Mohon dukungannya 🙏🏼
Like. Komen. Vote.
♠
“Damaaaaaaar.....” teriak Ratna memanggil pemuda yang telah menyelamatkannya satu tahun lalu. Tapi juga tidak mengejar Damar, antara cinta dan rasa berhutang budi membuat Ratna dilema, dengan perasaan yang sesungguhnya kepada Damar.
••
Sekelebat bayangan tiga bulan yang lalu membuat Damar bergidik ngeri, ia pun kembali fokus menatap rumah besar nan megah yang ada di hadapannya. Tepat saat ia akan mengucap salam, seseorang yang dicarinya baru tiba berboncengan dengan seorang laki-laki yang mengendarai motor ninja.
Ratna pun turun dari boncengan motor ninja,
“Damar,” gumamnya lirih.
Damar menatap Ratna lalu beralih menatap seorang Pria yang dikenalnya, pria yang masih duduk di atas jok motor ninjanya membuka helm, “Apa kabar Mar?” tanyanya basa-basi.
Damar memasang wajah datar, meskipun dalam hatinya ia terkejut. “Opik!” seru Damar.
BEEP BEEP BEEP
Suara klakson mobil memekikan gendang telinga ketiga muda-mudi yang saat ini sedang berdiri di depan pagar teralis menjulang.
Seseorang itupun membuka kaca mobilnya di bagian penumpang,
“Opik, Ratna masuk!” titah Pak Kusumo menyuruh anak serta calon menantunya masuk kedalam rumah, dan melirik sekilas kearah Damar dengan tatapan hina.
Pak satpam yang mendengar mobil sang tuan rumah pulang pun sigap mendorong gerbang teralis besi bercat hitam.
Mobil yang dikemudikan sang sopir Pak Kusumo pun memasuki pelataran rumah yang luas, serta pemuda yang ternyata teman Damar pun ikut memasuki rumah membawa motor ninjanya.
“Sorry ya Mar, aku masuk dulu.” kata Opik pada Damar.
“Ratna!” teriak Pak Kusumo kepada putrinya yang masih berada diluar gerbang.
Meskipun berat harus meninggalkan Damar, namun langkah kaki dan pendengarannya tidak bisa melawan panggilan sang Ayah. Ratna tidak mengindahkan tatapan Damar.
Yang seolah ingin membawa pergi gadis dengan rikma panjang tergerai indah nampak sangat mempesona terkena hempasan angin membawakan kesunyian menelusup masuk kedalam hati Damar.
Ratna kembali melihat Damar yang masih diam terpaku menatapnya di depan gerbang yang sudah tertutup kembali. Masih terus menatap Ratna hingga gadis yang dicintainya masuk kedalam rumah berpintu lebar.
Dengan hati gamang, pikirannya melayang. Damar berbalik badan, nelangsa dihempaskan asmara yang tidak mendapat restu orang tua, juga berbeda kasta.
Damar kembali melajukan motor Vespanya menembus jalanan beraspal, helm yang dipakainya seakan tak mampu membuat isi di kepalanya merasa aman. Ia kembali mengingat wajah dan senyuman ejek dari teman sepermainannya, Opik.
“Opik, kenapa harus kamu orangnya!” gumam Damar, ia tidak menyangka ternyata orang ketiga dan pria pilihan orang tua Ratna adalah temannya sendiri.
“Jadi bener cewek yang kulihat didepan jalanan kampus itu kamu Na,” gumamnya lagi.
“Benar enggaknya kamu kini menjalin hubungan dengan Opik, atau memang atas paksaan orang tuamu. Aku masih bisa menerimanya Na, yah memang aku pemuda miskin, berbeda dengan Opik anak orang kaya, warisannya dimana-mana. Tapi kenapa kamu ngomong janji, kalau kamu bakalan setia, janji menemaniku sampai aku sukses nanti. Kenapa Na? Kamu membuatku berharap.” lagi Damar berseloroh sepanjang jalan, menerka-nerka.
•
Di rumah yang sangat sederhana.
Damar kembali berjibaku dengan adonan tepung kanji dengan mengisinya berbagai toping bumbu. Agar menambah sedap cita rasa ciloknya.
Meskipun perasaannya kecewa atas tindakan Ratna, juga Opik. Namun, ia tak ingin mencampur adukkan perasaannya dengan pekerjaannya. Otak warasnya masih berpikir lapang, menerima semua penghinaan Pak Kusumo, mungkin juga pengkhianatan Ratna dan Opik.
