"Hey, apa yang kau lakukan! Kau pikir bisa lari dariku begitu saja, hah!"
Narendra begitu geram. Libidonya yang sudah naik ke ubun-ubun nyaris lesak dan menguap.
"Maaf, Tuan. Maafkan saya. Sedikit pun saya tak berniat kabur dari Anda." Alisha menjawab jujur dengan kepala masih tertunduk. Ia memang tidak rela orang asing ini merenggut kesuciannya, tetapi ia benar-benar sudah membulatkan tekad.
Berusaha menghalau rasa takut yang mulai menguasainya, Alisha mengangkat pandangan dan memberanikan diri bernegosiasi dengan sang pria.
"Saya benar-benar terpaksa melakukan ini ...," lirihnya kemudian dengan wajah mengiba.
Terang saja hal itu tak berhasil membuat Narendra trenyuh begitu saja. Narendra telah menemui banyak wanita yang berusaha menarik simpatinya dengan wajah memelas. Ia memang rela menggelontorkan seberapa pun uangnya. Namun, tidak demikian dengan hatinya.
"Ya, aku tau. Tapi itu sama sekali bukanlah masalahku. Yang aku tahu, aku membayarmu dengan harga mahal dan aku ingin timbal balik sesuai harga yang kubayarkan." Narendra berucap dingin tanpa perasaan. Ia masih tetap di posisinya, menatap Alisha dengan sorot tajam dan masih dengan aura pemangsa.
Alisha tak menyerah begitu saja. Ia menelan ludahnya susah payah sebelum kemudian kembali berbicara.
"Boleh saya tau, berapa harga tertinggi yang mampu Anda berikan untuk saya?"
Narendra mengangkat alisnya sebelum kemudian tertawa mencemooh.
"Apa kau meragukan kekayaan yang kupunya? Kau takut aku tidak bisa membayar harga yang kau minta?" Narendra menyeringai sembari bersedekap dada. "Asal kau tahu kelinci kecil, aku adalah orang terpandang di kota ini. Uangku banyak. Perusahaanku ada di mana-mana. Aku bahkan bisa membayarmu sekarang juga berapa pun yang kau minta!"
Alisha berjingkat ketika suara Narendra menggema di udara. Sejujurnya ia sangat takut melihat pria itu naik pitam, akan tetapi ia lebih takut mahkotanya terenggut tanpa perasaan. Dan saat ini ia tengah berusaha untuk mempertahankan.
"Mungkin Bapak bisa merasa bangga sebab memiliki harta yang berlimpah dan bisa mendapatkan apa saja dengan mudah. Saya tahu, bagi Anda uang bukanlah masalah. Tapi tahukah Anda, bagi saya, keperawanan saya adalah satu-satunya milik saya yang berharga. Saya menjaganya selama dua puluh tahun lamanya. Mengapa saya katakan ini sangat berharga? Karena ibu saya merawat saya dengan sepenuh jiwa."
"Ya. Semua anak pasti mengatakan itu," sahut Narendra datar. Ia menganggukkan kepalanya seolah-olah paham. Namun, Alisha tahu seringai pria itu begitu jelas meremehkannya.
"Tapi tidak semua anak terlahir dengan orang tua yang masih utuh, bukan?"
Narendra hanya bergeming saat Alisha menyela dengan nada mengingatkan. Ia hanya diam sembari memperhatikan dan menunggu gadis itu melanjutkan perkataan.
"Saya adalah salah satu anak yang tak pernah mengenal siapa ayahnya. Sejak masih dalam kandungan, ayah saya telah pergi meninggalkan ibu. Saya tahu, beliau pergi meninggalkan luka yang dalam di hati ibu saya. Saya tak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan selain air mata ibu setiap kali keberadaan beliau saya pertanyaan."
"Okay. Aku turut prihatin atas kesedihan kamu." Lagi-lagi Narendra berucap hanya untuk basa-basi saja.
"Dan kini ibu saya tengah berjuang keras melawan penyakitnya, Pak."
Narendra terdiam saat Alisha berucap penuh penekanan. Gadis itu mengangkat dagunya menatap dirinya dengan penuh keteguhan. Sepasang netranya menyiratkan luka meski raganya menunjukkan sikap sekuat baja.
"Pintu surga saya sedang berjuang antara hidup dan mati sekarang ini." Alisha lantas berucap pelan dengan suara bergetar menahan tangisnya. "Beliau sedang sakit keras. Sebagai seorang putri, bisakah saya hanya diam berpangku tangan menyaksikan beliau dalam kesakitan?"
