Mentari kian meninggi, bangun dan raih mimpi. Tinggalkan malam, fokus menuju masa depan.
♠
Damar kembali kepada aktivitasnya, seusai sholat subuh. Damar menata satu persatu keperluan barang dagangannya, ia memasang dandang yang akan di bawanya ke gerobak dan juga memasang gas hijau.
“Assalamualaikum Mas Damar,” seru salam seseorang.
Damar pun menghentikan aktivitasnya yang tengah mengelap gerobaknya,
“Wa’alaikumussalam,” jawab salam Damar,
“Eh Kang Karso, udah balik dari kampung Kang?” tanya Damar kepada salah satu rekan bisnisnya.
“Sudah atuh, kan saya Cuma memastikan orangtua saya baik-baik aja,” jawab Kang Karso, dengan logat sundanya, karena ia memang berasal dari Jawa barat dan menikah dengan orang Magelang, kini Pria berumur empat puluh tahun ini menetap di Jogja.
“Alhamdulillah,” seru Damar, mendengar kabar bahwa orang tua dari Kang Karso baik-baik saja di Lembang.
Kang Karso nampaknya ingin bicara akan tetapi ia ragu,
“Kenapa Kang?” tanya Damar yang melihat Kang Karso nampak ragu untuk mengutarakan maksudnya.
“Apa saya masih boleh berjualan cilok dan meminjam gerobaknya lagi Mas Damar?” tanya Kang Karso, karena ia sudah dua bulan berhenti berjualan cilok.
Damar yang notabene mempunyai sifat keramahtamahan yang diturunkan oleh Ibunya pun tersenyum,
“Ya boleh dong Kang, bahkan saya merasa tersanjung kalau Kang Karso mau bergabung lagi sama saya,” jawab Damar, ia menerima dengan hati lapang. Untuk meminjamkan kembali gerobak dan memberikan modal ciloknya.
Kang Karso pun mengembangkan senyumnya, “Alhamdulillah makasih Mas Damar,”
“Sama-sama, Kang,”
Saat Damar dan Kang Karso tengah berbincang-bincang, ada orang lain yang memberi salam, sekaligus setoran juga membawa gerobak cilok yang Damar pinjamkan.
“Assalamualaikum Mar,”
“Wa’alaikumussalam, Kang Didit,” jawab salam Damar juga Kang Karso.
“Eh Kang Karso, kapan balik di Jogja?” tanya Kang Didit yang sudah lama tak menjumpai rekan seperjuangannya.
“Satu minggu yang lalu, Kang Didit,” jawab Kang Karso.
“Oh gitu, mau jualan lagi Kang?” tanya Kang Didit.
Kang Karso pun mengangguk, “Iya,”
“Wah bakalan ramai lagi nih personil kita, Mar?” seru Kan Didit.
“Alhamdulillah Kang, ini semua juga berkat Akang-akang yang sudah sama-sama berjuang,” jawab Damar.
Kini Damar sudah memiliki lima rekan kerjanya, tiga rekan untuk menjajakan dagangan ciloknya, dua lagi Ibu-ibu tetangganya yang khusus membantu Bu Suci untuk membuat adonan cilok, jikalau orderan meningkat. Damar tidak mau menyebut rekan kerjanya sebagai bawahan, karena pada dasarnya ia belum bisa menyandang gelar Bos.
Setelah selesai dengan urusan rekan-rekan seperjuangannya, setiap pagi Damar harus memasang dan menghitung serta jumlah cilok yang habis terjual juga cilok yang masih ada dari rekan kerja yang lainnya.
“Damar apa sudah siap Nak?” tanya Ibu yang sedang menyapu lantai teras.
“Sudah Bu, ini tinggal minta doa restu dari Ibu,” kata Damar, ia menyalami tangan Ibunya. Tangan yang menjadikannya mendapat keridhaan dari Sang Maha Pemberi Rezeki.
“Semoga Allah mengabulkan doa Ibu juga doa mu Nak,” ucap Ibu, mengusap lembut kepala putra sulungnya.
“Amin, semoga Damar bisa membahagiakan Ibu, dan Ibu nggak perlu lagi capek menyapu lantai, saat Damar sukses nanti Damar akan menyewa art,” kata Damar, ia merasa tidak tega, jikalau melihat Ibu yang sudah semakin renta kecapean.
“Amin.” Jawab Ibu.
