"Ibu ... Ibu tahu Alish baru bertemu dengan siapa di lobi tadi?"
Wanda hanya bisa mengerutkan kening menanggapi tingkah laku Alisha yang datang-datang langsung bawa teka-teki. Terang saja ia menggeleng tak tahu apa-apa sebab dirinya bukanlah cenayang.
"Ya jelas saja Ibu nggak tau dong, Nak. Kan Ibu selalu di sini," jawab Wanda kemudian sembari memandang Alisha yang duduk di bibir ranjang.
Gadis itu langsung nyengir sembari menepuk dahinya sendiri seperti menyadari kebodohannya. "Ah benar juga."
"Memangnya siapa yang Alish temui? Apa dia itu cowok keren yang Alish sukai?" Wanda bertanya penasaran sembari menatap putrinya dengan bibir menyunggingkan senyum. Namun, Alisha justru menggelengkan kepalanya dan memaksa Wanda untuk menebak lagi. "Apa dia artis yang Alisha suka? Atau mungkin dia presiden negara kita?"
"Ish, bukan, Ibu ... tebakan Ibu sama sekali nggak ada yang benar." Alisha mengerucutkan bibirnya setelah berucap.
Terang saja tingkah menggemaskan sang putri itu membuat Wanda terkekeh pelan. Sembari menggamit ujung hidung Alisha ia pun berkata, "Terus siapa, dong?"
Tak langsung menjawab dengan kata, Alisha justru menyunggingkan senyumnya dengan mata mengerling penuh kekaguman. Bola matanya bergeser ke atas, sedangkan tangan kanannya menopang dagu.
Wanda yang sejak tadi memperhatikan Alisha pada akhirnya bisa menyimpulkan jika gadis itu tengah berangan.
"Alish," panggil Wanda sembari mengusap puncak kepala sang putri. "Kamu sedang melamun, Nak?"
Alish mengulas senyum sembari geleng kepala.
"Lalu siapa?"
"Dia adalah pria yang membiayai operasi Ibu." Alisha mengangguk mantap ketika Wanda seperti tercengang. Sesaat kemudian, ia pun bertutur dengan nada antusias dan dengan mata yang berbinar senang. "Ibu tau tadi apa yang dia katakan? Dia ingin bertemu dengan ibu dan bertanya bagaimana bisa melahirkan anak hebat seperti aku! Aaaah ... aku merasa tersanjung, Ibu. Selama ini tidak ada yang pernah memujiku seperti ini!"
Wanda tersenyum lembut menanggapi cerita putrinya yang terlihat hampir menangis karena begitu bahagia. Ia mengusap kepala Alisha yang berbantal kakinya dengan penuh sayang.
"Lalu di mana beliau sekarang?" Wanda bertanya penasaran.
"Itu dia, Ibu." Alisha menyebik sembari mengangkat kepalanya dan menatap Wanda dengan ekspresi kecewa. "Beliau sangat sibuk hingga tak memiliki waktu untuk itu. Tadi saja waktu kami ngobrol dia sangat terburu-buru."
"Ya sudah, nggak pa-pa. Walaupun Ibu kecewa, yang penting Alisha tadi sempat berterima kasih pada beliau, kan?"
Alisha mengangguk sebagai jawaban.
"Yang penting selalu doakan yang baik-baik buat beliau, ya. Semoga kita masih mendapatkan kesempatan untuk membalas jasa beliau."
"Aamiin ...." Alisha berucap sembari menadahkan tangannya sebelum kemudian meraupkan ke wajah. Gadis itu kemudian tersadar akan makanan yang dibelinya dari luar rumah sakit. Maka tanpa pikir panjang, ia langsung mengajak ibunya untuk menyantap bersama-sama.
"Alish ... jika orang itu ada di sini, apakah beliau sedang sakit? Atau mungkin keluarganya ada yang sakit?"
Alisha menghentikan makannya ketika sang ibu tiba-tiba bertanya. Gadis itu tampak mengingat-ingat sebelum kemudian menjawabnya.
"Kalau tidak salah, putrinya yang sedang sakit, Bu."
***
Untuk mengusir kejenuhan selama proses perawatan, Alisha telaten mengajak ibunya berjalan-jalan ke taman sesuai saran yang dokter berikan. Wajah Wanda sang semula tampak pucat kini terlihat lebih segar setelah menghirup udara bebas polusi dan berjemur di bawah terik matahari pagi.
Tak jauh dari tempat Alisha dan Wanda bercengkrama saat ini, seorang gadis berpakaian pasien yang seusia dengan Alisha tampak duduk di kursi rodanya.
"Kau bisa pergi," titahnya pada seorang perawat yang sejak tadi mendampinginya jalan-jalan.
