...***...
Pemuda yang kini dibawah pengaruh mantram pemikat, milik Putri Gempita Bhadrika menyerang Jaya Satria. Sementara itu, ditengah keributan orang-orang yang berusaha melarikan diri dari sana, Nini Kabut Bidadari merasa geram.
Ia ingin segera menghabisi orang bertopeng, yang telah membunuh orang yang paling ia cintai. Ia ingin menghajarnya, namun ia tidak mau mengganggu putri Gempita Bhadrika, yang sedang berhadapan dengan orang itu.
"Dengarkan aku wahai jiwa yang kosong." Kembali ia membacakan kalimat syair ciptaannya. "Kobarkan amarahmu yang terbelenggu itu." Ucapnya keras. "Katakan padanya!." Tegasnya. "Bahwa dunia syair lebih indah dari apapun." Amarahnya semakin membara. "Jadi? Jangan sombong kau! Hanya karena kanuragan yang kau miliki?!."
Syair yang dibacakan putri Gempita Bhadrika lebih tepat bentuk perintah yang nadanya dibuat seakan menyerupai nada syair.
Pemuda itu semakin ganas menyerang Jaya Satria. Namun Jaya Satri mencoba untuk menyerang pemuda itu dengan membacakan ayat Alquran sebagai pelindung diri dari kejahatan gaib.
أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ.
Pemuda yang dirasuki oleh jin pemikat itu merasa kepanasan mendengarkan bacaan itu. Rasa panas terasa menyiksa ketika Jaya Satria membacakan doa terhindar dari marabahaya sebanyak tiga kali.
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.
Bukan hanya Pemuda itu saja yang merasa kepanasan, namun putri Gempita Bhadrika juga merasa kepanasan, ia menutupi kedua telinganya.
"Panas! Hentikan!."
Rasanya Putri Gempita Bhadrika tidak kuasa menahan panas yang ia rasakan, hingga ia berhenti membacakan syair itu.
Sementara itu, Nini kabut Bidadari yang melihat itu merasa marah, dan emosi. Ia melompat ke arah Jaya Satria. Ia hantam punggung Jaya Satri dengan kuat.
Tangannya telah ia alirkan tenaga dalamnya, agar pukulan itu menghantam sampai tubuh bagian dalam Jaya Satria.
Jaya Satri yang tidak menyadari serangan itu, mendapatkan hantaman yang cukup kuat, hingga tubuhnya terjajar ke depan. Sehingga membentur tubuh pemuda itu. Sedangkan Semara Layana dan Mayang Sari segera membawa Putri Gempita Bhadrika dari sana.
Di waktu yang bersamaan.
Prabu Asmalaraya Arya Ardhana yang baru saja menunaikan sholat isya terkejut, karena tubuhnya seperti mendapatkan hantaman keras hingga tubuhnya terdorong ke depan. Ia merasakan sesak yang menyakitkan, ia terbatuk karena menahan sakit itu.
"Astaghfirullah hal'azim nanda Prabu."
Syekh Asmawan Mulia terkejut melihat keadaan Prabu Asmalaraya Arya Ardhana yang terbatuk, ia segera membantu sang Prabu. Ia menyalurkan tenaga dalamnya ke tubuh Sang Prabu agar merasa lebih baik.
"Astaghfirullah hal'azim ya Allah." Suasana hati sang Prabu sangat cemas. "lindungilah jaya satria, apa yang terjadi padanya?." Dalam hati prabu Asmalaraya Arya Ardhana berharap, Jaya Satria baik-baik saja dimana pun ia berada. Prabu Asmalaraya Arya Ardhana percaya jika Jaya Satria mengalami sesuatu hal yang buruk di luar sana. Buktinya tubuhnya terasa sakit saat ini.
...***...
Kembali ke tempat itu.
