Lihatlah segala sesuatu di belakang biarpun kita di fitnah, marah, dan dihina. Tetapi ada alasan Tuhan untuk menjadikan kita lebih didekatkan terhadap orang-orang baik.
So, always positif thinking
♠
Sampai suara seseorang menyadarkan lamunannya.
“Mar, hey Damar!”
•
Damar pun menghentikan langkahnya, dan menoleh ke belakang, tepat dimana Ibunya memanggilnya.
“Mau kemana kamu, Mar?” tanya Ibu.
Damar nampak limbung, ia lantas memutar arah gerobaknya menuju halaman rumah, rumah yang sangat sederhana juga tidak terlalu besar. “Kenapa bisa Damar ngelewatin rumah sendiri ya Bu?” kata Damar malah balik bertanya. Membuat sang Ibu heran akan putra sulungnya.
Ibu melihat kening putra sulungnya terluka,
“Kamu kenapa Mar?” tanya Bu Suci, nama Ibu dari Damar.
“Oh ini tadi terbentur Bu,” jawab Damar, ia pun masuk kedalam rumah, dan disusul oleh Bu Suci.
“Kok bisa kamu terbentur sampai kaya gini sih Mar?” tanya Bu Suci panik.
Damar duduk di sofa yang sudah usang di ruang tamu. Bu Suci lantas berjalan kearah almari kecil tak jauh dari ruang tengah, lalu mengambil kotak obat.
Bu Suci kemudian kembali keruang tamu, dan duduk disebelah Damar.
“Ini hanya luka kecil Bu,” jawab Damar
Bu Suci lantas mengobati luka goresan yang cukup dalam, dan menempelkan kain kasa steril serta perekatnya.
“Makasih Bu,” kata Damar.
Selesai sudah Bu Suci mengobati luka goresan di kening putranya, Beliau lantas beranjak hendak menuju ke dapur. Namun, sebelum itu, beliau berbalik badan,
“Mar, kamu nggak makan?” tanya Bu suci pada putranya, yang sejak pulang kerumah hanya diam.
Masih terbayang dengan ucapan Juna. Damar mengambil ponselnya yang masih mendiami tas selempangnya didepan dada.
Damar sekilas menatap Ibunya yang berdiri di ambang pintu ruang ruang tengah. “Nanti Damar makan Bu, Damar masih kenyang,” jawabnya, dan kembali fokus menatap layar monitor ponselnya.
“Ya udah, nanti anterin cilok punya Bu Romlah. Dia pesan mau ada pengajian di rumahnya.” kata Bu Suci.
“Iya Bu.” sahut Damar. Jari jemarinya mulai berselancar di keyboard ponselnya.
📱 Rat, aku mau ketemu kamu,” tulis Damar dan mengirimkannya via wawa.
Damar sangat fokus menatap layar monitor ponselnya yang masih menyala, menunggu jawaban dari sang kekasih. Sampai ia tak menyadari suara salam di ambang pintu. “Assalamualaikum,”
Suara remaja cowok semakin mendekati Damar. Dan mengintip ponsel Damar yang masih menyala dengan foto cewek cantik di layar monitor ponsel yang dipegang oleh Damar. “Ihiwwwwww.. cie cie..., Kenapa tuh Mas Damar foto Mbak Ratna di lihatin mulu,” ledeknya.
Damar segera menyadari adik remajanya yang masih memakai seragam sekolah putih abu-abu, ia pun mematikan layar monitor ponselnya,
“Kapan kamu pulang?” tanya Damar pada sang Adik.
Danum lantas duduk di samping Kakaknya yang tengah di landa kegalauan,
“Baru aja masuk rumah,” sahut Danum.
“Terus kenapa nggak salam?” tanya Damar yang tidak mendengar salam dari adiknya.
Danum pun merangkul pundak Kakaknya, “Mas, Mas Damar kalau kangen sama Mbak Ratna, temui dia Mas. Daripada terus mikirin dia sampai nggak denger orang salam,”
Damar menatap Danum yang mulai beranjak dari duduknya,
“Aku mau mandi akh,” ucap Danum, ia pun berjalan menuju kamarnya, tak lama keluar membawa handuk.