“Mas Damar, Mas Damar baik kan?” tanya Danum, yang melihat Kakaknya hanya diam.
“Baik, emang aku kelihatan sakit?” tanya Damar, tanpa menatap Danum yang juga membantu membuat bulatan tepung kanji yang akan di ambil oleh pedagang cilok yang menjadi rekan Kakaknya dalam mengadu nasib mencari rezeki dari berjualan cilok milik Kakaknya.
“Kamu jadi kerumah Ratna, Mar?” tanya Bu Suci, beliau tidak lagi menjadi buruh cuci gosok baju tetangga, kini beliau lebih sibuk menekuni usaha bisnis anak sulungnya.
“Jadi,” sahut Damar, lagi-lagi tak menatap Ibunya.
Ibu hanya diam, mendengar jawaban dari anaknya yang memang pendiam sudah lebih dari cukup untuk membuatnya mengerti, kini putra sulungnya sedang dalam suasana hati yang tidak baik-baik saja.
“Oh jadi Mas ikutin saran aku toh. Piye (gimana) Mas ketemu ndak (tidak) sama Mbak Ratna?” seru Danum, cowok remaja yang lebih cerewet dari Kakaknya.
“Ketemu,” lagi Damar hanya menjawab sekenanya.
Danum pun melempar bulatan cilok sebesar biji salak kearah Kakaknya, “Mas, Mas Damar ke Parangtritis yuk,” ajak Danum.
Ajakan Danum berhasil membuat Damar mengangkat wajahnya, dan menoleh kearah cowok berwajah seperti Rezki Nazar. “Sekarang?” tanya Damar.
“Ya jangan sekarang juga toh, kan pesanan masih banyak. Belum Kang Didit mau ambil cilok ini,” sela Ibu, yang memang semakin banyak pesanan yang berdatangan.
“Belum lagi pesanan oleng mu Mar,” imbuh Ibu, yang menyebut online dengan sebutan oleng.
“Hahahaha... Online Bu,” kata Danum, membenarkan ucapan Ibu yang di tertawai kedua putranya.
Drrrrrrrttttt Drrrrrrrttttt
Ponsel Damar bergetar di kamarnya, namun deringnya sampai keruang dapur, karena memang jarak antara kamarnya dan dapur yang berdekatan.
“Mas, hp Mas Damar kayanya bunyi tuh,” ujar Danum.
Merasa tidak ada pergerakan dari Damar, membuat Ibu kali ini bersuara, “Angkat Mar, siapa tau itu telepon penting.”
Damar pun beranjak, melepas sarung tangan plastik yang berlumuran tepung putih. Lalu berjalan menuju kamarnya. Namun saat sampai di kamar, dering ponselnya berhenti berdering. Damar pun menyalakan layar monitor ponselnya. Seketika ia terkejut mendapati nama si penelepon ponselnya.
“Ratna,” gumamnya.
TING
Sebuah notifikasi pesan masuk via wawa, Damar secepat kilat membuka isi pesan dari Ratna.
📱Aku mau ketemu sama kamu, di pantai Parangtritis.’
Damar mengerutkan keningnya, sekaligus mengulum senyum. Entah kenapa ia seakan melupakan rasa kecewanya pada sang gadis yang sudah menduduki singgasana hatinya selama setahun belakangan ini.
Tanpa pikir panjang, Damar membalasnya.
📱Kapan?
Lama Damar menunggu balasan dari Ratna, terhitung waktu sepuluh menit, Damar mendapat balasan.
📱Hari minggu sore, aku libur kuliah.
Damar kembali mengembangkan senyumnya, dan membalas pesan Ratna.
📱Oke
Setelah balas membalas pesan, Damar kembali ke dapur membantu Adik juga Ibunya, dan kedua tetangganya yang ikut membantu kalau Damar banyak menerima orderan.
Senyuman yang Damar pancarkan tak pelak menimbulkan pertanyaan dari orang-orang yang berada di dapur rumahnya.
“Walahhh,.. lagi ada orang yang kasmaran?” seru Bu Jumi, tetangga Bu Suci yang sudah bekerja sama selama hampir lima bulan.
“Iya nih, tadi aja manyun bae. Persis kaya mumi!” celetuk Danum.
