Harga Sebuah Kesucian
Dante menempelkan daun telinganya pada sebuah pintu yang tertutup rapat, berharap dapat mendengarkan suara yang ditimbulkan di dalam sana. Seketika pemuda berusia 22 tahun itu mendengkus kesal setelah menyadari suatu hal. Mana mungkin ia bisa mendengar apa-apa, sedangkan ruangan di dalam sana kedap suara.
Dante menghela napas panjang sembari memikirkan sebuah cara. Bagaimana pun juga ia harus mengetahui aktivitas yang terjadi di dalam ruangan kamar hotel itu.
Tiba-tiba di ujung lorong ia melihat seorang wanita dengan rambut dicepol rapi muncul dengan membawa troli. Itu adalah pegawai hotel. Terlihat dari seragam yang dikenakannya.
Dante berpura-pura menerima panggilan dari ponselnya agar tidak menimbulkan kecurigaan. Rupanya pegawai hotel tadi berhenti tepat di depan pintu kamar sebelah. Wanita itu mengetuk pintu, lalu tak lama kemudian pintu dibuka dari dalam.
Tiba-tiba Dante mendapatkan ide dari kejadian itu. Setelah pegawai hotel itu pergi, ia mulai melancarkan aksinya dengan mengetuk pintu dan mengaku jika dirinya adalah pegawai hotel.
Benar saja. Saat pintu terbuka dari dalam, seorang pria paruh baya yang sudah mulai beruban, muncul dari dalam.
"Siapa kamu?"
Tanpa menjawab tanya si pria yang kebingungan itu, Dante mendorongnya tanpa peringatan. Ia menerobos masuk tanpa izin untuk melihat keadaan di dalam.
Darah Dante langsung mendidih melihat pemandangan di depannya. Gadis yang berstatus pacarnya berada di atas ranjang tanpa sehelai benang pun.
Gadis berkulit putih itu gelagapan. Ia refleks menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya hingga sebatas dada, lalu menatap Dante sambil menggelengkan kepalanya.
"Dante. Aku bisa jelaskan semuanya."
"Cukup! Aku tidak ingin mendengar apa pun dari kamu!"
Sementara itu di luar hotel, seorang gadis bersurai panjang tampak berdiri di depan hotel bintang lima setelah turun dari ojek online yang sudah melesat meninggalkannya.
Berdiri terpaku, ia menatap ragu pada gedung pencakar langit itu. Tangannya yang berkeringat dingin tanpa sadar meremas kuat tali tas kecil yang ia selempangkan di bahu kanan.
Batinnya kembali berperang antara masuk atau kembali pulang. Namun, langkahnya sudah begitu jauh membawa tubuh hingga kemari, dan sepertinya semua usahanya akan sia-sia jika memutuskan untuk berubah pikiran.
Sebut saja namanya Alisha. Seorang gadis berumur dua puluh tahun yang hanya memiliki ibu sebagai satu-satunya keluarga. Entah ke mana perginya sang ayah. Selama ini ibunya hanya bisa menangis setiap kali keberadaan pria itu ia pertanyakan.
Alisha yang tengah bimbang itu terlonjak saat ponsel di dalam tasnya mendadak berdering. Gegas, ia merogoh benda pipih itu agar bisa segera menjawab panggilan.
"Halo, Sen," sapanya membuka percakapan.
"Lo udah nyampe mana?" tanya gadis di seberang telepon bernama Sena itu memastikan.
"Gue udah nyampe depan hotel. Tapi Sen, gue gemetaran. Gue belum siap," keluh Alisha bimbang, lantas menggigit bibir bawahnya.
"Belum siap, gimana? Lo butuh duit, kan? Ini satu-satunya kesempatan lo, Al. Kapan lagi ada pria tajir yang mau booking lo dengan harga mahal!"
"Tapi, Sen–"
"Al! Tante Debby udah nungguin lo lama di dalam sana. Buruan masuk! Entar ada orang kepercayaan Tante Debby yang bakal nyambut lo di dalam. Lo pengen cari duit buat berobat nyokap lo, kan?"
Ya, karena alasan itulah Alisha sampai nekat datang ke tempat ini. Ia terdesak hingga memilih jalan pintas untuk bisa mendapatkan uang. Sena telah mengurus semuanya sedemikian rupa hingga ia dipertemukan dengan Tante Debby, seorang mucikari kelas kakap yang akan menjualnya pada pria hidung belang kaya raya.
Tak ada pilihan lain. Alisha segera beranjak meski dengan langkah berat. Terlebih, bayangan wajah sang ibu yang tengah kesakitan itu tak henti berkelindan di pikiran. Ia tak tega. Ia merasa tersiksa. Ia harus mendapatkan uang banyak untuk pengobatan wanita sang pintu surga, entah bagaimanapun caranya.
Benar saja, dua orang berbadan besar telah siap menyambut Alisha di lobi hotel. Gadis itu hanya pasrah saat dua pria berwajah sangar itu membawanya ke suatu tempat. Keluar dari lift dan melewati lorong, mereka berhenti di depan sebuah pintu bertuliskan angka 666. Alisha bisa pastikan itu adalah kamar hotel yang akan menjadi tempatnya melakukan transaksi untuk pertama kali.
Perasaannya mulai berkecamuk tak menentu. Ia sudah terjerembab semakin dalam. Untuk bisa mengurangkan niat dan keluar dari sana, itu sepertinya hanya angan.
Salah satu dari pria itu mengetuk pintu. Tak lama kemudian pintu terbuka dari dalam. Sosok Tante Debby dengan rambut blondenya muncul dengan senyuman terkembang.
