Damailah dalam ketulusan untuk hidup sebagai pribadi yang baik. Rezeki yang baik adalah untuk orang baik.
(Jangan lupa tinggalkan jejak Kakak)
♠
"Belum, lagian orang-orang kampus aja belum pulang,” balas Damar.
•••
Setelah beberapa saat mengobrol dan berbagi pengalaman kepada beberapa sesama pedagang, Damar pun kembali menarik gerobak ciloknya, menyusuri jalanan beraspal. Menuju kampus, bukan untuk kuliah, bukan juga untuk belajar.
Ia biasa mangkal di kampus universitas ternama di salah satu Kota yang mempunyai kuliner khas panganan tradisional Bakpia pathok, Kuliner tradisional ini telah tersohor lantaran rasanya yang gurih dan lezat dari kacang hijaunya. Namun, sebelum itu, ia terlebih dulu mampir di Masjid tak jauh dari kantor catatan sipil.
Untuk melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim, Damar meninggalkan gerobak ciloknya di halaman Masjid yang cukup luas, setelah lima belas menit pun terlewati.
Damar kembali mendorong gerobaknya, satu jam kemudian dengan berjalan kaki, ia pun sampai di depan universitas yang dituju. Di bawah pohon yang cukup rindang di sisi kanan jalan ia pun berhenti dan menunggu beberapa saat untuk anak-anak kampus pulang.
Saat tengah menunggu, Damar tengah mengedarkan pandangannya menatap jalanan yang beraspal, ia pun melihat seorang Pria tua hendak menyeberang jalan. Dengan menggunakan tongkat Damar menduga Pria tua itu buta.
Namun Damar juga melihat mobil dari arah lain yang melaju dengan kecepatan tinggi serta mengemudikannya dengan ugal-ugalan.
"Kakek awaaaas...!” teriak Damar.
WUHHSSSHHH
Membuat Damar seketika berlari dan menyambar lengan Pria tua itu.
BUGH
Kakek tua itupun terhempas ke pinggir jalan, membuat erangan dari suara renta'nya, "Aduh..” rintih Kakek, mengusap telapak tangannya yang tergores batu kerikil.
Sementara Damar terbentur pembatas jalan di bagian keningnya, dan menyebabkan goresan yang cukup dalam, serta mengeluarkan darah segar. Damar beranjak seraya memegangi kepalanya yang terasa berat.
Ia pun menghampiri Kakek tua yang masih bersimpuh di atas jalanan hitam nan kasar, "Kakek, mari saya bantu berdiri.” ujar Damar, ia pun membantu memapah tubuh tua yang dibalut kemeja batik serta celana panjang.
Membawa Kakek untuk duduk di pinggiran jalan, "Kakek, Kakek nggak pa-pa?” tanya Damar memastikan.
"Kakek nggak pa-pa, hanya sakit di telapak tangan,” ujar Kakek, seraya memegangi telapak tangannya.
Damar pun melihat telapak tangan Kakek yang ditolongnya, Kakek mengeluarkan sapu tangan dari saku kemeja batiknya dan memberikannya kepada Damar.
Damar pun menerimanya, dan mengusap tangan Kakek dengan sapu tangan bercorak batik hitam.
"Kenapa kamu menolong saya nak?" tanya Kakek, disela Damar membersihkan lukanya.
Damar menatap sekilas kearah Kakek, dan kembali menunduk membersihkan luka di telapak tangan Kakek, "Karena saya sudah pernah kehilangan,” jawab Damar.
"Siapa namamu?" tanya Kakek.
"Damar,” sahut Damar.
Kakek seolah tidak puas akan jawaban singkat Damar, pun kembali bertanya seolah sedang mengoreksi informasi, "Nama lengkapmu?”
Damar menatap Kakek berkaca mata dengan tatapan heran, namun ia tetap menjawab, "Damar Mangkulangit,”
Kakek pun nampak manggut-manggut, dan menyunggingkan senyuman, membuat Damar heran. Damar berpikir, entah senyuman yang terlukis di wajahnya menandakan perasaan apa?
"Siapa nama Ayahmu?” tanya Kakek lagi, menambah semakin keheranan dari raut wajah Damar.