Jaya Satria mencoba mengendalikan hawa murninya, ia tahu jika dirinya diserang, dan terluka. Maka dampaknya akan berpengaruh pada prabu Asmalaraya Arya Ardhana, jadi ia harus berhati-hati.
"Tenangkan dirimu jaya satria." Dalam hatinya. "Jangan sampai kau terbawa amarah, dan malah membahayakan nyawa Gusti Prabu."
Namun untuk sementara waktu, agar ia tidak kerepotan karena amukan pemuda itu. Ia menotok pemuda itu agar diam dan tidak mengganggunya.
Jaya Satria melihat seorang wanita yang sudah beruban?. Ya mungkin karena ada warna putih di kepalanya.
"Kau!." Teriaknya dengan keras. "Kau yang telah membunuh kakang dharma seta!." Wanita itu tampak marah pada Jaya Satria. Dari sorot mata itu, menyimpan dendam yang sangat besar padanya. "Aku tidak akan mengampuni kau!."
"Aku hanya menghentikan tindakannya, yang telah melampaui batas." Balasnya. "Di masa lalu, dia telah bersikap kurang ajar." Lanjutnya. "Pada gusti prabu kawiswara arya ragnala junjunganku."
Jaya Satria mengingat nama yang disebut oleh wanita itu, ia mengatakan alasan mengapa ia membunuh Ki Dharma Seta?.
"Aku juga tidak akan mengampuni kau!." Tegasnya. "Yang telah berusaha untuk berbuat kekacauan, di kerajaan suka damai."
"Aku telah bersumpah!." Tegasnya penuh amarah. "Kepada langit dan bumi!." Lanjutnya. "Bahwa aku akan menghabisi nyawa orang!." Ucapnya lagi. "Yang telah membunuh kekasihku, kakang dharma seta!."
Suara Nini kabut Bidadari terdengar keras, dibumbui oleh api kemarahan yang luar biasa, tidak dapat dibendung lagi. Hatinya telah dipenuhi oleh kemarahan yang membuatnya gelap mata menyerang Jaya Satria.
Jaya Satria yang tidak langsung mendapatkan aliran energi dari entah mana, karena ia dapat merasakan tubuhnya lebih baik dari yang tadi. "Sepertinya wanita ini tampak sangat berbahaya."
Jaya Satria dan Nini Kabut Bidadari bertarung di ruangan itu. Nini Kabut Bidadari menyerang Jaya Satria dengan jurus andalannya. Jurus kabut penuh tipuan.
Di mana saat Jaya Satria hendak memukul tubuh Nini Kabut Bidadari, tubuh itu seakan menjadi kabut atau asap. Seolah-olah tubuh itu melebur menjadi asap.
Jaya Satria seperti memukul angin, pukulannya sia-sia, tidak satupun pukulannya mengenai tubuh Nini kabut Bidadari. Malah ia kewalahan karena tidak bisa mengenai lawannya yang memiliki kecerdikan saat menghindari serangannya.
Nini Kabut Bidadari melompat ke atas panggung yang ada di sana. Ia tertawa keras karena ketidakmampuan Jaya Satria melukai dirinya. Malahan nafas pemuda itu ngos-ngosan, karena tenaganya lebih banyak terkuras habis.
"Sepertinya aku melawan seseorang dengan jurus kabut yang luar biasa." Dalam hati jaya Satria meras gusar karena kemampuan aneh itu. "Aku benar-benar harus berhati-hati." Ia sedang memikirkan cara agar mengalahkan wanita itu tanpa banyak menguras tenaga dalamnya.
"Hei! Anak muda bertopeng!." Suaranya sangat keras. "Tidak usah kau banyak berpikir!." Bentak Nini kabut Bidadari. "Akan aku pastikan! Malam ini adalah malam terakhir kau bernafas!." Suaranya menggebu-gebu. "Dan kepalamu! Akan aku kirim ke istana!." Lanjutnya. "Agar mereka mengetahui, betapa murkanya aku! Atas kematian kakang dharma seta."
