Hutan Bayangan

"Kalian sering mengalami kejadian seperti ini?" tanya Damar pada Surya yang terlihat sangat tenang.

"Hmm, kami senang bertualang ke gunung, pulau terpencil, jadi kejadian yang seperti ini sudah biasa kami temui sebelumnya." jawab Surya santai.

"Kalian memangnya kerja apa?" tanya Rani penasaran.

"Kenapa kamu mau tau pekerjaan kami?" ketus Feby.

"Hmh,, gak bilang juga ga apa apa sih, ga begitu penting juga aku tau !" sinis Rani tak kalah ketusnya.

"Kami hanya peneliti lingkungan dan sekelompok pecinta alam saja." lerai Surya memberi penjelasan.

"Kalian sedang meneliti apa di pulau ini?" Damar menimpali, dia hanya ingin mengalihkan perhatian dari keadaan yang mencekam di luar, mungkin dengan mengobrol akan sedikit lebih mencairkan suasana.

"Hanya main main saja, tak ada tujuan tertentu, kami biasa mengunjungi tempat tempat baru setiap bulannya," papar Surya.

"Ooo" Damar pun hanya ber O ria.

Malam semakin larut, suara angin sudah tak begitu bergemuruh seperti tadi, hanya saja hujan deras belum juga mau berhenti.

Ke empat orang itu masih berkumpul di ruangan kecil nan gelap itu, Rani menjadi satu satunya orang yang tertidur di ruangan itu, entah karena lelah, atau memang tak bisa menahan kantuk, dia tertidur dengan paha Damar sebagai bantalnya.

Sementara tiga orang lainnya yaitu Damar, Surya dan Feby tak bisa terpejam sedetik pun, mereka berjaga dan siaga dengan keadaan, waspada bila ternyata ada badai susulan atau bahkan hal lebih parah lagi terjadi, apalagi Surya dan Feby, mereka berdua sepertinya belum bisa tenang sebelum bertemu dan memastikan kalau Bonar teman mereka selamat.

Pagi sudah menjelang, waktu menunjukkan pukul 5 pagi,

"Apa aku tertidur lama ?" Rani terbangun dan mengucek matanya.

"Lumayan" jawab Damar.

"Lumayan bagaimana maksudnya?" tanya Rani.

"Lumayan membuat sebelah kaki ku kram." Damar tersenyum sambil meringis mengusap paha sebelah kanan nya yang terasa kebas karena semalaman menjadi bantal tidur Rani.

"Maaf," lirih Rani merasa malu dan tak enak hati.

"It's okay," ucap Damar datar.

"Kemana surya dan Feby?" Rani mengedarkan pandangannya di ruang sempit itu, merasa tak menemukan dua sosok yang sejak semalam bersama mereka berlindung di tempat itu.

"Mereka keluar beberapa menit yang lalu, katanya ingin mencari Bonar," jawab Damar,

Setelah kebas di kakinya terasa hilang, Damar kemudian berdiri dan menggendong ranselnya.

"Mau kemana?" tanya Rani yang juga beringsut dari duduknya dan segera berdiri.

"Kita harus keluar dari sini, melihat keadaan di luar seperti apa." Damar mengulurkan sebelah tangannya memberi pegangan untuk Rani berdiri.

"Aku ikut !" ucap Rani segera berdiri tanpa memperdulikan niat baik uluran tangan Damar yang di abaikan nya.

"Hmm, kamu memang harus ikut dan tetap bersama ku." gumam Damar.

Damar dan Rani beriringan keluar dari bangunan kotak yang semalam menjadi tempat berlindung mereka dari terpaan badai yang mengerikan semalam.

Mereka terpaku melihat keadaan luar sesaat setelah mereka keluar melewati pintu, keadaan sangat porak poranda, pohon pohon yang tumbang terlihat berserakan dan beberapa tumpang tindih.

Amukan angin semalam juga merobohkan sebuah pohon tua yang sepertinya berusia ratusan tahun dengan ukuran diameter lumayan besar roboh tepat di depan bangunan yang mereka tinggali semalam, untungnya hanya bagian dahan kecilnya saja yang mengenai atap bangunan pos jaga itu, dan tidak menembus dan merobohkan flapon di dalamnya, mereka tak bisa membayangkan jika pohon besar itu semalam menimpa bangunan tempat mereka bermalam, mungkin saat ini mereka hanya tinggal nama, dan jasadnya tak akan ada yang menemukan di pulau terpencil ini, tentu saja hal itu membuat Damar dan Rani merinding dan bergidig ngeri.