"Tapi Nona–" Wanita berpakaian serba hijau itu tak melanjutkan kata-katanya.
"Aku bilang tinggalkan aku di sini!" pinta gadis dengan bibir pucat itu lagi dengan nada tinggi.
Terang saja sang perawat hanya bisa patuh dan menganggukkan kepala. Lalu kemudian dia pergi dari sana.
Sendirian, gadis bernama Lara itu mulai memainkan ponsel di tangannya. Awalnya ia tampak tersenyum ketika berselancar di sosial media dan bertutur sapa dengan teman virtualnya. Namun, lama kelamaan ia merasa terusik dengan suara gaduh yang berasal dari dua wanita beda usia yang berada tak jauh darinya.
Ia menghentikan aktivitas, menoleh ke arah mereka dan kemudian tercenung dengan sendirinya. Di sana, terlihat seorang gadis seusia dia tengah bertingkah konyol untuk menghibur wanita paruh baya yang duduk di kursi roda. Sementara si wanita paruh baya juga tertawa senang menanggapi tingkah laku si gadis. Tak lama kemudian si gadis berhambur untuk memeluk wanita yang terlihat pucat itu, sementara si wanita yang duduk di kursi roda balas memeluk dan mengusap rambut si gadis dengan penuh sayang.
Tanpa sadar Lara menggigit bibir bawahnya. Adegan romantis ibu dan anak itu benar-benar membuat jiwa irinya meronta-ronta. Ia memang bernasib baik untuk kondisi keuangan, tetapi tidak demikian dengan keluarga. Papa mamanya sibuk sendiri dengan urusan mereka. Bahkan di saat dirinya sakit seperti ini mereka seperti enggan mengorbankan waktu untuk menemaninya.
Nyaris menitikkan air mata, Lara sontak melempar pandangan ke arah lain dan menghela napas dalam untuk menetralkan perasaan, untuk mengusir perasaan mellow yang tiba-tiba datang.
Tanpa sengaja ponsel di tangannya terlepas dan jatuh ke tanah. Lara sontak membungkukkan badan dengan tangan terulur berusaha mengambilnya. Namun, dengan kondisi tubuh yang lemah dan tangan yang masih terpasang jarum infus sangat tidak memungkinkannya untuk bergerak lebih dari itu. Tak bisa berbuat banyak, gadis berpakaian pasien itu hanya bisa mendengkus sembari menatap ponselnya yang teronggok di bawah dengan nanar.
Namun, sebuah jemari lentik tiba-tiba memungut ponselnya dan kemudian menyodorkan itu ke arahnya. Tak langsung menerima, Lara justru mengalihkan pandangannya pada sang pemilik tangan.
"Kau menginginkan ini, bukan? Ambillah."
Lara tertegun. Rupanya gadis yang ia perhatikan tadi yang mengambilkan ponselnya.
"Namaku Alisha. Kau siapa? Apa kau sendirian saja?"
Lara mengerjapkan mata. Ia segera mengambil alih ponselnya sebelum kemudian berdeham kecil dengan ekspresi salah tingkah.
"Terima kasih. Namaku Lara." Lara menjawab dengan nada datar.
"Nama yang cantik. Secantik orangnya." Alisha memuji gadis yang baru dikenalnya itu tanpa segan. Begitulah dia. "Apa kau sendirian?" Alisha mengulangi pertanyaannya tadi dengan ekspresi penasaran.
"Ya. Aku meminta perawat yang menemaniku tadi untuk pergi. Memang sengaja. Aku sedang butuh ketenangan."
"Hemmm, apa aku mengganggumu?" tanya Alisha lagi tanpa sedikitpun merasa tersinggung. Namun, melihat bagaimana sikap Lara yang seolah-olah membatasi diri berinteraksi dengan orang asing, Alisha pun cukup tahu diri dan menghormati hal itu. Dengan senyum ceria yang tak dibuat-buat, ia pun berkata dengan sopan, "Baiklah aku pergi. Jika kau butuh teman, jangan sungkan-sungkan untuk memanggilku, ya." Tanpa menunggu jawaban Lara, Alisha segera beranjak dari sana. Berlari kecil dengan sikap ceria menghampiri sang ibu yang tengah tersenyum kepadanya.
Lara masih bergeming dengan tatapan terpancang pada ibu dan anak yang tengah bercengkrama itu.
"Andai saja keluargaku bisa sehangat itu ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Sulastri Akhmad
lanjut thoor
2022-05-08
0
Noktafia Diana Citra
Campur aduk bacanya thor ya Ampunn
2022-03-15
1
Syala Yaya (IG @syalayaya)
Semua orang pasti memiliki kerumitan masalah sendiri-sendiri
2022-03-15
0