"San, Azlina ikut kamu, enggak?" Mbak Salwa dengan wajah cemas menghubungi adiknya, Ahsan, yang kini masih sibuk dengan pesta pernikahan client-nya. Ahsan segera menepi, mencari tempat yang agak sunyi dari hiruk pikuk tamu yang ternyata begitu ramai.
Bu Darmini sangat cemas ketika menghubungi Salwa, meminta bantuan putri sulungnya itu untuk mencari Azlina. Salwa dengan sabar meyakinkan Bu Darmini jika Azlina pasti akan segera ditemukan, agar wanita sepuh itu tak terlalu mencemaskan keberadaan putri bungsunya.
"Enggak, Mbak. Dia harusnya sudah pulang dari kantor. Tadi aku cuma minta bantuan Azlina buat jagain sampe jam pulang." Ahsan menilik jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul delapan malam. Wajahnya pun tampak cemas, jangan-jangan terjadi sesuatu terhadap adiknya itu.
"Dia belum pulang, San. Mbak sudah menghubungi ponselnya, tetapi tidak aktif."
Seketika Ahsan teringat akan panggilan telepon adiknya siang tadi, yaitu ketika dirinya dan tim sedang begitu sibuk mempersiapkan pesta, Azlina menghubunginya untuk meminta izin mencari bunga, mengambil satu job untuk pelanggan yang datang ke kantor Aurora Event Organizer. Hingga dia segera berpikir satu tempat di mana mereka bisa mendapatkan bunga yang segar dan sulit ditemukan.
"Mbak, jangan-jangan Azlina ke tempat Asri."
"Apa?!"
...***...
Informasi dari Ahsan cukup membantu bagi Salwa untuk mencari keberadaan Azlina. Sampai ketika Sean Paderson-suaminya-telah menyelesaikan mandi malam selepas pulang bekerja, dia berniat memberi tahunya. Salwa menemani sang suami untuk menikmati makan malam bersama, tetapi lelaki itu tampaknya menyadari wajah penuh kecemasan dari raut muka sang istri.
Sean menghentikan kegiatannya menikmati masakan Salwa. Tatapannya penuh selidik, tetapi berbalut kelembutan yang nyata ketika memperhatikan wanita itu. Dia menjulurkan tangannya, menyentuh jemari Salwa yang sedari tadi berada di atas meja.
"Ada apa? Apa yang sedang kau pikirkan?"
Salwa menggeleng, lalu menipiskan bibir tersenyum. Jemarinya menyentuh tangan suami yang kini telah menggenggam tangan kirinya. "Habiskan makananmu. Aku akan menceritakannya setelah ini."
Sean mengangguk mengiakan perkataan Salwa. Dengan tenang dia menikmati hidangannya kembali. Betapa pun rasa cemas yang sedang Salwa rasakan, tak membuat perempuan itu menyuruh suaminya untuk mempercepat menghabiskan makanannya. Sehingga Sean bisa merasai hidangan itu dengan tenang agar lambungnya mudah mencerna makanan dengan baik.
"Jadi, katakan! Apa yang membuatmu gelisah?" tanya Sean kemudian, setelah menenggak habis minuman yang disediakan oleh Salwa.
"Azlina hilang, Mas. Maukah kau membantuku mencarinya?"
...***...
Penjelasan Salwa cukup untuk mendapatkan petunjuk. Lelaki itu segera meretas CCTV yang berada di Aurora Event Organizer dengan menyetel waktu saat Azlina menghubungi Ahsan.
Sean Paderson memang memiliki perusahaan yang bergerak di bidang sistem keamanan. Hanya meretas CCTV adik ipar sendiri bukanlah perkara yang sulit. Dengan cepat layar di depannya itu menunjukkan rekaman kejadian beberapa jam yang lalu.
Matanya tercengang melihat siapa seseorang yang sedang terlibat perbincangan dengan Azlina. Dia tampak geram, bagaimana lelaki itu bisa mendekati adik iparnya. Apakah memang dia berniat ingin membalas dendam karena tak bisa mendapatkan kakaknya?
Di masa yang lalu, Sean paderson pernah terlibat cekcok dengan lelaki itu, Alvaro. Di mana ketika itu Alvaro sedang berusaha mengejar-ngejar Salwa tepat saat Sean ke luar negeri untuk menyelesaikan suatu keperluan. Mereka sempat melakukan baku hantam hingga Alvaro berakhir babak belur di rumah sakit.
Andai saat itu Sean tak memandang seorang Agus Cahyono, Ayah dari Alvaro, akan jasa-jasa pria paruh baya itu dalam menyatukan dirinya dan Salwa, mungkin Sean sudah menghabisi Alvaro saat itu juga. Dan saat ini, ketika Azlina telah tumbuh dewasa, pria itu mulai berulah lagi.