Nini kabut Bidadari berkata dengan sombongnya, seakan ia memang bisa memenggal kepala Jaya Satria. Akan tetapi, Jaya Satria tidak gentar mendengarkan perkataan itu dan ia malah berkata.
"Kau sangat salah sekali nini." Balasnya. "Tidak ada kesombongan manusia, yang menang kecuali kesombongan Allah SWT." Lanjutnya dengan senyuman kecil. "Lahaula walakuata illabillahia'liyusazim, tidak ada kekuatan yang lebih baik dari pada kekuatan Allah."
Jaya Satria tidak henti-hentinya membacakan doa keselamatan, ia meminta pertolongan Allah. Nini Kabut Bidadari merasa geram mendengarkan ucapan Jaya Satria, dan ia balik berkata pada Jaya Satria.
"Ucapan seperti itu hanyalah ucapan." Balasnya. "Bagi orang yang sebentar lagi, akan menemui ajalnya! Ahahaha." Nini Kabut Bidadari tertawa semakin keras. Ia menertawakan Jaya Satria dan menganggap lemah pemuda itu, ia berkata lagi pada Jaya Satria.
"Hidup dan mati aku serahkan pada Allah subhanallah ta'ala."
"Kau tidak usah banyak bicara!." Ia benar-benar kesal. "Aku tidak akan mengampunimu!." Hatinya terasa panas. "Aku akan membunuhmu!."
Setelah berkata seperti itu, Nini Kabut Bidadari menyatukan kedua telapak tangannya. Ia merapalkan sebuah mantram yang terdengar aneh.
"Jiwaku jiwa berkelana, jiwaku jiwa yang terbawa amarah."
Nini Kabut Bidadari terlihat melotot, dan dari tubuhnya keluar asap merah yang dibumbui racun berbahaya.
Jaya Satria yang melihat itu sedikit terkejut, ia juga mengeluarkan jurusnya untuk melindungi dirinya dari asap itu. Yaitunya jurus angin mengusir kabut, gerakan tangannya seperti melambai ke kanan, lalu memutarnya ke atas dan bawah dengan arah yang berlawanan seakan membuat dinding pagar, mengusir racun itu agar tidak menyentuh tubuhnya.
"Astaghfirullah hal'azim ya Allah." Dalam hati Jaya Satria. "Ternyata wanita ini memang sangat berbahaya."
Akibat dari benturan hawa murni kedua pendekar itu, ruangan itu menjadi kacau. Sementara itu pemuda yang tadinya dalam keadaan tertotok, tidak bisa bergerak hanya bisa pasrah. Tidak dapat menghindar dari pengaruh jurus berbahaya milik Nini Kabut Bidadari. Pemuda yang tidak mengenali dirinya itu terlempar keluar dari ruangan itu, dengan membentur keras dinding itu hingga dinding itu ambruk.
"Lailahailla anta subhanaka inni kuntu minazholimin."
Jaya Satria yang berusaha menekan pengaruh dari jurus berbahaya Nini Kabut Bidadari, dengan mencoba mengalirkan tenaga dalamnya ke telapak tangannya. Ia arahkan serangannya ke tubuh Nini kabut bidadari, dan serangan itu berhasil mengenai tubuh wanita itu.
"Egakh!." Nini Kabut Bidadari berteriak kesakitan.
Karena jurus yang mengenai tubuhnya dialiri dengan tenaga petir, hingga kabut yang menyelimuti tubuhnya tidak bisa melindunginya.
Tubuh Nini Kabut Bidadari terlempar dan membentur dinding panggung dibelakangnya. Ia terbatuk dan memuntahkan darah. Tenaganya seakan terkuras setelah mendapatkan serangan itu.
"Akh!."
Nini Kabut Bidadari meringis kesakitan, tubuh bagian dalamnya mati rasa. Aliran tenaga dalamnya kacau karena aliran listrik itu, dan sangat mengganggu aliran darahnya hingga ia kesakitan.