Sedangkan Damar ia juga ingin mandi, dan benar juga apa kata adiknya. Ia akan menemui Ratna, orang yang sedang menguasai pikirannya.
“Eits, Mas mu mandi dulu.” ujar Damar jalan mendahului Danum yang sudah berdiri di depan pintu kamar mandi.
“Astaghfirullah.” seru Danum, dengan tingkah Kakaknya.
Sementara menunggu Kakaknya mandi, Danum mencuci tangannya dan membantu Bu Suci yang sedang menguleni cilok. “Biar Danum bantu Bu,” kata Danum yang sudah duduk di kursi dapur.
••
Selama lima belas menit sudah, Damar berjibaku didalam kamar mandi. Akhirnya keluar dengan handuk yang melilit pinggangnya. Merasa segar dan mempunyai energi kembali, untuk menyusun semua rencana.
Danum pun melirik Kakaknya sekilas
“Smile,” kata Damar kepada Adiknya yang hendak masuk kedalam kamar mandi.
“Mas gendeng!” cibir Danum.
Bu Suci hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat kedua putranya yang selalu saja seperti anj*ng dan kucing kalau sudah berebutan.
Kembali ke kamar dan berganti pakaian yang terlihat rapih, kaos berlengan panjang warna hitam. Dan celana jeans panjang membuat tampilannya tampak cool, sudah seperti model, kulit tidak hitam juga tidak putih, tubuh yang atletis mendukungnya untuk menyanggah pendapat orang-orang bahwa dirinya merupakan pedagang cilok dan cowok dengan kehidupan yang sangat sederhana.
Hampir semua pekerjaan apapun ia lakukan demi kebutuhan keluarganya, Damar tidak pernah malu dengan pekerjaan serabutan ia berpikir realistis, yang terpenting baginya masih dalam jangkauan halallan toyiban.
Keluar dari kamar, ia melihat ponsel yang tergeletak di meja ruang tengah. Damar pun menyalakan layar ponselnya, namun sudah lebih dari satu jam, pesan yang ia kirim untuk pacarnya tidak juga mendapat balasan. Menaruh kembali ponselnya di atas meja.
Damar berjalan menuju dapur untuk mengambil pesanan Bu Romlah, melihat dandanan anaknya yang rapih, membuat Bu Suci mengisi pikirannya dengan berbagai pertanyaan, “Mau kemana kamu Damar?”
Damar yang sudah berdiri didekat meja makan pun menatap Ibunya, “Nganterin cilok yang tadi Ibu bilang,”
“Kenapa kamu rapih banget, kalau Cuma mau nganterin cilok kerumah Bu Romlah, setau Ibu Bu Romlah nggak punya anak gadis,” jelas Bu Suci, mengingat salah satu pelanggan setianya tidak mempunyai anak gadis.
Melihat tatapan curiga dari sang Ibu, membuat Damar tidak bisa membohonginya.
“Uhm... Damar mau ketemu sama Ratna, Bu,” ungkap Damar.
Bu Suci nampak menghela nafasnya, “Hhhhh...” beliau menghentikan aktivitas tangannya yang tengah membuat bulatan dari adonan tepung kanji.
“Ibu sudah bilang Nak, bangunlah dari mimpimu,” imbuh Bu Suci.
Damar duduk di kursi bersebelahan dengan Ibunya.
“Damar lagi nggak tidur Bu, jelas-jelas Damar duduk di sebelah Ibu,” jawab Damar hendak meledek Wanita yang telah melahirkannya.
“Jangan bercanda Nang! Ibu serius.” Pungkas Ibu menyebut putra sulungnya dengan sebutan ‘Nang.
Damar hanya bisa tersenyum kecut, “Ehm.. memang kenapa sama Ratna Bu, Ibu nggak suka kalau Ratna jadi menantu Ibu?” tanya Damar, sudah jauh memikirkan hubungannya dengan Ratna, meskipun ia menjalin kasih masih secara sembunyi-sembunyi dari orang tua Ratna.