Mereka berdua berjalan menjelajahi sisi barat pulau yang terlihat tidak begitu parah kerusakannya, sambil melihat lihat apakah ada manusia lain selain mereka disana, bahkan Surya dan Feby pun tak tau dimana keberadaannya, mungkin mereka mengambil arah jalan yang berbeda saat ini.

Matahari sudah menampakkan dirinya meski masih malu malu memancarkan sinarnya, Damar mendudukan diri di sebuah batang pohon kelapa yang sepertinya semalam tumbang terkena amukan alam yang murka.

"Minumlah, dan sedikit sarapan, aku masih mempunyai beberapa potong roti dan tiga bubgkus biskuit, tapi kita harus menghematnya, sampai besok jemputan tiba." Damar membuka ranselnya dan menyodorkan sebotol air mineral pada Rani yang masih berdiri mengamati keadaan sekitar.

"Begitu banyak wisatawan yang menyeberang kesini setiap harinya, kenapa kita tak melihat satu orang pun disini, di mana mereka sebenarnya?" gumam Rani merasa heran.

"Entahlah, itu juga yang dari tadi sampai saat ini aku pikirkan, atau mungkin kita sudah salah mengambil jalan ?" Damar malah balik bertanya.

Matahari semakin tinggi, pulau itu terlihat sungguh gersang,dengan banyak terdapat batu karang yang menyembul di antara hamparan pasir putih yang berkilauan karena terkena sinar matahari.

Namun anehnya, meski pulau itu terkesan sangat gersang, tapi masih terdapat hutan kecil yang letaknya tak jauh dari pantai, hutan kecil yang di tumbuhi dengan beberapa pohon besar dan tinggi di sana, hutan hijau di tempat gersang, cukup unik.

Mungkin ini yang membuat banyak wisatawan tertarik untuk mengunjungi pulau penuh misteri ini.

"Ayo kita ke sana," ajak Rani menunjuk ke arah hutan setelah dia menghabiskan sepotong roti coklat yang tadi dia dapat dari Damar.

"Hmm," Damar berdeham dan menganggukan kepalanya tanda setuju, jujut saja dia pun merasa sangat tertarik dengan hutan itu, dan berharap bertemu dengan orang lain atau wisatawan lain yang juga semalam terjebak badai, atau bahkan para wisatawan yang baru datang, atau hendak kembali ke penginapan.

Ini sungguh aneh, Damar dan Rani rasanya sudah berjalan dan memasuki setengah hutan itu, tapi tetap saja tak menemukan seorang pun manusia disana, apa ada tempat lain yang mereka lewatkan tadi, yang mungkin saja menuju tempat yang di tuju para wisatawan tapi mereka berdua tidak ketahui dan lewatkan.

Hanya suara binatang hutan dan sayup sayup suara ombak yang masih terdengar di tempat itu.

"Kita akan kemana lagi ?" Rani mulai seperti putus asa, dia tak tau sebenarnya apa yang mereka cari disana, dia juga merasa sedikit kelelahan berjalan tanpa henti dan tanpa tau kemana arah yang mereka tuju.

"Kita harus mencari jalan keluar dari hutan ini, jangan sampai kita kemalaman dan menginap di sini." ucap Damar, berusaha bersikap tenang.

Sore sudah menjelang, tapi Damar dan Rani belum juga menemukan jalan keluar dari hutan yang tadinya terlihat kecil itu, mereka seakan hanya berputar putar saja di tempat yang sama, bahkan tak menemukan jalan yang tadi mereka lalui saat pertama memasuki hutan itu.

Senja semakin tenggelam, kegelapan di hutan itu semakin terasa, mengandalkan sebuah senter kecil yang di bawa Damar, mereka masih berjalan menyusuri hutan, mencari jalan keluar yang tak kunjung ketemu.

Di tengah keputus asaan mereka, dari kejauhan mereka seperti melihat cahaya, sepertinya itu berasal dari cahaya api unggun, karena terlihat asap yang membumbung ke udara di atas cahaya itu.

Mereka saling memandang dan saling melempar senyum, seolah mendapatkan secercah harapan di tengah keputus asaan mereka, ternyata ada manusia lain di dalam hutan ini.

"Ayo kesana !" ucap Rani bersemangat, yang lalu di angguki Damar.

Terpopuler

Comments

NaMika

NaMika

lanjut

2022-04-30

1

Alitha Fransisca

Alitha Fransisca

Lanjut

2021-11-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!