"Tunggu saja pembalasan dariku!." Ucapnya menahan kesakitan. "Aku berjanji! Akan datang padamu, untuk mencabut nyawamu!." Setelah berkata seperti itu, Nini Kabut Bidadari meninggalkan tempat itu.
Tubuhnya seakan menjadi asap, atau kabut hitam yang pergi entah kemana. Seperti mengikuti arah angin yang bertiup kencang.
"Aku pasti akan membunuhmu!."
Jaya Satria merasa lega, namun sebagian tubuhnya terasa sakit karena terkena racun. Walaupun sedikit, tetap saja membahayakan dirinya. Racun itu bukan sembarangan racun. Racun yang dibawa oleh kabut kebencian, jiwa-jiwa yang penuh kebencian, melahirkan kebencian yang tidak enak untuk dicium.
Jaya Satria memutuskan untuk kembali ke istana. Ia juga khawatir dengan keadaan prabu Asmalaraya Arya Ardhana. Untuk kesekian kalinya rasa bersalah itu muncul, namun apa daya. Bertarung dengan orang-orang yang memiliki ilmu Kanuragan tinggi, tidak akan mungkin ia menghindari resiko terluka.
"Uhuk!." Jaya Satria sedikit terbatuk, dan tentunya diiringi dengan keluarnya darah kental hitam, karena pengaruh racun yang ada di dalam tubuhnya. "Aku harus segera kembali."
Bagaimana keadaan keduanya?. Mengapa jika salah satu dari mereka terluka, maka keduanya akan merasakan hal yang sama?. Siapakah Jaya Satria bagi prabu Asmalaraya Arya Ardhana?. Juga sebaliknya?. Dan apa hubungan keduanya?. Itu yang ingin kita cari tahu semuanya. Rahasia sang prabu?. Rahasia apa yang disembunyikan oleh sang Prabu?. Baca terus ceritanya.
...***...
Di Istana Kerajaan Suka Damai.
Syekh Asmawan Mulia telah mengobati kedua muridnya, menyalurkan tenaga dalamnya kepada prabu Asmalaraya Arya Ardhana dan Jaya Satria di ruang pengobatan.
Lagi-lagi Putri Andhini Andita melihat kejadian itu. Di mana ia melihat Prabu Asmalaraya Arya Ardhana, bersama Jaya Satria, dan ditemani gurunya?. Itulah yang menjadi tanda tanya bagi Putri Andhini Andita.
Sementara itu di dalam ruang pengobatan.
Syekh Asmawan Mulia berhasil mengobati kedua muridnya, dari pengaruh racun yang ada di dalam tubuh prabu Asmalaraya Arya Ardhana dan Jaya Satria. Dan mereka memuntahkan racun itu dalam bentuk darah hitam kental yang pekat.
"Minumlah air ini." Ucapnya. "Semoga Allah memberikan kesembuhan pada nanda berdua."
Syekh Asmawan Mulia memberikan secangkir air putih kepada prabu Asmalaraya Arya Ardhana dan Jaya Satria. Air putih yang telah ia bacakan ayat-ayat Allah, agar memberikan kesembuhan pada keduanya.
"Terima kasih syekh guru."
Prabu Asmalaraya Arya Ardhana dan Jaya Satria menerima gelas itu.
Tak lupa mengucapkan terima kasih pada syekh Asmawan Mulia karena telah membantu mereka.
Sedangkan di luar putri Andhini Andita merasakan sesuatu yang aneh, dan bertanya-tanya.
"Apa yang telah mereka berdua lakukan?." Dalam hatinya heran. "Sehingga mereka berdua terluka parah seperti itu?." Hatinya bertanya-tanya. "Apakah mereka baru saja bertarung?." Pikirannya terasa kusut. "Tapi dengan siapa? Mereka bertarung?." Dalam hatinya semakin bingung. "Hingga terluka parah seperti itu?." Putri Andhini Andita sedang diserang penyakit ingin tahu, yang tidak bisa diobati.