“Le cah bagus, dengan siapapun nantinya kamu menjatuhkan pilihan. Ibu akan memberi restu Ibu, dan Ibu akan selalu menganggap menantu Ibu seperti anak Ibu sendiri, tapi kenapa harus Ratna, anak Juragan tanah, dia tidak sebanding dengan hidup kita Nak!” jelas Ibu, memperingatkan Damar.
Damar menunduk lesuh, “Tapi Damar dan Ratna nggak memandang perbedaan kita Bu,” kata Damar lirih.
Bu Suci lagi-lagi hanya bisa menghela nafas,
“Pikirkan ucapan Ibu, tidak salah dengan orang yang jatuh cinta, tidak salah juga dengan pilihanmu memilih Ratna tapi apa orangtua Ranta sudah tau tentang hubungan kalian?” tanya Bu Suci, menjelaskan tentang hubungan putranya yang sudah di ketahui’nya bahwa putranya tidak mendapat restu.
Tentu saja rahasia itu, beliau dapatkan dari putra bungsunya. Damar terkejut atas ucapan Ibunya yang sudah mengetahui bahwa ia berpacaran tanpa adanya restu dari orang tua Ratna yang kaya.
“Darimana Ibu tau?” tanya Damar, tepat saat itu pula pintu kamar mandi yang menjadi satu dengan ruangan dapur yang cukup luas, membuat Damar melempar tatapan menghunus kepada adiknya.
Merasa mendapat serangan tatapan tajam dari Kakaknya, membuat Danum menelan ludahnya bak menelan biji buah kedondong. “Kenapa Mas?” tanya Danum.
“Sudah, jangan salahkan Danum,” ujar Ibu, agar tidak ada kegaduhan diantara kedua putranya.
Danum pun membenarkan ucapan Ibunya, “Bener tuh Bu.”
“Pergi nggak!” sergah Damar sambil mengayunkan pisau dapur keatas. Membuat Danum bergidik ngeri dan melesat pergi dari dapur.
“Walah edan Mas Damar Bu, tolong anak mu yang tampan ini...!!!” jejeritan Danum melenggang pergi dari dapur sambil memegangi handuknya.
•
Dengan mengendarai sepeda motor Vespanya yang ia beli dari hasil jeri payahnya, meskipun bekas pakai.
Sebelum ia kerumah Ratna, Damar terlebih dulu mengantar pesanan ke rumah Bu Romlah. Damar menyusuri jalanan Malioboro dan melewati pertokoan serta tugu pal putih. Dua puluh lima menit sudah Damar berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar nan megah.
Rumah dari pemilik juragan tanah, dan juga pemilik PT Jaya Gemilang bergerak di bidang perindustrian. Damar nampak ragu untuk menekan bel di samping pagar yang terbuat dari teralis besi. Bahkan suaranya saja serasa tercekat di tenggorokan untuk memanggil pacarnya.
Damar kembali mengingat tiga bulan yang lalu, ia datang untuk pertama kalinya kerumah megah milik orang tua Ratna, ia langsung bertemu dengan Ayah dari Ratna. Ayah Ratna berpikir bahwa Damar adalah tukang ledeng yang akan membetulkan saluran air dirumahnya.
Namun, saat Damar menjelaskan ia adalah pacar Ratna, dengan sangat gagah. Bukan sambutan yang baik dari kedua orang tua Ratna.
Damar di cerca berbagai pertanyaan-pertanyaaan Pak Kusumo nama dari Ayah Ratna.
“Pekerjaan mu apa? Orangtuamu tinggal dimana? Lalu kamu lulusan sarjana berapa?
Semua rentetan pertanyaan Pak Kusumo membuat Damar mengecilkan nyalinya, namun Damar tidak ingin berbohong. Ia menjawab dengan jujur semua pertanyaan yang dilayangkan Pak Kusumo padanya.
