"Apa Nona Lara sudah pulang?"
Pertanyaan itu terlontar dari bibir Narendra pada seorang asisten rumah tangga yang menyambutnya saat pulang.
"Belum, Tuan." Wanita berpakaian khas pelayan itu menjawab sambil menunduk. Ia lantas menerima koper kecil tempat menaruh berkas dari tangan Narendra. Kemudian berlalu pergi setelah mendapat isyarat dari Narendra melalui jentikan jemarinya.
Narendra mendengkus lirih lalu melabuhkan bokongnya pada sofa panjang ruang tengah. Ia melepaskan dasi serta jas yang melekat di tubuhnya. Dalam hati merasa tak habis pikir pada tingkah putri tunggalnya, Lara. Gadis itu seolah-olah tak henti-hentinya membuat dirinya naik darah. Lara selalu membuat ulah. Entah itu memang hobinya atau sekadar cara untuk menarik perhatian orang tuanya.
Sejujurnya Narendra menyadari jika dirinya memang kurang memperhatikan putrinya lantaran kesibukan. Tapi semua itu ia lakukan semata-mata hanya untuk Lara. Toh gadis itu lah yang kelak akan mewarisi seluruh hartanya.
Menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, angan Narendra berkelana pada peristiwa beberapa saat lalu ketika ia bertemu dengan Alisha. Baru beberapa kali pertemuan, gadis itu sudah berhasil menyita perhatiannya. Ekspektasinya mengenai anak idaman benar-benar ada pada diri Alisha. Andai saja, Lara seperti Alisha. Narendra pasti akan menjadi ayah yang paling bahagia di dunia.
Ada denyar aneh yang merambat di jiwanya setiap kali Narendra bersama dengan Alisha. Matanya yang berkilau indah. Bibirnya yang ranum, serta hidung mungil nan tinggi dengan porsi pas di wajah tirusnya itu mengingatkan Narendra pada seseorang. Seorang wanita yang lebih dari dua puluh tahun lalu ia tinggalkan.
Entah bagaimana kabar wanita yang pernah ia nikahi itu. Bukannya ingin mencampakkan, Narendra pernah mencari keberadaannya tapi tak pernah mendapatkan hasil. Wanita bernama Wanda itu seperti hilang ditelan bumi. Tak ada seseorang yang bisa dimintai informasi. Ia kehilangan jejak wanita yang paling dicintai.
Tawa hampa menggelegar dari bibir Narendra. Pria itu menertawai dirinya sendiri yang dengan lancangnya berfantasi sosok Alisha adalah Wanda. Ia merasa ada kesamaan meski jelas-jelas keduanya adalah sosok yang berbeda.
Gila, memang. Tapi itulah faktanya. Mungkin benar kata orang. Pertemuan dengan orang yang tepat merupakan sebuah obat. Obat untuk perasaan Narendra yang selama ini hampa. Obat akan rindu pada seseorang yang mustahil akan dipertemukan.
Bila saja Narendra mendapatkan satu tiket ajaib yang dapat mengabulkan segala permintaan, ia akan menggunakan itu untuk memohon agar dipertemukan dengan Wanda. Bukan yang lainnya.
Suara decitan yang dihasilkan dari gesekan sepatu yang beradu dengan lantai marmer memulihkan Narendra dari kelana angan. Pria itu sontak bangkit menegakkan punggungnya, lalu menoleh ke arah pintu seperti menunggu kemunculan seseorang yang baru tiba.
Benar saja. Sosok Alisha muncul dengan ekspresi datar seperti biasanya. Gadis itu terus berlalu seolah-olah tidak terpengaruh oleh keberadaan Narendra yang menatapnya penuh ancaman.
"Lara. Dari mana saja kamu?" Pertanyaan Narendra sukses menghentikan langkah Lara. Gadis itu menoleh menatap Narendra yang duduk di sofa dengan wajah angkuhnya, lalu melontarkan pertanyaan bernada sindiran.