Alisha terdiam selagi mengusap bulir bening yang jatuh membasah di pipinya. Ia sedikit memalingkan wajah agar Narendra tak melihat bagaimana rapuhnya dia. Ia menghela napas dalam untuk menetralkan perasaan, sebelum kemudian kembali menatap Narendra dan berbicara dengan nada datar.
"Maaf telah membuat Anda menjadi orang paling sial dengan mendengar celotehan anak gadis yang bahkan belum pernah Anda kenal. Saya hanya ingin mengetuk nurani Anda sebagai manusia. Mungkin saja Anda memiliki putri seumuran dengan saya, atau mungkin istri Anda seusia ibu saya. Bayangkan jika mereka ada di posisi saya. Tidak menutup kemungkinan mereka akan melakukan hal yang sama seperti saya, bukan?"
Narendra tercekat. Kata-kata Alisha sudah seperti tamparan keras bagi dirinya. Mungkin Alisha dan bahkan semua orang akan berpikir demikian mengenai istri dan putrinya. Namun, kenyataannya yang justru malah sebaliknya.
Di saat Alisha rela mengorbankan kesuciannya demi sang ibu, istri dan putrinya justru rela mengorbankan dirinya demi kebahagiaan mereka sendiri. Mereka tak pernah menghargai bagaimana jerih payah Narendra hingga mereka bisa hidup layak dan bergelimang harta seperti sekarang ini. Yang mereka cinta bukanlah dirinya, melainkan uang yang dimiliki Narendra.
Di saat gadis seperti Alisha harus berjuang mati-matian untuk mendapatkan uang, putrinya justru dengan begitu gampangnya menghambur-hamburkan uang.
Hati Narendra berdenyut nyeri mengingat hal itu. Alisha benar-benar sukses mengetuk hati nuraninya hingga memunculkan rasa iba luar biasa. Lebih-lebih lagi saat ini gadis itu tengah bersimpuh di hadapannya. Dengan mata berkaca-kaca, ia meminta sedikit belas kasihnya sebagai manusia.
"Tuan ... percayalah pada saya. Saya hanya akan menjadi gadis sebatang kara jika sampai kehilangan ibu saya. Saya benar-benar membutuhkan uang yang bagi saya sangat besar. Saya bahkan rela menjadi budak Anda seumur hidup asal jangan kesucian saya yang direnggut. Tuan ... tolonglah saya ...." Kini Alisha tak mampu lagi membendung air matanya. Ia tergugu pilu dengan tangan mengusap dada, tempat di mana paru-parunya terasa sangat sesak akibat sekuat tenaga menahan isak.
Sementara Narendra yang semula tampak datar kini justru tak bisa berkata apa-apa. Ekspresi pria itu perlahan melembut menyaksikan sendiri bagaimana seorang gadis begitu mencintai ibunya.
Lama kelamaan Narendra pun menyadari sesuatu hal. Fisik Alisha memiliki kemiripan dengan seseorang yang dulu pernah ia tinggalkan. Bentuk bibir, bentuk mata, bahkan bagaimana ekspresi saat gadis itu menunjukkan luka.
Secara tak sadar Narendra mengepalkan tangannya ketika sesal yang dalam itu kembali menyeruak. Meruntuhkan pertahanan hingga ia nyaris menitikkan air mata. Namun, sesaat kemudian ia berusaha menghalau perasaan itu dengan kembali memfokuskan pada gadis di depannya. Seorang gadis menurutnya benar-benar luar biasa.
"Berapa yang kau inginkan? Akan kuberikan sekarang juga dan obatilah ibumu dengan segera."
Kata-kata Narendra itu sukses membuat Alisha tercengang. Ia bahkan berpikir pendengaran mengalami gangguan karena merasa tak percaya.
Seolah-olah paham dengan apa yang tengah Alisha pikirkan sekarang, Narenda pun menambahkan diiringi senyuman menawan.
"Kau juga bisa meminta tambahan jika uang yang kuberikan ini kurang."
Tak bisa berkata-kata lagi, Alisha hanya bisa menangis sembari mendekap kaki Narendra karena saking bahagianya.
Narendra lantas memberikan sejumlah uang yang dibutuhkan Alisha. Ia pun meminta gadis itu segera pergi sebelum dirinya berubah pikiran.
"Terima kasih atas kebaikan Tuan kepada saya. Seumur hidup saya akan merasa berhutang budi terhadap Tuan, dan semoga Tuhan membalasnya dengan berlipat ganda kebaikan." Alisha berucap demikian sebelum dirinya benar-benar pergi dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Nur Yanti
anaknya bukan ya... klw iya untung aza ga di apa apain ☺
2022-04-03
1
Noktafia Diana Citra
Bikin penasaran terus. keren sih ini 😍
2022-03-15
1
Syala Yaya (IG @syalayaya)
Apa dia anaknya yaa
2022-03-15
0