Dante mengerutkan kening ketika menerima uang dari Alisha sebagai upah mengojeknya. Bagaimana tidak. Alisha yang awalnya keberatan ia menaikkan harga karena barang bawaannya yang terlampau banyak, justru memberinya upah dua kali lipat.
"Ini nggak salah? Ini sih kebanyakan, Al."
"Udah, ambil aja semuanya. Itung-itung ucapan terima kasih karena udah angkutin belanjaan aku sampai ke dalam rumah. Lagian aku juga tau, hati kamu lagi potek. Mudahan itu bisa bikin kamu lebih bersemangat lagi buat cari duit."
Dante tersenyum kecil menimpali perkataan Alisha. Dalam hati ia merasakan haru pada sikap baik gadis itu. Sepanjang jalan pulang Alisha telah menghibur hatinya dengan canda. Dan sekarang gadis itu malah menambahi uang upahnya. Benar-benar gadis idaman. Sayangnya gadis itu memilih jalan salah untuk meraup uang banyak. Begitu kira-kira pemikiran Dante saat ini. Pemuda itu masih terbelenggu dalam kesalahpahaman yang hakiki.
"Udah, buruan disimpan," ucap Alisha karena melihat Dante masih diam menekuri uang di tangannya. "Katanya mau makan siang. Atau mau makan bareng sama aku dan Ibu? Aku tadi masak sayur lodeh, loh."
"Ah, enggak, enggak." Dante langsung menggelengkan kepalanya sebagai bentuk penolakan. Bukannya tak tertarik dengan apa yang Alisha tawarkan. Namun, ia lebih pada tidak ingin merepotkan. Alisha benar-benar gadis yang supel dan baik hati. Gadis itu terlihat tulus ketika menawarinya makan bersama. Dante benar-benar menyesal telah berburuk sangka.
Buru-buru Dante menyimpan uangnya ke dalam saku jaket lalu kemudian berpamitan.
"Ya udah, aku cari penumpang dulu ya."
Alisha mengangguk seraya tersenyum. Namun, gadis itu buru-buru menahan Dante saat hendak menyalakan mesin motornya setelah mengingat sesuatu hal.
"Ada apa lagi?" tanya Dante tak paham sambil memandangi tangan Alisha yang memegangi tangannya.
"Gini Dan ...." Alisha berucap ragu. Namun, ketika melihat ekspresi antusias di wajah Dante membuatnya percaya diri menyampaikan maksud hati. "Aku kan jualan macam-macam kue sesuai pesanan. Nah, aku nggak ada motor buat delivery pesanan. Apa kamu mau jadi–" Alisha menggigit bibir bawahnya selagi menjeda kalimat.
"Jadi apa?" desak Dante penasaran.
"Kurir tetap aku," celetuk Alisha lalu tersenyum kecut. Karena melihat Dante hanya bergeming, buru-buru ia meralat ucapannya demi menghalau rasa jengah yang tiba-tiba hinggap. "Tapi kalau kamu nggak bersedia nggak pa-pa kok. Aku bisa cari kurir lain."
Tanpa Alisha sangka, alih-alih tersinggung Dante justru tergelak mendengar tawarannya.
"Belum juga gue pertimbangkan, eh elonya udah tarik penawaran duluan. Jadi gimana nih, serius rekrut aku buat jadi kurir nggak?"
Alis Alisha terangkat dan bola matanya membulat bersamaan. Gesture gadis itu ketika merasa tak percaya.
"Jadi beneran kamu mau?"
Dante tersenyum yakin. "Iya, lah. Kapan lagi punya penumpang tetap. Ya, walaupun cuma kue doang bukannya orang, hehe." Dante menyematkan cengiran di akhir kalimat. Kemudian keduanya berpisah setelah mencapai kesepakatan.
***
Wanda tersenyum ketika menghampiri Alisha yang tengah membongkar barang belanjaan. Wanita paruh baya itu duduk, mengambil posisi di sebelah kiri sang putri.
"Banyak amat belanjaannya, Alish?" tanyanya sambil memindai bahan baku membuat kue seperti tepung, gula, telur dan lain-lain yang ditaruh di lantai keramik.
"Iya, Bu. Mumpung ke pasar," jawab Alisha disertai senyuman. "Alhamdulillah pesanan kue yang masuk list ada banyak, Bu. Dan sepertinya persediaan bahan segini juga masih kurang."
"Alhamdulillah," ucap Wanda penuh syukur.
"Rezeki anak solehah," celetuk Alisha yang sontak membuat ibunya tersenyum. Namun, sesaat kemudian senyuman haru di bibir Wanda itu berubah getir.
"Alisha ...." Wanda mengusap rambut hitam putrinya.
"Ya, Bu?"
"Kamu yakin terima semua pesanan itu?"
Alisha menjawab tanya ibunya dengan anggukan mantap.
