Alisha mempercepat langkahnya ketika melihat sebuah mobil berhenti di depan gerbang. Mobil berwarna merah itu memang mirip seperti yang dikatakan Lara melalui sambungan telepon tadi. Maka, dengan tanpa ragu, Alisha segera menghampiri pintu bagian kemudi dan mengetuk kacanya yang tertutup rapat.
Kaca bergerak turun disusul wajah Lara yang tengah tersenyum menyembul keluar. Gadis itu melepas kaca mata hitamnya lalu menyapa Alisha.
"Hai."
"Udah lama nunggunya?" tanya Alisha.
"Lumayan." Lara menyebikkan bibirnya, lalu menambahkan kalimat dengan nada bercanda. "Lumayan bikin aku haus, hehe."
"Sorry. Padahal aku udah lari loh tadi. Sampai ngos-ngosan gini napasnya. Nih lihat, aku aja sampai keringatan." Alisha menunjukkan dahinya yang mengembun dan itu sukses membuat Lara tertawa.
"Iya-iya. Buruan masuk, yuk. Kita ngafe di depan situ." Lara menunjuk ke arah depan mobilnya. Tak terlalu jauh dari sana memang ada sebuah kafe tempat nongkrong anak muda. Memang kafe itu tergolong sederhana untuk kocek Lara yang anak orang kaya.
Lara sendiri memang belum pernah singgah di kafe itu, tetapi demi bisa mengobrol dengan Alisha dengan keterbatasan waktu yang mereka punya, tempat itu memang layak jadi pilihan.
"Wah keren. Ini mobil kamu?" tanya Alisha setelah duduk di jok depan dan menutup pintu. Matanya mengedar memperhatikan interior mobil yang menurutnya sangat mewah.
"Bukan," jawab Lara sambil bersiap menjalankan mobilnya.
"Terus?"
"Punya bokap aku bawa."
Alisha membelalak melihat sikap cuek sahabat barunya. Gadis berjaket kulit itu terlihat tenang mengendarai mobil yang sejatinya diperuntukkan bagi kaum Adam. Ya paling tidak, untuk orang yang penyuka berpetualang. Seperti off-roader yang menyukai medan tantangan. Lara memasang wajah datar sambil mengunyah permen karet di mulutnya.
Takjub. Itulah pandangan Alisha terhadap Lara. Sudah cantik, kaya, baik pula.
"Bokap tau?" tanya Alisha penasaran. Namun, hanya dijawab seringai oleh Lara yang berarti tidak.
Terang saja Alisha geleng kepala melihat tingkah absurd sahabatnya. Seketika kata-kata bernada nasehat pun meluncur dari bibirnya tanpa bisa ditahan lagi tanpa bermaksud menggurui.
"Kok gitu sih, Ra? Kalau papamu nggak ngebolehin gimana? Harusnya izin dulu, Ra. Izin itu wajib, apalagi sama orang tua. Kamu nggak takut kualat?"
"Hah? Kualat?" Nada bertanya Lara terdengar meremehkan. "Yang ada tuh, papa sama Mama yang bakalan kualat sama aku! Mereka yang udah dzolim terhadap anak. Kamu nggak tau aja gimana mereka udah bikin aku merasa seperti neraka saat di rumah."
"Ra–"
"Apa?"
Alisha hendak kembali menasihati tetapi Lara buru-buru memotongnya. Alhasil, Alisha hanya bisa terdiam mendengarkan Lara berkeluh-kesah setengah marah.
"Mereka nggak pernah perhatiin aku dengan kasih sayang, Al." Nada bicara Lara kini terdengar sedih. "Mungkin mereka pikir dengan memberiku uang banyak serta fasilitas lengkap udah cukup bikin aku bungkam dengan tuntutan kasih sayang. Padahal enggak! Aku mending nggak dikasih uang jajan asal dibawain mama bekal dari hasil masakannya. Aku lebih suka papa yang antar aku kuliah daripada ke kampus bawa mobil mewah. Aku tuh pengen ngerasain kayak orang-orang, Al."
Lara menjeda ucapannya ketika membelokkan mobil ke area kafe dan memarkirkannya di pelataran. Gadis itu bersikap biasa layaknya tak memiliki beban masalah. Ia menggandeng tangan Alisha ketika berjalan memasuki kafe.
"Duduk di sana yuk." Lara menunjuk set meja yang terletak di samping jendela. Alisha mengangguk dan keduanya segera melangkah mendekat kemudian menempati.
"Kamu mau minum apa?" tanya Lara pada Alisha setelahnya.
"Apa aja."
"Oke." Lara kemudian memesan dua minuman serta kudapan yang sama. Selanjutnya keduanya kembali melanjutkan cerita disisipi canda dan tawa.
Usia yang sepantaran membuat dua dara itu nyambung dalam hal apa pun. Seperti sahabat pada umumnya, Alisha dan Lara saling menasihati satu sama lain. Hingga tiba saatnya untuk keduanya mengakhiri percakapan dan berpisah usai Lara mengantarkan Alisha pulang di tempat yang sama saat ia menjemputnya.
"Bye-bye." Alisha melambaikan tangannya ke arah Rubicon yang bergerak menjauh itu. Ia masih berdiri di tempat yang sama hingga beberapa saat sampai mobil yang dikemudikan Lara tak tampak lagi di matanya.
Entah sebuah kebetulan atau memang telah dirancang Tuhan, sebuah mobil mewah kembali menepi ketika Alisha hendak beranjak. Gadis itu menyipitkan matanya ketika memindai Mercedes Benz warna hitam yang berhenti tepat di sisinya.
Kaca mobil bergerak turun dan menampakkan seraut wajah yang membuat matanya membelalak tak percaya.
"Tuan Narendra?"
Pria yang Alisha panggil itu tersenyum manis. Kemudian bertanya sambil mengerlingkan matanya.
"Bisa temani Om ngobrol sebentar?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
viva vorever
anak dan bapakya lomba curhat
2023-03-07
1