Damar menjitak kepala adiknya, “Aduh, sakit Mas. Kan-- kan rikma ku yang cool ini jadi berantakan!” gerutu Danum, kesal mendapat jitakan dari Kakaknya.
“Biar mulut kamu dijaga! Mumi- mumi, kebanyakan lihat film horor nih anak!” balas Damar.
Danum merasa kesal dibuatnya, ia pun mengerucutkan bibirnya.
“Nggak usah di monyongin tuh bibir, nanti tambah memble—nih kaya gini nih, hahaha.” seloroh Damar, memberi contoh bibir bawahnya yang di majukan, seraya terkekeh.
“Ck. Bu, Mas Damar nih akh... Selalu aja begitu dia, kesel Danum dibuatnya,” rengek Danum mengadu kepada sang Ibu, berharap Bu Suci akan memarahi Damar ketika Kakaknya mengejek.
Bu Suci hanya melempar tatapan matanya kearah putra sulungnya, dan mengulum senyum,
“Nggak bakal, Ibu marahin aku, karena apa? Ibu lebih sayang Mas mu yang keren ini, hehe.” ledek Damar, kepada Adiknya seraya mengulurkan tangannya yang sudah kembali memakai sarung tangan plastik berlumuran tepung kanji dan menempelkannya ke rambut Danum.
Alhasil rambut Danum pun memutih. “Hahay, iya Opa, saya nggak akan meledek Opa lagi,” seru Damar.
“Ibuu...... Mas Damar tuh,” manjanya Danum, meminta pertolongan kepada Ibunya.
“Damar!” seru Bu Suci.
Mendapat teguran dari Ibunya, Damar pun mengantupkan mulutnya yang sejak tadi tertawa, “Maaf Bu,” kata Damar, masih dengan senyuman.
“Dasar kemayu.” cibir Damar pada Danum.
“Biarin! Nanti aku maconya kalau udah punya pacar.” balas Danum.
“Sihhh...” sahut Damar.
Kegaduhan seperti itu biasa terjadi, ketika Damar dan Danum bertemu. Akan tetapi, Danum selalu menghormati Kakaknya, juga Damar yang selalu menyayangi adik satu-satunya.
“Pacarnya, orang mana Mas Damar?” kini Mbok Mur yang ikut bertanya.
Damar terpaku dengan pertanyaan Mbok Mur, “Pacar Mas Damar masih orang sini Mbok,” Danum menyahut pertanyaan Mbok Mur yang sudah berumur 50 tahun.
“Wah, si Mbok telat yah?” jawab Mbok Mur.
Bu Jumi, Bu suci, Danum juga Damar pun tertegun mendengar jawaban Mbok Mur yang memang dirinya seorang janda,
“Walah Mbok Mur, saya baru tau loh. Ternyata si Mbok suka yang berondong!” seloroh Bu Jumi.
“Iya Mbok, Danum juga nggak nyangka, kalau gitu jangan naksir sama Danum ya Mbok Mur, Danum nggak suka yang tua-tua! Alot, hehe,” kata Danum, seraya mengibaskan tangannya dan terkekeh gaje.
Mendapat prasangka serta praduga, membuat Mbok Mur menggeleng, “Asem tenan, tadinya Mas Damar mau saya kenalkan sama keponakan si Mbok yang lagi mondok,"
Danum pun tersenyum sumringah, “Kalau gitu buat Danum aja Mbok!”
PLUK!!!
Sebuah lemparan cilok sebesar biji salak mendarat di kepala Danum, “Iki opo meneh toh Mas (Ini apalagi sih Mas) main lempar-lempar, emangnya kepala ku ini panci dandang!” gerutu Danum.
“Ndak usah mikirin perempuan dulu, lulus sekolah terus dapet kerjaan yang bagus, baru deh boleh mikirin buat pacaran,” kata Damar, selalu saja memberi petuah untuk adiknya.
“Nggeh (Iya) Mas, nggeh.” Jawab Danum.
•••
Bersambung
♠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
hahaha 😅😅😅😅😅
2023-02-24
0
Sea Allexa8717
janji bisa dilanggar, sumpah juga bisa dilanggar, Dan yg bisa membuktikan hanyalah sebuah tindakan.
JADI jangan terlalu percaya pada janji ok
2022-12-11
2
Just Nokk
perumpamaan yang mengerikan 😱😱😱😱
2022-03-21
0