Sean beranjak dari duduknya, segera menghubungi Tuan Agus untuk menanyakan di mana putranya berada. Namun, apa yang telah menjadi jawbaan dari pria itu, membuat Sean semakin berang.
Tuan Agus menjelaskan bahwa Alvaro tiba-tiba mematikan panggilan ketika menghubunginya sehingga dia tak sempat mencari informasi di mana keberadaan Alvaro saat itu.
"Dia kembali membawa kabur iparku," ucap Sean dingin di sambungan telepon itu. "Cepat kemari, bawa ponselmu! Aku akan melacak keberadaan mereka dari panggilan terakhir yang sempat anakmu lakukan." Sean berkata penuh perintah kepada Tuan Agus yang mana merupakan salah satu kolega bisnisnya.
***
Salwa menunduk dengan sesekali meremàs jemarinya yang telah menyatu. Rasa khawatir yang mendera akan keselamatan adik bungsunya itu tak sanggup dia sembunyikan. Sean bisa melihat itu, hingga dia duduk di samping sang istri, lalu melingkarkan tangan kekarnya memeluk punggung Salwa.
"Tenanglah! Semua akan baik-baik saja."
Dia teringat akan Alvaro, bagaimana pria itu pernah nekat menyembunyikan dirinya di belakang gedung kampus hanya untuk memaksakan kehendak kepada Salwa. Apakah Alvaro memang sengaja mengincar Azlina karena ingin membalas dendam. Harusnya Salwa menyadari itu ketika mendapatkan laporan jika Alvaro membawa Azlina pergi.
Namun, penjelasan Azlina bahwa dirinya tanpa sengaja bertemu Alvaro dan berakhir di sebuah rumah makan cepat saji membuat Salwa berpikir jika itu memang hanya sebuah kebetulan. Akan tetapi, mengapa sekarang Alvaro kembali membawa adiknya pergi? Apa yang sedang mereka lakukan saat ini?
Sampai genggaman tangan itu kian mengerat, membuat Salwa menoleh ke arah suaminya. "Tolong temukan dia."
"Aku akan menemukannya," jawab Sean kemudian dengan memeluk Salwa, menenangkan perempuan itu agar tidak terlalu mencemaskan keberadaan Azlina.
***
Bukan hanya Sean dan Agus Cahyono, ayah Alvaro, yang ikut mencari Azlina, tetapi Salwa dan dua orang adiknya Ahsan dan Alfatih turut mencari. Mereka berangkat setelah selesai mempersiapkan diri dan mendapatkan lokasi yang dituju tepat pukul dua belas malam.
Iring-iringan mobil pun tak bisa terelakkan. Ada tiga buah mobil melaju kencang menembus gerimis hujan. Tuan Agus bersama sang istri duduk di kabin penumpang dengan mobil dikendarai sopir pribadinya. Sementara dua mobil lain ditumpangi oleh keluarga Azlina termasuk Sean dan Salwa.
"Mas, apakah mereka tidak melakukan sesuatu yang buruk? Aku takut Azlina kenapa-kenapa?" Salwa menggigit ujung kukunya, terlampau cemas dengan apa yang terjadi dengan Azlina. Semoga Alvaro tidak menghancurkan masa depan adik sulungnya itu.
Sean hanya menggenggam tangan Salwa tanpa menjawab pertanyaan istrinya itu, tangan kanannya sibuk mengendara dengan pandangan lurus ke depan karena hujan lebat telah mengganggu jarak pandangnya.
Semakin jauh mereka meninggakkan area perkotaan, hujan mengucur semakin deras membuat mereka tak bisa cepat sampai ke lokasi. Hingga sebuah informasi jika di daratan tinggi yang akan mereka tuju sedang terjadi badai, membuat rasa cemas semakin menghantui Salwa. Dia ingin segera menemukan Azlina, tetapi kondisi tidak memungkinkan.
"Mereka baik-baik saja. Panggilan terakhir laki-laki itu berada di sebuah hotel. Sayangnya, mereka hanya memesan satu kamar ukuran single untuk bermalam."
Perkataan Sean akan informasi yang dia dapatkan dari hasil meretas beberapa databse hotel yang dikunjungi Alvaro membuat Salwa semakin gelisah. Apa yang mereka lakukan saat ini? Semoga Alvaro dan Azlina tak melakukan dosa dengan berbuat yang tidak sepatutnya.
》Lanjut ..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Sham Estelle
masih rasa insecure ya sean😄🤣
2022-04-21
0
Alfie alkha
ehm.. ehmm
2022-01-08
0
violeta
emang biang rusuh om varo
2021-11-15
0