Semua orang yang berada di dalam rumah pun terkesiap, dan saling menatap satu sama lain. Ratna juga Damar dapat menyimpulkan siapa pemilik suara yang terdengar lantang nan berat.
"RATNAAAAA...” teriakan di luar sangat menggangu.
•••
Berkali-kali pintu yang sudah di makan rayap itu di ketuk dengan brutal. Hingga menimbulkan suara yang sangat menyesakkan.
Waktu memasuki Maghrib kegaduhan yang di buat seseorang di luar rumah yang sangat sederhana.
Seketika membuat orang dan para tetangga pemilik rumah pun berhamburan keluar melihat siapa di saat Maghrib yang telah membuat keributan.
"RATNAAA...” teriaknya lagi.
Seorang remaja membuka pintu, meskipun dengan perasaan takut, namun ia harus membuka pintu rumahnya. Atau kalau tidak, pintu yang sudah rapuh ini terhempas.
Saat pintu tersingkap Setelah, ia melihat ketiga pria dewasa berdiri dengan tegak. Dua wajah bertubuh seperti Ade Ray, dan satu lagi seorang berkemeja abu-abu lengan pendek mendelikan matanya dengan netra merah seperti buah delima kearah remaja yang berdiri di tengah pintu yang tersingkap setengah.
"Ba--bapak cari si--siapa?” tanyanya tergagap.
Tanpa basa-basi Pria berkemeja abu-abu mencengkeram kuat kaos yang di kenakan remaja yang sedang merasakan gemetaran, serta mencondongkan tubuh kebelakang.
"Dimana Ratna?!” bentaknya, bertanya dengan rahang menegas, urat syaraf yang terlihat jelas di lehernya.
Ratna muncul dari dalam rumah di susul Damar yang berjalan dengan lunglai tengah di bantu Bu Suci.
"Danum.” ucap Bu Suci di belakang Danum yang tengah berdiri di pintu. Danum pun menggeser tubuhnya yang semula di tengah-tengah pintu.
Ratna keluar dari dalam rumah.
"Papi.” kata Ratna, melihat Papinya di teras rumah Damar dengan membawa dua orang bodyguardnya.
Dari mana Papi tau aku di sini?” benak Ratna.
Pak Kusumo menatap Ratna, dan seperdertik kemudian beralih menatap ketiga orang yang di anggapnya udik. Damar, Danum, juga Bu Suci, namun lain saat netranya bertemu dengan netra wanita setengah baya yang memakai hijab instan.
Pak Kusumo nampak ragu, menatapnya. Entah ada yang tersirat dari dalam pikirannya. "Suciati!” gumam Pak Kusumo.
Namun pandangan Pak Kusumo pun putus kontak secara sepihak. Saat Damar berhadapan langsung dengannya, tanpa takut, tanpa gentar.
Kali ini Damar tidak ingin di anggap lemah dan di remehkan. Meskipun berasal dari masyarakat kalangan menengah kebawah, ia merasa masih mempunyai harga diri dan martabat sebagai seorang manusia yang sama-sama berpijak di bumi dan berada dibawah langit yang sama.
"Tidak mengurangi rasa hormat saya kepada Anda, tapi saya mohon. Jangan membuat keributan di sini.” ujar Damar dengar suara yang di tekankan.
Pak Kusumo sejatinya tidak menyukai Damar pun mencebikkan bibirnya, "Cuwihhh... Rumah lebih bagusan kandang ayam aja belagu!” cibir Pak Kusumo.
"Dan lagi pula, saya juga tidak sudi menginjakkan kaki saya di rumah yang sangat buruk ini.” lanjut Pak Kusumo, tak hentinya mencerca kediaman Damar dengan kata-kata pedas.
"Papi.” hardik Ratna.
"Cukup Kusumo cukup! Sudah cukup kamu menghina keluarga saya, sudah cukup kamu membuat anak saya merasa sakit hati dengan ucapanmu itu! Seandainya saja saya tahu kalau ternyata anak saya berpacaran dengan anakmu saya pun tidak sudi.” cecar Bu Suci marah.
"Pergilah dan bawa anakmu dari sini, Kusumo! Dasar manusia picik!” sambung Bu Suci, kali ini Bu Suci tidak ingin tinggal diam, sudah cukup makian serta hinaan yang keluarganya terima dari mulut kotor pria yang tidak mempunyai hati nurani macam Kusumo.
"PERGILAH DARI RUMAHKU!” usir Bu Suci menahan amarah yang membuat urat-urat syaraf nya terasa panas.
Danum serta Damar yang baru pertama kali ini melihat Ibu mereka terlihat sangat marah hanya bisa menatapnya heran. Perihal ada apakah sehingga membuat Ibunya yang baru pertama kali bertemu Pak Kusumo mensiratkan ketidaksukaan dan seperti dendam mendalam.
