Selamat Tingal

Mila keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pura pura tak terjadi apa apa padanya, seakan dia tak tau rencana Damar.

Begitu pun Damar, dia berpura pura baik baik saja berada di sana menjadi tawanan Mila, dan seolah dia benar benar tertaik pada wanita itu.

"Kamu belum makan sayang?" Mila yang masih mengenakan bathrobe nya mendekati Damar.

"Ah, iya, aku menunggu wanita cantik ku" ucap Damar tersenyum palsu.

"Kamu manis sekali," seloroh Mila, dia berniat akan mengikuti permainan Damar dan memanfaatkannya.

"Apa kamu mau berjalan jalan dengan ku di pantai?" rayu Damar.

"Tergantung !?" ucap Mila ambigu.

"Maksudnya?"

"Tergantung, kalau kau bisa membuatku puas di ranjang, aku akan mengajak mu keluar untuk berjalan jalan" Ucap Mila dengan seringai iblisnya.

Sungguh pilihan yang sulit bagi Damar, dia benar benar tak ingin melakukan hal itu dengan wanita iblis ini, andai ada cara lain...

"Kenapa, kau tak mau ?" Mila menyeringai penuh arti.

"Ah, tentu saja aku mau, siapa yang berani menolak wanita cantik seperti mu." Damar melingkarkan tangan kanannya di pinggang Mila.

"Aku akan membuatmu menjadi laki laki paling bahagia di muka bumi ini, dan aku tak akan melepaskan mu dari sisi ku sampai kapan pun" Bisik Mila penuh penekanan.

Alih alih bahagia, ucapan Mila justru lebih terdengar seperti sebuah ancaman di telinga Damar, pikirannya semakin kalut memikirkan cara melarikan diri dari jeratan Mila.

Ponsel Mila berbunyi, tanda ada pesan masuk, wajah Mila berubah menjadi panik saat membaca pesan itu, dia segera memakai pakaian dan berlari keluar kamarnya, saking paniknya, dia hanya menutup pintu dan lupa mengunci pintu kamarnya itu.

Damar yang melihat peluang di depan matanya, langsung tak menyia nyiakan kesempatan itu, dia keluar dari kamar itu dengan mata yang waspada dengan sekeliling luar kamar, beberapa orang terlihat berjaga tapi agak jauh dari letak kamar Mila.

baru beberapa langkah keluar dari kamar itu, seseorang yang berpakaian serba hitam menyeretnya dan Damar mencoba berontak, tapi todongan senjata api di pinggangnya membuat dia mengurungkan niat untuk berontak.

"Ikuti aku !" ucap pria berpakaian serba hitam dan memakai penutup kepala itu memerintah.

Damar mengikutinya patuh tak melawan, dia pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya.

Kini dia di bawa ke sebuah bangunan di pinggir pantai.

"Damar !" panggil seseorang yang suaranya lumayan Damar kenal.

"Rani, kamu disini ?!" Damar menyambut Rani yang berlari memeluk dirinya.

Lama Rani memeluk Damar, entah apa yang di rasakan di hati kedua orang asing yang tiba tiba akrab dan saling menghawatirkan satu sama lain itu, yang jelas mereka sama sama merasa lega setelah saling bertemu dan memastikan mereka baik baik saja.

"Apa kalian akan berpelukan terus, tak ingin keluar dari pulau ini !?" bentak Yudha.

Rani mengurai pelukannya,

"Terimakasih sudah membawa dia kesini dengan selamat" ucap Rani.

"Belum saat nya kalian berterima kasih padaku, lebih baik kalian cepat bersiap siap untuk keluar dari sini, mumpung semua orang sedang di sibukkan dengan kebakaran di pub dan casino" ucap Yudha

"Apa ini semua ulah mu ?" Rani memicingkan matanya.

"Tak ada cara lain untuk mengalihkan perhatian Mila termasuk orang orang di sini, " ujar Yudha.

"Apa tak akan terjadi apa apa dengan mu? bagaimana kalau mereka tau itu ulah mu" Rani sedikit merasa bersalah, demi menyelamatkan dirinya dan Damar, Yudha sampai berbuat nekat dan tak memperdulikan keselamatannya sendiri.

"Aku bisa mengatasinya, yang penting kalian selamat" ucap Yudha meyakinkan Rani kalau tak ada yang perlu di hawatirkan dengan dirinya.

Yudha membawa Rani dan Damar ke jalan rahasia yang hanya orang dalam saja yang tau untuk keluar dari pulau dan menuju hutan, beruntung semua orang di pulau sedang memusatkan perhatian pada kebakaran besar akibat ulah Yudha yang di sengaja.

"Aku hanya bisa mengantarmu sampai sini, kalian sudah pernah melewati hutan ini kan, nanti di pantai setelah hutan ini akan ada perhu yang menunggu kalian untuk mengantarkan kalian ke desa sebrang pulau," urai Yudha.

"Terimakasih" ucap Damar.

"Jaga dia untuk ku, maaf tak bisa mengantar kalian, dan hanya ini yang bisa aku lakukan, karena kalau kalian menyebrang dari pantai dalam pulau akan lebih berbahaya" terang Yudha, maksudnya bisa saja mereka menyebrang langsung dari pantai daerah terlarang tanpa perlu melewati hutan, tapi resikonya terlal besar.

Mereka berpisan di jalan masuk hutan.

Yudha kembali ke daerah terlarang, dan Damar bersama Rani memulai perjuangannya melewati hutan itu kembali untuk agar sampai ke pantai tempat pertama mereka datang ke pulau ini dan kembali ke seberang pulau.

Hari semakin gelap saat mereka baru melintasi setengah perjalanan di hutan itu.