"Yakin kamu mampu?" Wanda bertanya memastikan sebelum kemudian mendesah pelan. "Kamu sendirian, Nak ... Ibu khawatir kamu kecapekan."
Demi menghalau kekhawatiran ibunya, buru-buru Alisha meyakinkan. "Ibu tenang aja ya, Alisha bisa tangani semuanya dengan baik tanpa mengorbankan kesehatan, kok. Ibu cukup pantau Alisha dan kasih tahu kalau ada salahnya aja. Gimanapun juga, Alisha belum semahir Ibu dalam hal membuat kue. Tapi Alisha akan melakukan yang terbaik agar pelanggan kita tidak berpindah tempat, Bu."
"Kamu memang anak baik. Ibu kagum sama kamu." Mata Wanda berbinar haru saat mengucapkan itu. Ia mengusap puncak kepala putrinya yang kini melabuhkan diri ke dalam pelukannya. Keduanya lantas hanyut dalam kehangatan untuk sesaat, hingga ponsel di dalam tas mungil Alisha berdering.
"Dari Lara, Bu," ujar Alisha memberi tahu setelah melihat nama gadis itu di layar ponselnya.
"Angkat aja. Ibu juga pengen tau kabar Lara." Wanda berucap antusias. Wanita itu tak bisa pungkiri jika sosok Lara sedikit banyak telah menarik perhatiannya lantaran perkenalan mereka di rumah sakit waktu itu.
"Halo, Lara." Alisha menyapa gadis di seberang sana setelah mendapat restu ibunya. Gadis itu lantas diam sejenak selagi mendengar Lara berbicara. Wajahnya terlihat serius. Pertanda tengah mendengarkan hal penting dari seberang sana. Tak lama kemudian, ia mengakhiri pembicaraan setelah mengatakan kesanggupannya.
"Kenapa dengan Lara?" Wanda bertanya tak sabaran setelah melihat wajah resah putrinya.
"Bu, Lara bilang pengen curhat sebentar tapi nggak di sini. Ibu kasih izin Alisha buat keluar sebentar, nggak? Lara udah tungguin Alisha di gerbang depan."
"Temui dia, Nak. Lara sedang butuh kamu. Kasihan dia, dia anak yang kekurangan kasih sayang kedua orang tuanya." Alih-alih melarang dengan alasan sakitnya, Wanda justru mendukung putrinya menemui Lara. Membuat Alisha tersenyum penuh haru.
"Ibu beneran nggak pa-pa Alisha tinggal sekali lagi?"
Nggak pa-pa. Ibu baik-baik saja." Wanda memastikan. Seketika ia memekik pura-pura sesak lantaran Alisha langsung memeluknya tanda terima kasih. "Sudah-sudah. Buruan datangin si Lara. Kasihan dia nunggu lama-lama."
"Alisha janji nggak akan lama kok, Bu. Beneran." Gadis itu mengacungkan dua jarinya untuk meyakinkan.
"Iya." Wanda menegaskan. Wanita itu kemudian tersenyum memandangi putrinya yang berlari-lari kecil meninggalkan rumah.
***
Duduk pada lantai keramik sebuah pos kamling tak jauh dari gerbang, Dante memainkan ponselnya selagi menunggu orderan. Ia menunda waktu makan siang sebab masih merasa kenyang.
Sebuah Jeep Wrangler Rubicon warna merah yang melewati dan mendadak menepi lantas parkir cantik di tepi jalan sukses menarik perhatiannya untuk sejenak.
Memperhatikan bagian belakang mobil, dalam hati ia penasaran dengan siapa pria pemilik mobil jip macho berdesain serba kotak klasik khas Amerika Serikat nan modern yang cocok digunakan untuk off-road itu.
Namun, hingga beberapa menit berselang, mobil yang berhenti dengan mesin tetap menyala itu tak menurunkan penumpangnya. Hingga, sosok Alisha muncul dengan napas terengah-engah akibat berlari-lari membuat Dante terperangah.
Pasalnya, Alisha yang tak menyadari keberadaan Dante itu tampak sengaja menghampiri pengemudi mobil itu.
Dari tempatnya duduk, Dante bisa melihat Alisha yang tengah berbincang dengan si pengemudi untuk beberapa saat. Dante bisa melihat keakraban dia antara Alisha dengan entah siapa di sana. Itu terlihat dari raut wajah ceria Alisha berikut senyumannya.
Tak lama berselang, seperti telah terjadi kesepakatan, Alisha berlari kecil mengitari mobil menuju kursi penumpang bagian depan, untuk kemudian masuk dan seketika ikut melesat pergi dari sana.
"Sialan."
Tanpa sadar tangan Dante meremas ponsel di tangannya.
"Nggak salah lagi. Dia pasti jual diri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Arin
heh Dante...jngn sllu bruk sangka dong
2022-12-15
0
lovely
jangan buruk sangka Dante 🥴
2022-06-15
0