Kakek yang sedang berpura-pura buta ini sebenarnya dapat melihat dari ekor matanya, melihat Damar tengah menatapnya dengan curiga. "Siapa tau saya mengenal orangtuamu, karena saya juga asli Jogja yang sudah lama tinggal di provinsi P,” sanggah Kakek, agar Damar tidak curiga.
"Gusli,” sahut Damar.
"Gusli Wijaya,” imbuh Kakek, membenarkan nama dari Ayah Damar.
Sebelum Damar kembali bersuara, dan mengajukan pertanyaan perihal darimana Kakek yang baru ditemuinya ini dapat mengerti nama lengkap Ayahnya yang jarang disebutkan.
Tiba-tiba ada mobil sedan yang berhenti di depannya, "Kakek,” seru seorang wanita yang baru keluar dari dalam mobil.
Wanita berambut sepunggung berwarna cokelat serta memakai kaca mata hitam dan berpakaian serba hitam, itupun menghampiri Kakek,
"Kakek, kenapa Kakek bisa ada disini?" tanya wanita itu panik.
Wanita itupun menuntun Kakek masuk kedalam mobil tanpa mengindahkan Damar yang terlihat akan menyuarakan suara.
Saat sudah ada didalam mobil bagian penumpang belakang, Kakek membuka kaca mobil, "Terimakasih nak, sudah bersedia menolong Kakek.” ucap Kakek, seraya memberikan beberapa lembar tissue juga uang kepada Damar.
Damar pun menyunggingkan senyuman, ia menerima tissue yang diberikan Kakek, dan menolak uang yang juga di sodorkan oleh Kakek, "Sama-sama Kek, sudah menjadi kewajiban manusia untuk saling tolong menolong,"
"Nama Kakek, Bagaskara Wijaya, nanti kita akan bertemu kembali, dengan cara lain.” ujar Kakek, membuat tanda tanya besar dibenak Damar.
Kakek pun menutup kaca mobil, dan mobil yang dikemudikan seorang sopir pun melenggang pergi. Membuat Damar mengelus dadanya.
"Kenapa Kakek itu seolah bisa menatapku, apa dia pura-pura buta tadi?" gumam Damar heran.
"Akh, emang nggak ada kerjaan beliau melakukan itu,” heran Damar lagi, seolah Kakek yang ditolongnya adalah Kakek misterius.
Setelah mobil itu tidak terlihat, dan hanya meninggalkan tanda tanya, namun Damar tidak ingin ambil pusing, ia pun kembali ke gerobak ciloknya, seperti biasa anak-anak kampus yang sudah menjadi pelanggannya pun mengerubunginya seperti gula mengerubungi semut, eh kebalik semut nakal yang mengerubungi gula, hmm.
"Mas Damar keningmu kenapa?" tanya mahasiswi Anggi, melihat kening Damar terbuka menganga dengan goresan segar.
"Oh ini, tadi terbentur," jawab Damar, seraya mengusap darah dengan tissue.
"Segera di obati Mas,” ujar mahasiswi Amel ikut menimpali.
"Iya," sahut Damar, Damar pun mencuci tangannya, dengan air dari botol yang ia bawa.
Damar kembali melayani para mahasiswa dan mahasiswi yang membeli ciloknya.
"Mas aku lima ribu yah,” ucap salah satu mahasiswi berhijab segitiga berwarna biru.
"Iya Mbak Ita,” jawab Damar.
"Hah, Lo murah bener cuma di tawar lima ribu!” kata mahasiswa lain yang berasal dari Depok, khusus kuliah di Kota yang memiliki banyak destinasi wisata.
"Ih apaan si kamu Ndra, maksudnya tuh Ciloknya,” jawab Ita.
"Hoo... gue kira Lo murah banget," imbuhnya. "Pan gue kagak perlu nih cari yang lain!” imbuh pemuda yang memakai jas biru tua, khusus jaket anak kuliahan.
Ita, dan beberapa teman-teman yang sedang berkumpul di bawah pohon rindang pun heran, "Maksud Lo nggak perlu cari yang lain, ntuh gimana?” kata salah satu teman mahasiswi Ita, yang bernama Cici.