"Alisha." Debby menyebut nama gadis di depannya dengan tatapan penuh kekaguman. Ia memperhatikan penampilan Alisha dengan seksama. Wajah cantik khas Indonesia dengan bibir mungil yang ranum menggoda. Kulitnya putih, mulus tanpa goresan. Bagian yang membuatnya sangat suka, gadis terlihat lugu dan yang penting masih perawan. Mata Debby berbinar senang melihat tambang uang di depannya.
Debby hanya tersenyum saat berkali-kali Alisha berusaha menutupi dadanya dengan tangan. Rok jeans di atas lutut yang berpadu atasan tanpa lengan, membuat gadis itu merasa tak nyaman.
Terang saja ia tak nyaman. Alisha memang tak terbiasa mengenakan pakaian terbuka. Pakaian itu adalah milik Sena yang memang dipinjamkan untuk menunjang penampilannya. Make-up natural yang mempercantik wajah Alisha merupakan kreasi gadis itu juga.
Jangankan untuk bergaya seperti Sena, untuk kebutuhan sehari-hari saja Alisha harus banting tulang membantu ibunya.
Sudah bertahun-tahun lamanya Wanda menghidupi Alisha seorang diri dengan berjualan kue ala rumahan. Namun, hasilnya hanya cukup untuk makan. Maklum, hanya usaha kecil-kecilan yang hasilnya juga bergantung pada pesanan pelanggan.
Alisha yang sudah beranjak remaja merasa kasihan pada ibunya. Ia lantas berusaha mencari pekerjaan paruh waktu agar bisa menabung untuk kuliah nantinya. Meski terlahir dari keluarga yang tak berada, Alisha masih memiliki cita-cita untuk masa depannya.
"Masuk," titah Debby pada Alisha.
Ekspresi gadis itu mendadak panik. Namun, ia tak berdaya saat dua pria anak buah Debby itu mendorongnya memasuki kamar. Gadis itu terhuyung hingga nyaris limbung. Beruntung, kakinya masih bisa mengimbangi tubuhnya hingga tak terjatuh.
"Sebentar lagi Tuan Rendra akan datang menemuimu. Kau harus bersikap ramah dan layani dia dengan baik."
Pintu ditutup dari luar setelah Debby berujar dengan tegas. Bahkan tanpa menunggu Alisha menjawabnya.
Tinggal seorang diri, Alisha mengedarkan pandangannya pada kamar mewah itu. Ditatapnya pula ranjang king size yang berbalut sprei warna putih yang ada di sana. Sekelebat bayangan ngeri langsung menyapa kepala. Hari ini, keperawanannya akan terenggut di sini. Mahkota berharga yang dijaganya selama dua puluh tahun itu akan ia berikan pada orang yang tidak dikenal.
Alisha tersenyum getir.
Untuk kebaikan ibu, apa pun akan kulakukan meski harus mengorbankan keperawanan. Toh bukanlah sebuah dosa sebab aku mempertaruhkannya demi ibu yang telah mengorbankan segalanya hanya untukku. Jelas, aku berbeda dengan mereka yang melepaskan keperawanan demi pembuktian rasa sayang terhadap kekasih yang tak bertanggung jawab. Atau mereka yang melepas keperawanan demi segepok uang hanya untuk bergaya ala sosialita. Jelas, aku tak seperti mereka.
Alisha merapalkan kata-kata itu layaknya mantra penyejuk jiwa. Itu adalah jurus ampuh untuk membohongi diri dari rasa berdosa yang terlanjur melingkup dalam dada.
Alisha langsung melempar pandangan saat pintu dibuka dari luar. Sosok pria paruh baya dengan balutan stelan jas rapi kemudian muncul dari sana. Gadis itu sontak melangkah mundur seiring langkah kaki si pria yang mendekat.
"Kau Alisha?" tanya pria itu dengan kening mengernyit heran.
"Be–benar," jawab Alisha terbata. Gadis itu menunduk dengan sikap takut-takut.
Di seberang Alisha, si pria paruh baya masih mengawasinya dengan sikap heran. Jujur, dari segi penampilan gadis ini terlihat segar dan menggoda. Layaknya harimau buas, ia melihat daging segar di depan mata dan ingin segera menyantapnya.
Namun, melihat dari bahasa tubuhnya, gadis ini terlihat takut dan kikuk. Dengan tatapan memangsa, si pria langsung membayangkan malam ini akan menjadi malam panjang, penuh tantangan, dan begitu menggairahkan. Sejujurnya ia sudah tidak tahan. Namun, bermain-main sebentar dengan kelinci kecil sepertinya akan terasa menyenangkan.
"Kemarilah," titah si pria ketika ia sudah mendudukkan diri di sofa panjang.
Meski tubuh gemetaran, Alisha tetap bersikap patuh dengan berjalan mendekat. Ia berhenti dan berdiri dengan jarak sekitar lima jengkal. Kepalanya tertunduk dengan jemari tangan saling meremas.
Tanpa gadis itu sangka, sebuah tangan kokoh bergerak meraih pergelangan tangan dan menariknya dengan kuat. Gadis itu memekik kaget, lebih-lebih ketika menyadari tubuhnya kini telah berlabuh pada pangkuan sang pria hidung belang yang tengah menatapnya seperti ingin menerkam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
2023-07-30
0
Arin
mampir,semoga menarik...😍
2022-12-14
0
Lee Yuta
sangat menarik
2022-03-16
1