Practice make perfect, semua awalnya tidak bisa, tapi kalau mau melakukan perubahan, niscaya pasti bisa. Bisa karena terbiasa.
♠
Semakin jelas kali kedua salam seseorang kembali bersuara. "Assalamualaikum....”
"Biar Danum yang buka pintu.” kata Danum, lalu berjalan keluar kamar dan menuju pintu utama masuk rumah bergaya atap gudang garam.
Sekilas Danum melihat jam di dinding ruang tamu menunjukkan waktu setengah lima sore. Danum membuka pintu dan melihat seseorang yang dikenalnya...
••
"Wa'alaikumussalam...” jawab salam Danum lirih, terkejut dengan siapa orang yang datang.
"Mbak Ratna!” lirih Danum, terkejut. Untuk apa wanita itu datang ke rumah, apakah hanya untuk menyakiti? Atau hanya untuk sekedar ingin tahu? Apakah memang wanita yang di sukai oleh Kakaknya benar mencintai Damar. Prasangka serta praduga sekelebat petir mengisyaratkan bahwa Danum sama sekali tidak menyukai Ratna.
Sorot matanya menyipit, Danum curiga akan kedatangan Ratna. "Ada apa Mbak Ratna dateng ke rumah?” tanya Danum, enggan untuk berbasa-basi.
Ratna melukiskan senyumnya, ia tahu bahwasanya pertanyaan adik dari kekasihnya, mensiratkan ketidaksukaan. "Damar ada?” ucap Ratna, menanyakan kekasihnya.
Masih dengan sorot mata yang menyipit, dan lima detik kemudian mulai membulat normal. Mengangguk meskipun enggan menjawab, namun Danum juga tidak ingin melarang Ratna untuk menemui Damar yang sedang dalam kondisi sakit. "Ada.” jawab Danum, jeda waktu ia diam.
"Mas Damar sakit!” lanjut Danum, sukses membuat Ratna membulatkan matanya.
Ratna segera menyingkirkan tubuh Danum yang persis berdiri di tengah-tengah pintu berukuran satu meter tersingkap setengah. Terpaksa Danum menggeser tubuhnya, dan memberikan Ratna jalan untuk memasuki ruang tamu.
"Mar, Damar!” seru Ratna, memanggil Damar sampai ke ruang tengah. Seolah-olah ia adalah kekasih yang paling pengertian.
Ratna melihat pintu kamar yang tersingkap, langsung menuju kamar itu. Namun sedetik kemudian pandangannya tertunduk manakala melihat Bu Suci yang duduk di tepian ranjang sedang memberikan kompres air hangat di kening Damar yang berbaring.
Bu Suci menoleh kearah pintu, persis dimana Ratna berdiri. Dan tersenyum lembut kearah gadis yang di cintai oleh anaknya sedang menunduk.
"Masuklah Nak,” kata Bu Suci, mempersilahkan Ratna untuk masuk ke dalam kamar yang berukuran 3 meter.
Di rumah orangtua Ratna, tentunya kamar berukuran 3 meter hanya seperluas kamar mandinya. Namun tidak untuk keluarga yang hidup sederhana macam Damar, kamar berukuran 3 meter sangatlah membuatnya nyaman untuk melepas lelah dan segala gundah setelah lelahnya bekerja.
Bu Suci berdiri dan mempersilahkan Ratna untuk duduk di tempatnya duduk semula. "Maaf, kamar ini nampak berantakan dan sempit,” kata Bu Suci.
"Ayolah Bu, kenapa Ibu harus minta maaf, kita tidak mengemis apa pun padanya. Jangan membuatku semakin dilema.” batin Damar
Ratna menggeleng, "Tidak Bu, ini sangat nyaman.”
Damar tersenyum getir melihat kedatangan Ratna di rumahnya. Kali kedua Ratna berkunjung setelah empat bulan lalu,
"Hay...” hanya itu yang dapat Damar ucapkan, Ratna menyunggingkan senyuman. Namun Damar melihat senyuman itu terasa hambar.
"Ibu keluar dulu Nak,” ujar Bu Suci, merasa mengganggu kedua muda-mudi.
"Jangan Bu, Ibu tetap di sini,” pinta Damar, bagaimana pun ia merasa tidak baik hanya berdua dengan Ratna yang notabenenya bukan muhrim. Bahkan selama menjalin hubungan tidak secuil pun Damar mencium Ratna, meskipun tidak menampik sesekali ia memeluk dan merangkul pundak Ratna.
Bu Suci melihat Ratna, Ratna tersenyum dan mengangguk.
"Danum, Nang. Sini Nang,” seru Bu Suci memanggil putra bungsunya untuk menggantikannya menemani Damar dan Ratna di kamar.
"Biar Damar yang keluar Bu,” pinta Damar. Ratna dan Bu Suci pun saling menatap.
"Tapi kamu kan lagi sakit Mar?” kata Ratna.
Danum sudah sampai di ambang pintu kamar, "Num, tolong bantu Mas, buat duduk di sofa ruang tengah.” pinta Damar.
Tidak ada yang bisa mencegah Damar, kalau ia sudah berucap. Layaknya seorang calon pemimpin. Ratna pun menggeser tubuhnya dan keluar dari kamar serta di susul Bu Suci yang sudah lebih dulu menuju dapur untuk membuat bubur juga membuat minuman untuk tamunya.