"Udah dah, gue cuma bercanda! hehe.” kata Indra terkekeh ringan. ia pun mendapat cibiran dari Ita juga teman satu angkatan yang sudah mengerti bahwa Indra adalah mahasiswa playboy cap badak.
"Mas Damar, abis Ita, aku yah, aku Ciloknya lima belas ribu jadiin dua bungkus.” kata mahasiswi yang berambut panjang diikat kuda.
"Oke Mbak Putri,” jawab Damar, melihat sekilas kearah Putri, karena ia tengah sibuk melayani para pemuda-pemudi kampus.
"Mas Damar, Mas Damar punya pacar nggak?” kata mahasiswi lain, dengan gaya pakaian agak tomboy.
"Nape boy?” kata mahasiswa berasal dari kota Boyolali, menyebut boy, pada gadis tomboy.
"Apaan si Lo Pras!” sahut cewek tomboy.
"Eh Sisil, lagian kamu nanya begitu mau ngapain? Masih demen kamu sama cowok!” nyiyir Prasetyo.
Sisil si cewek tomboy pun mencebikkan bibirnya,
"Ck. Orang aku tanya Mas Damar, kenapa si kamu terus yang jawab!” kesal Sisil.
"Gaje!” cibir Sisil
"Udah -udah, kenapa si kalian selalu ribut, ntar malah jadian loh kalian!" kata mahasiswi lain.
"Dih amit-amit, mana ada aku bisa jatuh cinta ama si Pras, Mega. Cowok nyebelin, kaya dia nggak selevel ama aku," sahut Sisil.
"Leh, aku juga ogah kali sama kamu, boy, cewek tomboy!” balas Prasetyo melirik Sisil yang sama-sama melempar tatapan sengit, dan keduanya sama-sama membuang wajah.
Saat keriwehan di antara anak-anak kampus sedang terjadi, Damar yang sedang sibuk membungkus satu persatu pesanan pun tidak sengaja mengedarkan pandangannya menatap jalanan. Terkejut tatkala sekilas melihat seseorang seperti pacarnya tengah berboncengan dengan seorang cowok memakai motor ninja.
Melihat dengan seksama, serta mengucek matanya, barangkali ia salah melihat. Namun, dari postur tubuhnya, serta rambut juga pakaian yang dikenakan si cewek, dapat di simpulkan bahwa itu memang pacarnya.
"Ratna.” gumamnya.
Sesaat kemudian, pandangan Damar teralihkan karena ia di panggil seseorang yang sudah berdiri di sebelahnya.
"Damar!" panggil seseorang itu.
Damar pun menoleh kearah sampingnya, dan kembali menatap jalanan, namun cewek yang di duga pacarnya sudah semakin jauh bersama dengan seorang cowok yang juga seperti di kenalnya.
"Kenapa si kamu Dam?” tanya seseorang itu lagi.
Damar kembali mengalihkan perhatiannya, menatap orang yang sejak tadi menunggu jawaban darinya,
"Nggak pa-pa Jun," jawab Damar, ia kembali fokus membungkus cilok yang sudah di beri toping berbagai bumbu juga saus sesuai selera pembeli.
"Dam, masih ada nggak ciloknya? Emak minta di oleh-olehin cilok dari kamu," ujar Juna, sekaligus bertanya kepada Damar.
"Masih ada!" sahut Damar.
"Alhamdulillah," seru Juna senang.
"Tapi di rumah!" telak Damar, seketika membuat senyuman Juna memudar.
Juna merasa kesal akan jawaban Damar, teman SMA nya. Pun menampol punggung Damar.
"Akh sialan kamu Dam!”
Damar hanya mengangkat bahunya acuh,
"Mbak Ita, Mbak Putri, ini udah selesai,” kata Damar memanggil anak-anak kampus yang juga membeli ciloknya.
Damar pun memberikan kantong plastik berisikan cilok, dan menerima uang dari kedua gadis kampus itu.
"Makasih Mas Damar,” kata Ita juga Putri.
"Sama-sama.” jawab Damar.
"Ini punya Mbak Ani, Mas Indra sama Bang Toyib,” kata Damar memberikan bungkusan berisikan cilok.