Danum pun sudah akan berangkat ke sekolah, ia juga berdagang cilok di sekolahan tempat Danum menimba ilmu. Terkadang ketika Danum masuk kelas, ia akan menitipkan kepada penjaga sekolah.
“Danum juga berangkat ya Bu,” kata Danum, setelah memakai sepatu sekolah. Danum menyalami tangan Ibunya. “Nggak doain Danum juga Bu, biar sukses juga?” tanya Danum, si bungsu selalu iri ketika mendengar petuah-petuah yang diberikan Bu Suci untuk Kakaknya.
“Iri? Bilang Bos?” nyinyir Damar kepada Adiknya.
“Apaan si Mas, kan aku juga mau sukses, emang yang mau membahagiakan Ibu cuma Mas Damar, aku juga keles!” balas Danum, mencebikkan bibirnya.
Bu Suci tersenyum lembut menatap kedua anaknya, “Semoga kalian sukses dunia, juga akhirat.” kata Bu Suci, mengusap kepala kedua anak laki-lakinya, yang berdiri lebih tinggi namun begitu pengertian Damar juga Danum sedikit membungkuk.
“Amin.” serentak kedua cogan gantengnya Bu Suci mengaminkan doa Ibunya.
Damar sudah siap, hendak berjalan meninggalkan teras, namun Danum yang berjalan beriringan dengan sengaja menyenggol keras lengan Kakaknya. Membuat Damar mempelototinya, “Hehe, maaf yo Mas, aku sengaja!” kata Danum yang sudah berdiri di dekat gerobak ciloknya.
“Awas kamu!” balas Damar, mengacungkan tinju kearah Danum, Danum hanya membalas dengan crengengesan.
Bu Suci lagi-lagi dibuat geleng-geleng kepala atas tingkah laku kedua anaknya, yang seolah sedang bersaing dalam sebuah turnamen bulutangkis.
••
Seperti biasa Damar akan menuju sekolah dasar terlebih dulu, namun saat sedang menunggu anak-anak sekolahan untuk membeli dagangannya. Sekumpulan Ibu-ibu elit yang baru pulang berolah raga tengah berbelanja sayur di gerobak tukang sayur yang mangkal tak jauh dari Damar berjualan cilok.
Bukan hanya berbelanja, akan tetapi ada saja Ibu-ibu yang mempunyai mulut usil, di antara Ibu-ibu yang sedang berbelanja.
Namun pandangan Damar fokus kepada satu orang Ibu-ibu diantara Ibu-ibu yang lain. Damar menatap Ibu dari Ratna.
“Jeng Ana, saya denger-denger, anak perempuan Jeng Ana pacaran sama tukang cilok yah?” tanya Ibu-ibu nyiyir.
“Iyuuh... jangan mengada-ada ya Jeng Kelin, mana ada anak saya mau sama pemuda miskin, apalagi Cuma dagangan cilok,” balas Bu Ana. Tanpa tahu pemuda yang sedang dibicarakannya tanpa sengaja mendengar hinaannya, Bu Ana tidak menaruh rasa curiga pada Damar, karena Damar tengah memakai topi.
Damar tidak bermaksud menguping pembicaraan orang lain, akan tetapi jarak antara dirinya dan Ibu-ibu elit yang sedang memilah-milah sayuran cukup dekat juga suara yang nyaring.
“Terus kenapa gosip itu semakin menyebar, Bu Ana!” imbuh Ibu-ibu yang memakai abaya biru tua.
Bu Ana mencebikkan bibirnya.
“Jangan menyebarkan rumor yang nggak bener itu yah Bu Sumi, bilang aja Bu Sumi iri kan, kalau Ratna mau menikah dengan anak pengusaha sukses,” balas Bu Ana, menatap Bu Sumi, yang memakai abaya biru tua.
"Hah! menikah?” gumam Damar, mendengar Ratna akan segera menikah.
Ibu-ibu yang lain pun terkejut manakala, ucapan Bu Ana yang menyebut Ratna akan menikahi anak orang kaya di daerah khusus istimewa. “Yang bener Bu Ana?
“Yang bener Jeng?”
“Aih seneng banget, Bu Ana dapet besan kaya dan pengusaha sukses lagi,” girang Ibu-ibu rumpi.
“Eh Ibu-ibu, harta, tahta dan kekayaan serta jabatan hanyalah titipan, jangan terlalu berbangga-bangga Bu.” kata Bu Sumi, istri dari seorang Ustadz yang cukup terkenal di daerah Bantul.