"Hey... Suci dengarkan saya baik-baik! Pasang telinga tua mu itu! Saya Kusumo Narendra pun tidak sudi melihat keluargamu terkhusus putra mu yang miskin dan tidak berpendidikan ini.” cecar Pak Kusumo tak mau kalah tegas.
Bu Suci menghela nafasnya, pandangannya mulai mengabur setetes air bening membasahi pipi keriputnya. Pertahanan kakinya melemah, Danum dengan sigap memegangi Ibunya.
Damar sangat murka akan sikap Pak Kusumo yang sudah sangat keterlaluan. Hingga membuat Ibunya meneteskan eluhnya kembali, setelah delapan tahun lalu Damar tidak lagi melihat Ibunya menangis.
Menatap Pak Kusumo dengan tatapan marah, netranya mulai memerah, rahangnya mengeras, urat di lehernya mempertegas kemarahan dari seorang Damar Mangkulangit.
"Papi!” untuk kesekian kalinya suara Ratna menghardik ucapan Papinya.
"DIAM RATNA!” bentak Pak Kusumo terhadap anaknya.
"Kamu melawan Papi? Dan membela orang-orang udik ini?” lanjutnya lagi geram. Seraya menunjuk Damar.
"Bukan gitu Pi... Apa Papi nggak malu sudah jadi tontonan warga?” kata Ratna, yang melihat kepada kerumunan warga yang ingin tahu sedang terjadi keributan apa di depan rumah Damar.
"Papi nggak perduli!” berang Kusumo mempertegas suaranya.
Danum, Damar juga Bu Suci nampak heran akan perdebatan di antara kedua tamu yang ada di hadapannya. Namun tidak ada yang berani menyela.
"Papi! Kenapa Papi sangat keterlaluan. Lagi pula, Ratna menjalin hubungan dengan Damar, bukan berarti Ratna akan menikahinya. Papi! Tidak sedalam itu angan-angan Ratna Pi.” sentak Ratna tersulut emosi, akhirnya mengakui apa yang sesungguhnya rasa yang ada untuk Damar, hanyalah bualan belaka.
Kusumo mendengar pengakuan putrinya tersenyum senang dan tertawa renyah.
"Ha ha ha ....”
Damar terkejut atas pengakuan Ratna, juga Danum dan Bu Suci. Tidak habis pikir mengapa tega Ratna mempermainkan perasaan Damar.
"CUKUP! Ratna, Pak Kusumo, Anda sudah keterlaluan! Saya manusia bukan malaikat yang tidak bisa hanya diam saja mendengar penghinaan dan pengkhianatan mu Ratna!” hardik Damar murka.
"Saya minta sekarang kalian pergi!” lanjut Damar berang. Tak tertahankan lagi amarahnya, seakan sudah mencapai batas ubun-ubun.
"Ratna! Pulang.” cecar Pak Kusumo, dan menarik tangan anaknya secara paksa.
Dengan tangan yang di seret Pak Kusumo, Ratna terus saja melihat Damar, hingga pintu mobil terbuka. Ratna pun masuk kedalam mobil tanpa perlawanan. Lagi dan lagi Ratna menyakiti hati seorang Damar.
Belum usai Ratna memutuskan hubungan, kini ia seolah menambahkan penderitaan serta makian untuk Damar. Terlebih lagi pengakuan satu menit lalu terlontar dari mulutnya.
Seperti menabur garam di lautan. Tidak ada artinya sama sekali. Seperti melukis langit di birunya langit, seperti cintanya kini, tiada putus-putusnya.
Yang ada hanya menambah perih dan luka. Damar tahu perbedaan dirinya juga Ratna, seperti langit dan bumi, matahari dan bulan.
Namun, kasihnya yang tak terputus dan malah terbalas dengan dusta yang Ratna berikan. Sakit, kecewa gampangnya gadis itu berpindah kelain hati.
"Tega kamu Na! Tega kamu sudah mempermainkan perasaanku. Kamu akan menyesali perbuatan mu kelak!” sungut Damar dalam hati. Tatapannya bukan lagi tatapan cinta, melainkan tatapan dingin.
Damar kembali menatap Bu Suci, dan membawanya masuk kedalam rumah.
Sementara para tetangga yang ikut menyaksikan kini sudah mulai membubarkan diri, karena sudah terdengar azan magrib berkumandang. Meskipun ada beberapa tetangga yang mulai bergosip.
••
Bersambung
♠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Managarab Butar Butar
cerita novel seperti ini yg kusuka
2022-04-11
0
Wagiyem Ibune Wilda
eeeeeee sandek"olo da2k golek kolo2😔
2022-03-23
0
Kinan Rosa
tuh Damar dengarkan omongan nya Ratna dia itu cuma mau mempermainkan perasaan mu tok le
2022-03-11
0