"Apa kamu lelah? kita bisa istirahat dulu di sini kalau kamu mau" tanya Damar merasa kasihan karena mereka terus berjalan tanpa istirahat sedikitpun.

"Apa akan aman bila kita berhenti di sini?" Rani bertanya balik.

"Aku akan berjaga, kamu istirahat lah sebentar" ujar Damar.

"Tolong..." terdengar samar samar suara lirih seorang perempuan meminta tolong.

Damar dan Rani saling berpandangan, mereka cukup trauma saat menyelamatkan Mila di hutan yang ternyata malah menjebak mereka dalam pusaran bahaya.

"Sst" Damar memberi isyarat agar Rani tetap diam.

"Tolong kami..." suara itu terdengar kembali.

Mendengar suara yang sangat memilukan di telinga itu ternyata mengusik sisi jiwa Damar yang selalu tidak tegaan dan ingin membantu.

"Mau kemana?" lirih Rani memegangi tangan Damar yang sepertinya akan pergi.

"Aku akan melihat sekitar dan mencari tau barang kali ternyata ada yang perlu pertolongan kita"

"Tapi !" tahan Rani mengeratkan pegangannya di tangan Damar.

"Tetap di dekat ku, jangan jauh jauh dari ku, kita akan lihat bersama" Damar membawa Rani mengikuti sumber suara, namun suara itu tak lagi terdengar.

Beberapa menit berlalu, mereka tak menemukan siapa pun di hutan itu, namun tiba tiba terdengar suara batuk yang tertahan, suaranya terdengar begitu dekat.

"Siapa itu ?" reflek Damar memasang mode waspada,

Saat mereka sedang berjalan mencari sumber suara, terlihat dua orang yang sedang menyandar di pohon besar.

"Febi, itu febi sama Bonar !" pekik Rani lirih.

"Kamu tunggu lah, aku tak akan lama, tetap di sini, dan berteriak lah bila ada sesuatu terjadi agar aku tau." Damar menyuruh Rani agar tetap di tempat itu, karena takut itu jebakan.

Rani mengangguk, dia berdiri di balik pohon memeperhatikan Damar yang mendekati Febi dan Bonar.

"Kalian, kenapa ada di sini?" tanya Damar.

"Kami melarikan diri saat gedung tempat kami di sekap terbakar" ucap Feby.

"Tapi bang Bonar,,, dia, dia terluka parah, aku tak sanggup lagi memapah nya" Febi menatap Bonar dalam kegelapan malam.

Damar mendekat ke arah Bonar yang tergeletak tak berdaya, beberapa bagian tubuhnya terdapat luka bakar yang cukup parah.

Damar memberi kode pada Rani untuk mendekat dengan melambaikan tangannya, setelah memastikan kalau keadaan sekitar aman.

"Apa yang terjadi ?" ucap Rani saat mendekat ke arah mereka.

Damar terlihat bingung, lalu dia membisikan sesuatu pada Rani.

"Ya Tuhan !" Rani tersentak.

"Maaf feby, tapi sepertinya Bonar sudah tiada" dengan ragu ragu Damar akhirnya menyampaikan berita duka itu pada Feby yang masih memeluk tubuh tinggi besar Bonar yang sudah tergeletak tak bernyawa, dia masih berharap Bonar baik baik saja. Febi menggeleng gelengkan kepalanya pandangannya mulai nanar, dan langsung memeriksa nadi di tangan dan leher Bonar yang sudah tak berdenyut lagi.

"Tidak, dia tadi masih bicara dengan ku, ini tidak mungkin!" Feby mulai histeris, dia menangis dengan sisa sisa tenaganya yang sudah terkuras karena memapah tubuh tinggi besar Bonar sampai ke tengah hutan.

Rani memberikan sebotol minuman miliknya yang sengaja di berikan Yudha untuk perbekalan dirinya dan Damar di perjalanan.

"Aku belum menemukan Surya, bagaimana nasibnya aku tak tau," lirih Febi meratapi nasib dirinya dan timnya.

"Surya baik baik saja" ucap Rani

"Darimana kau tau? kenapa kau tak mengajaknya keluar dari sana bersama kalian?" cecar Febi.

"Maaf, tapi Surya yang menangkap dan menyekapku di sana, untung aku bisa melarikan diri" Rani terpaksa mengatakan yang sebenarnya, meski tau itu semakin menambah kesedihan Febi yang baru saja kehilangan Bonar, Damar yang juga baru tau cerita itu sedikit terlihat kesal.

"Apa maksudmu?" tanya Feby

"Surya ternyata bekerja sama dan berkomplot dengan Jaka, asisten Herman, dari yang aku dengar, mereka ingin menggulingkan kekuasaan Herman dan mengambil alih kekuasaan Herman" terang Rani.

"Itu tidak mungkin ! kau jangan asal bicara, Surya polisi jujur, dia tak mungkin berkhianat !" tepis Febi rak percaya.

"Maaf, tapi aku mendengarnya sendiri" lirih Rani.

"Kau bohong, kalian pergi dari sini, pergi, atau aku akan berteriak agar para penjaga mendengarnya dan menangkap kalian, hahahaha !" Febi menangis sambil tertawa, jiwanya tak kuat menghadapi guncangan yang begitu dahsyat, kehilangan salah satu rekannya untuk selamanya, dan mendapati kenyataan kalau Surya yang juga pacarnya ternyata penghianat yang secara tidak langsung menyebabkan kematian Bonar.

Terpopuler

Comments

Zuraida Zuraida

Zuraida Zuraida

ternyata sifeby itu polwan bodoh, ntu aje stres

2023-06-16

2

AuliaNajwa

AuliaNajwa

lanjut gaskeuuun authour seruuu nih

2021-11-29

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!