“Iya—iya kita tau kok. Kalau Bu Sumi istrinya Ustadz jadi sah-sah aja mengingatkan kita soal akhirat. Tapi apa salahnya coba membanggakan selama kita masih hidup,” jawab Bu Ana, dan mendapat anggukan dari Ibu-ibu yang lain.
"Iya, tuh Bu Sumi.” imbuh Bu Kalina, teman dekat Bu Ana.
Bu Sumi nampak kesal, “Dan ingat ya Ibu-ibu, roda kehidupan ini terus berputar, orang yang saat ini kalian hina bisa jadi suatu saat nanti akan sukses, dan orang yang kalian banggakan bisa jadi akan mengalami kebangkrutan, akibat kesombongan.” Kata Bu Sumi penuh dengan nasehat kehidupan.
“Udah Bu, jangan dengerin ceramahnya,” kata Bu Erni, teman satu arisan Bu Ana.
Sepeninggal Bu Sumi, Ibu-ibu riweh pun kembali melanjutkan gosipnya sembari berjalan.
“Kapan nikahnya? Bu Ana. Nanti jangan lupa best partynya yah?” kata Ibu-ibu yang pertama kali nyinyir.
Damar yang mendengar semua perkataan Ibu-ibu rempong itupun hanya bisa mengelus dadanya, “Ya Allah, sabarkanlah hamba, dan ampuni dosa mereka.” gumam Damar.
“Semoga keputusan yang nanti ku ambil adalah benar,” imbuhnya lagi.
••
Saat siang menjelang waktu sore, Damar akan pulang kerumah karena ciloknya sudah habis terjual. Namun langkahnya terhenti, kala seseorang menghampirinya dengan motor ninjanya.
“Damar!” seru Opik, yang masih standby di atas motor ninjanya yang masih menyala.
Damar enggan untuk membalas sapaannya, namun ia tak ingin Opik beranggapan bahwa dirinya memang tengah merasakan dilema, “Kenapa Pik?” tanya Damar.
Opik pun mematikan mesin motornya, dan turun dari motor ninjanya. “Mar, maafin aku soal di depan rumah Ratna,”
Damar sudah menduganya, kalau memang Opik meminta maaf berarti ada hubungan istimewa diantara Ratna juga Opik, namun Damar mencoba bersikap bodoh, “Kenapa minta maaf?”
“Ehm.., sebenarnya cewek yang waktu itu aku ceritain...” ucapan Opik menggantung, ia seolah tidak tega untuk mengungkapkan apa maksudnya.
“Ratna kan?” imbuh Damar. Melanjutkan ucapan Opik yang menggantung.
“Aku sama dia dijodohin Mar, aku juga cinta sama dia.” pengakuan Opik, membuat hati Damar memanas.
“Terus dia juga cinta sama kamu, iya kan?” jelas Damar, menerka-nerka.
“Baguslah kalau kamu udah tau itu, dia juga bilang pacaran sama kamu cuma mau balas budi,” kata Opik, dengan nada meremehkan.
Damar tertegun mendengar jawaban dari Opik, ia merasa cintanya sia-sia belaka,
"Aku nggak nyangka Pik, kamu tega menikung teman sendiri,”
Opik hanya mengangkat kedua bahunya acuh.
“Kupikir kamu nggak akan pernah serius sama satu perempuan Pik?” lanjut Damar, Damar berpendapat Opik Pria playboy anak pengusaha kaya raya hanya ingin hidup bersenang-senang saja.
“Hey jangan bilang begitu Mar, tentu saja aku mau. Toh aku nggak perlu kerja capek-capek, karena apa? Aku akan menikahi anak orang kaya pula, jadi aku tinggal nikmati harta mereka yang nggak akan pernah habis sampai tujuh turunan,” jelas Opik, mengenai rencananya menikahi Ratna.
“Dasar gila!” sinis Damar.
“Hahaha... Sungguh malang nasib mu, Mar.” cibir Opik.
Damar seolah menuli, ia pun melenggang pergi mendorong gerobak ciloknya, melirik sekilas kearah Opik dengan tatapan tajam.
“Mar, Mar. Jangan nangis bombay di rumah yah!” nyiyir Opik, dengan suara meninggi.
•••
Bersambung...
♠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
dementor
🕶🕶🕶🕶
2022-11-10
2
Ernadina 86
noh nikahin anakmu sm orang males cm ngandelin harta orang tua
2022-03-31
0
Dini Junghuni
opik opik
cangkemmu kok yo ora apik???
😁✌️😁✌️😁✌️
2022-03-29
0