“Saya hanya pedagang cilok, kadang saya menjadi tukang sol sepatu dan apapun pekerjaan akan saya lakukan yang terpenting halal, ayah saya meninggal, dan Ibu saya hanya Ibu rumah tangga, serta saya tinggal di rumah sederhana.”
“Hey orang kismin! Tidak sudi aku punya menantu seperti mu!” telak Pak Kusumo segan-segan menghina, dan menentang hubungan putrinya dengan pemuda miskin ditambah lagi yatim.
“Ratna, kamu kenal dimana Lelaki miskin ini? Apa kamu buta Na! Dia berbeda kasta dengan kita. Kamu mau mencoreng nama baik keluarga kita?” cerca Pak Kusumo mendelikan matanya menatap anak bungsunya dari ketiga bersaudara.
“Tapi Pi, Damar laki-laki yang baik, Damar yang telah menyelamatkan Ratna. Saat Ratna hampir tenggelam di pantai, Pi,” jelas Ratna, yang tengah terduduk di kursi megah.
Sementara Damar dibiarkan oleh Pak Kusumo tetap berdiri, bak seekor anj*ng liar yang hina. Bu Ana, istri Pak Kusumo pun melihat Damar dengan tatapan hina.
“Jangan-jangan dia cuma mau memanfaatkan mu saja Ratna, setelah tau kamu adalah anak orang kaya,” sinis Bu Ana mengatakan perkataan yang membuat Damar mengangkat wajahnya yang semula tertunduk.
Tanpa rasa takut, Damar menatap Bu Ana.
“Saya bukan orang seperti itu Bu,” sanggah Damar.
“Jangan sebut saya Bu, saya bukan Ibumu, ataupun saudara mu!” cibir Bu Ana.
Bu Ana mencebikkan bibirnya, beliau pun kembali mencibir Damar, “Heleh, mana bisa pemuda miskin seperti kamu, nggak mempunyai niatan jahat sama anak saya, atau mungkin kamu mengguna-guna Ratna kan?” tuduh Bu Ana, semakin berkata kejam, bak belati tajam.
Damar menggeleng kuat, “Astaghfirullah, orang tua saya tidak mengajarkan yang demikian Anda sebutan,”
“Persetan! Dengan semua ucapan mu,” sentak Bu Ana, kejam.
“Mami!” sela Ratna, ia mengatur deru nafasnya yang serasa tersengal, pandangannya mulai mengabur.
“Ratna! Tidak biasa kamu akan melawan ucapan Orangtuamu Na, Papi yakin ini akibat pengaruh lelaki miskin ini,” tuduh Pak Kusumo, menyangka Damar sudah memberikan dampak buruk untuk putri bungsunya.
“Nggak Pi. Justru selama Ratna mengenal Damar, Damar selalu mengajarkan Ratna tentang kebaikan dan agama, Pi,” sanggah Ratna, karena memang apa yang di tuduhkan Papinya tidak seperti itu.
“Cukup Ratna!” sentak Pak Kusumo, dengan nada suara tinggi.
Membuat Damar, Ratna juga istrinya sendiri tercengang.
“Hey pemuda jelata, sebelum satpam menyeret mu untuk keluar secara paksa. Mending kamu punya malu, gih pergi!” usir Bu Ana, seraya mengibaskan tangannya, sudah seperti mengusir seekor lalat.
Perlahan Damar pergi dari rumah yang sangat megah, lampu hias yang menggantung di tengah-tengah ruang tamu yang cukup besar.
“Damaaaaaaar.....” teriak Ratna memanggil pemuda yang telah menyelamatkannya satu tahun lalu. Tapi juga tidak mengejar Damar, antara cinta dan rasa berhutang budi membuat Ratna dilema, dengan perasaan yang sesungguhnya kepada Damar.
•••
Bersambung....
♠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Jonathan Ray
mantap nih.ceritanya mulai seru.ttp semangat bos qqq......💪💪💪💪💪
2023-01-02
1
khey
aku pikir Danum perempuan, haha
2022-12-09
1
khey
Nang itu arty apa ya kak?. 🤔
2022-12-09
1