"Tumben Papa nanya aku dari mana. Biasanya juga nggak peduli aku ngapain aja." Membasahi bibirnya dengan saliva, Lara lalu mengangguk-angguk paham. "Oww, aku ngerti. Papa tuh bukannya peduli sama aku. Tapi lebih tepatnya khawatir sama mobil kesayangan Papa yang aku bawa. Iya, kan?"
"Jaga bicaramu, Lara! Papa nggak seburuk itu!" Marah, Narendra sontak berdiri lalu mengepalkan kedua tangannya. Selalu saja begini. Setiap kali ia ingin mencurahkan perhatian, Lara justru memancing keributan. Lenyap ke mana adab kesopanan yang dulu pernah ia ajarkan? Lara tak pernah sekalipun berucap lembut kepadanya sejak beberapa tahun belakangan.
Menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan, Narendra berusaha meredam kemarahan. Ia melangkah mendekati putrinya dan memandang gadis yang tengah menatapnya sinis itu dengan lembut.
"Lara ... Papa Rindu Lara yang lembut seperti dulu. Papa rindu Lara yang sayang Papa seperti dulu. Bisakah kita bicara baik-baik, Nak?"
"Rindu?" Lara bertanya dengan senyum menyangsikan. "Kenapa baru sekarang Papa bilang rindu! Kemana aja Papa selama ini sampai-sampai baru menyadari itu!"
"Lara–"
Tak berniat menyahuti, Lara memilih buang muka untuk menyembunyikan kemarahan di wajahnya. Menyembunyikan luka hati yang tampak di matanya. Jujur, ia tak ingin membuat papanya sedih dan terluka. Tak ada anak yang menginginkan orang tuanya menderita. Namun, perilaku papa mamanya sudah keterlaluan dan membuatnya merasa kecewa.
"Lara ... Papa tahu Papa salah. Papa ingin kita memperbaiki hubungan ayah dan anak yang mulai tidak sehat. Kita mulai lagi dari awal. Sebagai permintaan maaf, Papa ingin mentraktir kamu besok siang. Bisakah kamu luangkan waktu sebentar saja untuk makan siang bersama Papa. Terserah di mana saja yang penting kamu suka. Papa juga ingin memperkenalkan kamu dengan seseorang. Dia seumuran sama kamu, Nak. Papa yakin kalian bisa berteman baik karena Papa tahu dia adalah anak yang–"
"Terus, Pa!" potong Lara dengan suara yang menggelegar. "Terus saja Bandung- bandingkan aku dengan anak orang! Aku memang bukan anak baik yang bisanya hanya mengecewakan!"
"Bukan, Nak. Bukan begitu." Ucapan Lara membuat Narendra tak bisa berkata-kata sekalipun yang dituduhkan Lara itu sama sekali tidak benar. Hati orang tua mana yang tak akan sedih jika kebaikannya selalu dipandang hina oleh anaknya. Lebih-lebih lagi, ia melihat Lara menitikkan air mata.
"Papa bukannya ingin membanding-bandingkan kamu dengan anak-anak lain, Sayang. Papa hanya ingin kamu termotivasi. Itu saja!" tegas Narendra dengan wajah sedihnya.
"Cukup, Pa." memejamkan mata, Lara mengangkat tangannya. Mengisyaratkan pada Narendra agar papanya itu diam. Menyeka air matanya, ia berucap dengan nada pelan tapi bergetar. "Aku nggak mau bahas ini lagi. Aku juga nggak mau bahas perjodohan lagi. Aku udah muak dengan semua ini."
"Lara!" panggil Narendra saat putrinya itu beranjak.
Alisha tak menghiraukan panggilan papanya. Setelah lelah berlari menaiki anak tangga, ia melangkah gontai menuju kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Arin
dan sprtny emng bner klo alisha itu anak'mu pak?
2022-12-15
0
lovely
bingung alisha apa lara thour 🤔
2022-06-15
0