Apakah ia akan bertanya langsung pada adiknya?. Atau memberitahukan kepada saudara-saudaranya yang lain mengenai apa yang ia lihat?.
Satu hal yang pasti bahwa Putri Andhini Andita melihat, hal yang aneh dialami oleh adiknya itu.
...***...
Di sebuah tempat.
Putri Gempita Bhadrika dibawa ketempat yang aman oleh Mayang Sari dan Semara Layana. Mereka saat ini mencoba mengalirkan hawa murni mereka ke tubuh Putri Gempita Bhadrika. Agar wanita itu bangun dari pingsannya, karena ia tadi tidak dapat menahan rasa panas yang menguar ditubuhnya seakan membakar tubuhnya.
Saat keduanya sedang memulihkan Putri Gempita Bhadrika, nini kabut Bidadari datang. Begitu kabut yang menyelimuti tubuhnya hilang, Nini Kabut Bidadari terbatuk-batuk. dadanya terasa sesak, dan disudut mulutnya masih ada bekas noda merah.
"Nini."
Semara Layana dan Mayang Sari berhenti menyalurkan tenaga dalamnya ke arah tubuh Putri Gempita Bhadrika. Karena mereka terkejut melihat kondisi Nini Kabut Bidadari yang sedang terluka.
"Benar-benar bedebah!." Umpatnya. "Kurang ajar!." Makinya. "Ternyata pemuda bertopeng itu cukup meresahkan!." Hatinya semakin panas. "Aku tidak bisa mengalahkannya!." Umpatan serapah keluar dari mulutnya. Ia tidak menyangka jika ilmu Kanuragan yang dimiliki, pemuda bertopeng itu cukup berbahaya.
Sampai sekarang tubuhnya terasa sakit, akibat aliran tenaga dalamnya di kacaukan oleh aliran listrik pengaruh jurus pemuda bertopeng itu.
"Pantas saja kakang dharma seta tidak dapat mengalahkannya." Ia baru menyadarinya.
Mengapa Ki Dharma Seta sulit mengalahkan anak muda itu?. Dan malah menemui kematian?.
"Nini, kau baik-baik saja?." Ia terlihat cemas. "Apa yang bisa saya bantu? Katakan." Mayang Sari merasa simpati pada Nini Kabut Bidadari, begitu juga dengan Semara Layana.
"Katakan saja, kami akan melakukannya." Semara Layana dan Mayang Sari begitu memperhatikan dirinya.
Di sisi lain, matanya menangkap putri Gempita Bhadrika sedang terbaring tak sadarkan diri. Ia berjalan dengan pelan, menghampiri putri Gempita Bhadrika dan ia memeriksa keadaan putri Gempita Bhadrika.
"Tenaga dalamnya terhenti, karena jurus aliran kilat penutup darah." Nini Kabut Bidadari mengenali jurus itu. "Ini sangat gawat!." Ia panik.
Ia harus segera bertindak, jika tidak? Putri Gempita Bhadrika akan mengalami kelumpuhan. Hatinya sangat gelisah, karena ternyata pemuda itu sangat kuat juga, sehingga ia kewalahan menghadapinya.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah yang akan terjadi pada putri Gempita Bhadrika?. Apakah ia akan selamat dari jurus itu?. Bagaimana cara kerja jurus itu sebenarnya?. Baca terus ceritanya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 372 Episodes
Comments
Elmo Damarkaca
Andhini Andita Kepo ...🤣🤣
2022-06-03
1
Syaepudin Udin
mantab dah lanjutkeun
2022-05-18
1
iwak ngasin
gimna thor ko rsanya ceritanya agak berbelit",,blum ketemu kaimistrinya,,🤔🤔
2022-01-13
1