Kini Damar sudah duduk di sofa ruang tengah dengan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Seadanya memang, hanya ada satu sofa memanjang dengan satu sofa berukuran kecil.
Ratna merasa kasihan dengan keadaan yang ada di rumah Damar. Semuanya serba berbeda bahkan sangat jauh berbeda dengan yang ada di rumahnya. Namun Ratna merasakan kehangatan keluarga Damar, yang sudah lama ia dambakan.
Karena Papinya sibuk bekerja sedangkan Maminya sibuk dengan teman-teman arisanya. Serta dua Kakaknya, satu laki-laki dan satu perempuan sudah menikah dan hidup bersama dengan keluarganya di luar kota. Dan jarang sekali berkumpul seperti layaknya keluarga utuh.
Selang waktu terlewati satu jam, Bu Suci telah usai dengan semangkuk bubur. Melihat Bu Suci hendak memberikan bubur kepada Damar yang seperti biasa enggan untuk di suapi. Ratna pun meminta agar mangkuk berisikan bubur diberikan padanya saja.
"Biar Ratna yang menyuapi Damar, Bu.”
Untuk yang terakhir kalinya.” lanjut Ratna dalam hati.
Bu Suci tersenyum lembut, dan memberikan mangkuk pada Ratna.
Dengan telaten Ratna menyuapi Damar dengan bubur hangat yang di buat Bu Suci. Damar merasa setelah satu tahun menjalin kasih dengan Ratna, baru kali inilah Damar merasakan kelembutan dan perhatian yang sesungguhnya dari dalam diri Ratna.
Membuatnya galau untuk melepas gadis yang saat ini memakai rok plisket panjang serta baju kasual dengan gaya rambut yang di ikat satu keatas.
"Kenapa baru kali ini, aku merasakan perhatian mu Rat.” batin Damar bermonolog.
Telah usai Ratna menyuapi Damar, Danum yang duduk di kursi belajar masih saja tidak puas akan sikap lembut Ratna kepada Damar. Seolah kelembutan Ratna saja tidak cukup untuk membuatnya berpikir Ratna baik untuk menjadi Kakak iparnya.
"Makasih Rat,” ucap Damar dengan bibir pucatnya.
Ratna mengangguk dan tersenyum, senyuman yang membuat Damar semakin menahan sakit jika teringat pengkhianatan yang sudah Ratna perbuat.
"Maaf Mar.” ujar Ratna masih menunduk, sambil memainkan ujung baju yang di pakainya.
Damar mengerutkan keningnya, "Kenapa harus kamu yang selalu meminta maaf?”
Bu Suci dan juga Danum yang mendengar pun heran. Ada apa? Kenapa Ratna harus meminta maaf? Apakah ia akan mengambil keputusan. Setelah menggantung perihal asmaranya dengan Damar? Entahlah, Danum hanya mengangkat bahunya.
Merasa perihal asmara saja bisa membuat segalanya menjadi seperti drama. Di tambah tidak mendapat restu orang tua yang jelas berbeda kasta.
"Karena aku, kamu mendapat begitu banyak penghinaan dari orangtuaku juga teman-teman ku.” ujar Ratna, menunduk dalam, hanya sekilas ia menatap Damar.
Damar menyunggingkan senyum getir, ia merasa baik-baik saja meskipun demikian orang yang meremehkan serta menghinakan dirinya, bagaikan tikus liar. "Aku sudah menyiapkan hati sekeras baja, dan telinga setebal tembok China, Rat.” Damar menjeda Kalimatnya.
Sungguh bukan hanya dari orangtua Ratna serta temannya, Damar sudah terbiasa dan bisa jadi luar biasa. Kini Damar harus menelan pil pahit kisah asmaranya yang belum sempat ia labuhkan di dekat armada pernikahan.
Damar harus memupus angan, dan harapan untuk bersanding dengan Ratna. Damar pun kian menyadari bukan hanya bahagia yang di dapat dari cinta yang hanya membuat hatinya berkarat. Akan tetapi lebih kepada mengikuti kemana arah egonya mengalahkan rasa percaya diri yang kian terkikis oleh perjuangan yang sia-sia belaka.
Hening... Tiada yang membuka suara setelah Damar berujar. Damar kini lebih introvert dalam menyusun setiap kalimat yang akan ia katakan. Semua pelajaran hidup yang ia dapatkan. Menjadikannya pria dewasa yang lebih kompeten. "Rat....” suara Damar kembali memecah keheningan.
Namun belum sempat Damar mengeluarkan maksud dari hatinya, suara seorang laki-laki terdengar sangat lantang serta menggedor pintu dengan sangat keras.
BRAK
BRAK
BRAK.
Semua orang yang berada di dalam rumah pun terkesiap, dan saling menatap satu sama lain. Ratna juga Damar dapat menyimpulkan siapa pemilik suara yang terdengar lantang dan berat.
"RATNAAAAA...” teriakan di luar rumah sangat menggangu.
•••
Bersambung...
♠ Jangan lupa sertakan dukungan 🙏🏼
Like, komen, vote. Terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
ortunya ratna memang sombong.... 😡
2022-10-28
0
Rania Puspa
pasti si kusumo tu gedor² pintu gk punya ADAB trnyta jdi org kaya lupa gmn cra bertamu ke rmh orang dgn sopan.
2022-03-03
1
Agus Darmawan
sungguh malang nasib mu damar.....
2022-02-24
0