"Eh, Bang Toyib Bang Toyib, kenapa tak pulang-pulang anakmu anakmu merindukan susumu, haha..” ledek salah satu mahasiswa berambut keriting asal Ambon.
"Makasih Mas Damar.” kata Ani.
Damar menerima uang dari anak-anak kampus yang membeli ciloknya, seraya melebarkan senyumnya, "Sama-sama,”
Melihat senyumnya yang menawan, membuat kedua gadis itu seakan terpesona, "Aih, jangan senyum begitulah Mas Damar," kata Putri.
"Loh kenapa?” tanya Damar, heran.
"Meleleh hati Ita Mas Damar,” imbuh Ita.
"Alaaaaaakhhhh.....!” seru semua anak-anak kampus, mendengar rayuan dari kedua gadis kampus yang mengambil jurusan akuntansi.
Suwiwiiittt!!!
Siulan dari bibir mahasiswa lain mengundang gelak tawa.
Kini setelah dagangan ciloknya habis terjual, Damar sudah bersiap-siap untuk pulang. Namun melihat Juna yang masih setia menemaninya pun heran, Damar pun bertanya, "Kenapa kamu Jun?”
Juna hanya diam, ia sedang memikirkan sesuatu yang dilihatnya tempo lalu. Saat Juna baru pulang mengantar Emaknya memeriksakan kesehatan ke Dokter, ia tak sengaja melihat Ratna nama pacar dari Damar sedang berboncengan dengan seorang cowok memakai motor ninja.
"Woy Jun, kamu kenapa?" tanya Damar lagi.
Juna pun terkesiap, "Ratna kayanya selingkuh deh Dam!” kata Juna spontan.
Damar terkejut dengan ucapan yang di lontarkan teman SMA nya itu,
"Jangan asal bicara! Jun," sahut Damar dengan nada suara tegas.
Juna menatap Damar dengan seksama, "Suwer Dam, aku lihat dia dua hari yang lalu, pas aku pulang nganter Emak periksa, dia boncengan sama cowok pakai motor ninja lagi, keren kan?” ungkap Juna, yang mengikuti Damar berjalan mendorong gerobak ciloknya.
Damar diam, ia kembali mengingat sekilas cewek yang ia lihat pas sedang melayani cilok.
"Dam, Dam! Kamu dengar aku lagi ngomong kan?” tanya Juna, yang merasa diacuhkan oleh Damar.
Damar pun menghentikan langkahnya, dan disusul oleh Juna, yang berdiri di sampingnya. Damar menoleh kearah Juna, terlihat Damar yang menghela nafas.
"Aku akan coba cari tahu, makasih atas informasinya, Jun.” ujar Damar dengan raut wajah datar.
Damar pun kembali melanjutkan langkahnya, mendorong gerobak ciloknya, tujuannya saat ini ialah rumah. Karena dagangan ciloknya sudah habis.
Sementara Juna tidak lagi mengikuti langkah Damar, ia menatap punggung Damar dengan tatapan kasihan.
"Kasihan kamu Dam, hidupmu penuh dengan perjuangan. Bapak mu meninggal, kamu putus sekolah, dan sekarang kamu jadi tulang punggung keluarga.” gumam Juna, meratapi nasib temannya.
"Seharusnya aku bersyukur, Emak masih mau menyekolahkan ku, sampai saat ini.” gumamnya lagi, dan berbalik badan, menuju parkiran kampus, lalu mengambil sepeda motornya.
•••
Sepanjang jalan menuju rumahnya, Damar masih memikirkan cewek yang sama persis dengan pacarnya. Dan juga ditambah lagi ucapan Juna.
Sampai Damar tidak sadar, ia sudah melewati rumahnya sendiri karena asik memikirkan Ratna.
Sampai suara seseorang menyadarkan lamunannya.
"Mar, hey Damar!”
♠
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
😂😂😂😂😂😂😂
2022-10-28
0
Muhammad Pratama
aduh mas damar dorong gerobak sambil melamun untung nggak nabrak aku, 😂😂😂
2022-09-15
0
kang ngintip 📷
walaupun cerita fiksi, tapi seolah-olah emang beneran diangkat dari kisah nyata... best Thor 👍
2022-06-16
0