuti Jonathan dengan nada malas.
"Apa sih Jo. Gue lagi sibuk ini! Besok-besok lagi gue kabarin. Udah dulu, ya. Bye." Tanpa menunggu jawaban Jonathan, Dante mematikan ponselnya dan memutuskan panggilan secara sepihak.
Menimang-nimang ponsel di tangannya, otak Dante bekerja keras memikirkan sesuatu hal.
"Kayaknya oke juga kalau gue pakai cara itu. Seumpama minta tolong sama Alisha buat pura-pura jadi pacar, sepertinya tuh anak nggak keberatan. Gue kan ganteng. Biasanya juga dia bergumul sama Om-om jelek," ujarnya membanggakan diri.
Baru juga menggumamkan namanya, eh tiba-tiba si pemilik nama mengagetkan Dante oleh panggilannya melalui sambungan telepon.
"Ni anak panjang umur amat, yak. Baru juga dipikirin," gumam Dante sambil tertawa. Selanjutnya, ia pun menerima panggilan Alisha tanpa ingin membuang waktu lagi.
"Halo, Al. Ada apa?" tanya Dante membuka percakapan.
"Kamu lagi ngapain?" Tanya dibalas tanya. Membuat kening Dante mengernyit, tetapi tetap menjawab tanya Alisha.
"Lagi nyantai di kontrakan."
"Owh, kalau gitu buruan ke sini ya. Ada barang yang harus kamu antar. Mulai sekarang, kamu jadi kurir tetap aku. Kamu seneng, nggak?" Nada bicara Alisha di seberang sana terdengar antusias. Maka, Dante harus menghargainya dengan tanggapan yang antusias pula.
"Okay, makasih ya, Al."
"Sama-sama."
***
Tak sampa lima menit Dante sudah sampai di rumah kontrakan Alisha dan ibunya. Gadis cantik itu menyambut kedatangan Dante dengan senyuman yang mengembang.
Belum sampai Dante turun dari motornya, Alisha sudah lebih dulu menghampiri Dante sambil membawa sebuah kotak berukuran sedang di tangannya.
"Kamu antar ini ke alamat ini ya, Dan. Hati-hati, soalnya ini isinya kue basah." Alisha menyodorkan secarik kertas berisi tulisan alamat sekaligus mewanti-wanti Dante.
"Jangan tanya uang bayaran sama ibunya, ya. Orangnya udah bayar di depan," lanjut gadis itu lagi sambil memandangi Dante yang tengah membaca alamat itu.
"Dan ini–" Alisha mengambil selembar uang kertas pecahan dua puluh ribuan lalu menyelipkannya ke saku jaket Dante. "Itu ongkos kamu buat sekali jalan. Tempat tujuannya nggak begitu jauh kok."
Memandang Alisha yang tersenyum tulus terhadapnya, Dante pun ikut tersenyum tipis sebelum kemudian menyampaikan terima kasih.
"Sama-sama," balas Alisha.
"Al," panggil Dante yang langsung direspon oleh Alisha.
"Ya, Dan."
"Nanti aku boleh balik lagi ke sini, nggak?"
Alisha terkekeh menanggapi pertanyaan polos dari Dante. "Ya jelas boleh dong, Dan. Kan masih ada kue yang harus kamu antar."
"Owh, gitu? Tapi aku boleh ngomong sesuatu sama kamu, kan?"
"Ya boleh lah. Memangnya mau ngomong apaan?" tanya Alisha penasaran. Kini ia menatap Dante dengan ekspresi antusias. Namun, yang ditanya justru menyunggingkan sebuah seringai.
"Ada deh. Itu rahasia," jawab Dante nakal sambil ngeloyor meninggalkan Alisha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Arin
wah Dante udh mulai ada ini nich...😍😍
2022-12-15
0